Bab 3-Whatever But Fate

621 57 12
                                    

Eren tidak tahu apakah ia harus senang atau malah cemas ketika kelompok faal-nya mengadakan observasi ulang di DnA.

Kata Hanji–ia telat menjelaskan–DnA merupakan singkatan dari kedua pendiri: Darius dan Ackerman. Dua pria jenius–tapi keras–yang memutuskan untuk mendirikan pusat penelitian itu sebagai gebrakan baru di dunia IPTEK.

"Pantas saja perlengkapannya canggih begitu." Petra berkomentar kagum.

Mikasa ikut menyeletuk walau tidak suka. "Saat pamanku mulai, mereka masih menyewa perlengkapan dari mana-mana. Mereka harus mengumpulkan uang selama berbulan-bulan untuk bisa membeli satu set perkakas kimia."

Armin melongo.

Kali ini Levi berada di bagian depan kerumunan mahasiswa. Melirik Eren untuk yang kesekian kalinya–si bocah gemetar. "Si Tua Darius meninggalkan banyak sekali hutang saat dia meninggal." Mendengus keras. "Bayangkan kalau aku tidak punya inisiatif. Gedung ini selamanya akan jadi gudang reyot yang habis dimakain rayap."

"Tapi tanpa Darius dan Levi adalah kombinasi yang luar biasa," ujar Hanji bangga. "Levi memang berotak encer, tapi Darius hidup lebih lama. Mereka sering kedapatan berdiskusi tentang hal-hal saintifik yang selama ini tidak pernah terpikirkan oleh manusia lain.

"Hanya karena aku tidak punya rekan lain saat itu, Kacamata Sialan."

"Jadi tempat ini dulunya gudang?" tanya Connie.

"Hanya lahan kosong tanpa bangungan. Gudang yang kumaksud adalah gudang Si Tua. Kari melakukan eksperimen di sana. Kadang pulang dalam keadaan tertutup asap."

Eren tidak bisa membayangkan sosok yang biasanya bersih harus berlumur asap dan debu.

"Profesor Smith tidak bekerja di sini?" Armin celingukan. "Kukira dia dan Anda rekan sekerja–selain di universitas, tentunya."

Dijawab singkat. "Erwin sedang mengajar. Jatah bekerjanya di DnA hanya tiga hari seminggu."

Armin hanya ber-oh pelan.

Memasuki jajaran peraga biologi, Eren sudah tidak mendengar apa-apa lagi. Hanji berkisah tentang bagaimana satu sel mendukung sel yang lain, saling berinteraksi–demi apa Eren mendadak tuli.

Fokusnya hanya satu: apakah Levi melupakan apa yang terjadi saat itu? Atau memang dia tipikal orang yang melakukan sesuatu hanya untuk melepas gairah seksualnya, lalu pergi begitu saja?

Ia mendelik kesal pada sang ilmuwan, menggerutu dalam hati.

"Bocah."

Balas ditatap, Eren otomatis melangkah mundur. Kini ia menyesal berada di ruangan yang sama dengan Levi Ackerman.

"Kalau memang tidak mau mendengar, lebih baik keluar." Dada Eren memanas. "Atau kau lebih suka tidur-tiduran di kantorku?"

Eren yakin 'tidur-tiduran' yang dimaksud punya konotasi lain. Cepat-cepat menggeleng.

Seolah telah dilatih untuk pura-pura tidak peduli, para pekerja menyibukkan diri dengan kewajiban masing-masing. Mengetik laporan, menuang cairan, menekan tombol-tombol–semua dilakukan dengan begitu profesional. Tak ada sepasang mata pun yang melirik ke arah atasan.

Hanji menatap konflik itu dengan pandangan berbinar. "Dia benar-benar menyukaimu. Ini harus di–"

Tubuh Hanji berikut kacamatanya terlempar jatuh.

Eren diam-diam merapal mantra untuk menghilangkan tubuh.

.

.

[COMMISSION] SCAR-RivaEreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang