Author POV
Axi memang dingin dan datar, namun dia adalah pemerhati yang baik. Dikelasnya ia dipercaya semua temannya bahkan guru pun segan. Axi seperti sosok pemimpin sesungguhnya, dia tegas, berwibawa, dan peduli.
Axi disukai banyak orang, dari guru sampai penjaga sekolah senang dengannya. Dia murid yang lurus.
Hari ini, Axi mendapat bagian untuk mengembalikam buku paket ke perpustakaan ketika jam istirahat. Saat bel istirahat berbunyi, dengan sigap Axi mengumpulkan buku paket yang dipinjam teman-temannya untuk segera dikembalikan.
Axi melewati pintu kelasnya dengan sedikit kepayahan karna buku yang ia bawa hampir menutupi penglihatannya.
"Sini Xi, gue bantu.." Tawar seseorang. Axi melihat siapa yang menawarinya bantuan, Axi tersenyum (senyum yg sama sekali bukan senyuman➡senyuman ghaib :v)
"Thanks Lan." Orang itu Arlan, teman sekelasnya yang memang baik. Ya, menurut kacamata Axi, Arlan baik. Lain lagi dengan kacamata teman-temannya yang sepakat kalau Arlan lebih dari sekedar baik terhadap Axi, lebih tepatnya perhatian.
Arlan membawa sebagian buku dari tangan Axi, kemudian berjalan bersisihan dengannya.
Saat berjalan, mereka terlihat kontras sekali. Bukan karna tinggi badan mereka yang memang tidak tidak begitu jauh, Axi memiliki tinggi yang semampai sehingga tidak terlihat jomplang jika berjalan dengan Arlan yg notabene nya sebagai anggota basket disekolahnya.
Yang menjadikan mereka terlihat kontras adalah ekspresi dari keduanya, Axi tetap dengan wajah datar tanpa ekspresinya dan Arlan dengan wajah yang-- Sulit dijelaskan. Arlan terlihat merona dan gugup.
"Wooyy Lan! waaah ada kemajuan nih." Tegur salah satu dari gerombolan yang Axi tau itu adalah teman tim basket Arlan. Axi terlihat biasa saja dan terus berjalan, Sedangkan Arlan sibuk menendang kaki temannya yg memiliki mulut bocor itu.
Puas memberi hadiah pada temannya, Arlan lanjut mengikuti Axi yang sudah berada lima meter didepannya.
Tak jauh dari itu, dari koridor lain yang berlawanan arah dengan Axi dan Arlan, Cenna sedang menatap jengah si anak basket itu yang mesem-mesem tidak jelas membuatnya terlihat seperti anak SMP yg baru puber saja.
'Gue kerjain ahh...' gumam Cenna disusul dengan senyum smirk nya.
Cenna berjalan ke arah Axi dan Arlan dengan membawa cup berisi jus mangga yang setengahnya sudah diminum. Dengan santai Cenna menuju arah mereka, mulai meluncurkan aksinya.
Dua meter lagi. Cenna sudah berhadapan dengan dua orang itu. Saat sudah semakin dekat, Cenna memposisikan dirinya berhadapan dengan Arlan dan...
Byuuurrr!!!
Sial! Umpat Cenna saat tau jus nya mengenai Axi, bukan Arlan.
"Heh lo!!" Cenna berteriak pada anak yg menyenggolnya tadi. Percuma saja, anak itu sudah berlari jauh.
"Xi, sorry.. gu..gue ga sengaja." Pandangan Cenna beralih pada Axi yg sekarang tengah menatapnya. Cenna benar-benar menyesal.
"Xii..." Axi tetap bergeming, matanya beralih pada lengan seragamnya yang berubah warna menjadi kuning akibat jus sialan itu.
"Lain kali kalo jalan liat-liat bro." Ujar Arlan sembari menepuk pundak Cenna.
"Gue tau!" Cenna menepis tangan Arlan yang ada dipundaknya. Yang ditepis hanya mengendikan bahunya tak peduli.
"Xii, sorry yaa.. sini gue bersihin baju lo." Tangan Cenna sudah ingin menggapai lengan baju Axi, namun Axi menyingkirkan pundaknya.
"Ngga perlu." Axi membuka suaranya, terdengar dingin. Namun Cenna merasakan sesuatu yang lain dari nada bicara Axi, seperti menahan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAY I ?
Teen FictionApa aku sudah bisa dibilang lebih rapuh dari kelihatannya? seperti kalimat yang bertebaran di novel-novel yang kubaca? Entahlah, jika memang seperti itu aku tak pernah berniat untuk tampak 'sok' tegar. Aku hanya malu untuk menangis, apalagi jika ter...