Bab 1-Too Soon, Too Short

674 56 2
                                    

Eren Jaeger berlari di sepanjang koridor. Tas selempang hitam terlampir asal di pundak, tidak peduli apakah risletingnya terbuka atau tidak.

Sudut matanya melirik jam tangan. Sudah pukul delapan kurang lima menit.

"Oh sial."

Langkah kaki dipercepat. Menyalip troli yang didorong oleh petugas kebersihan. Melesat zig-zag di tengah kerumuman mahasiswa yang berjubel di depan lift.

Ia berkali-kali menggumamkan "permisi", "maaf", "awas air panas!". Sekonyol itu untuk mendahului antrean. Mau naik tangga–tidak mungkin. Kelas faal–mata kuliah pertama hari itu–ada di lantai teratas kampus. Lebih baik mengantre daripada harus merangkak naik.

Ketika pintu lift belum benar-benar terbuka, Eren sudah menyusup masuk. Cepat-cepat menekan tombol lantai destinasi sebelum keduluan yang lain.

Angka digital pada jamnya sudah menunjukkan pukul delapan lewat dua menit tiga belas detik. Eren mengentak-entakkan kakinya dengan tidak sabar pada lantai lift–entah kenapa naiknya terasa begitu lambat.

Layar lift menampilkan angka 11. Eren melesat keluar, nyaris tersandung sepatunya sendiri.

Pundaknya menabrak tiang. Otomatis mengucapkan "maaf" tanpa melihat korban.

Ponselnya berkali-kali berbunyi–Eren lupa men-silent saking tergesanya–mungkin dari Armin.

Ah, terkutuklah video game yang menyita malamnya.

Tangan buru-buru meraih dompet, mengeluarkan kartu akses mahasiswa. Ruang kelas sudah ada di depan mata.

Lima belas detik sebelum batas keterlambatan, kartu ditempelkan ke layar.

Salah menempel permukaan, Eren menyumpah. Masih 10 detik.

Tangannya sudah gemetar ketika layar menyala hijau–tanda ia boleh masuk. Pintu didorong membuka.

Dari sudut terdalam kelas, Armin memanggilnya tanpa suara. Diam-diam Eren menyelinap di balik deret meja dan kursi (agar dosen tidak melihat), dan duduk di bangku yang sudah disediakan temannya.

"Wekermu mati lagi?" tebak Armin.

Masih terengah-engah, Eren mendaratkan tubuhnya ke bangku. "Salah lihat jadwal," sengalnya.

Armin hanya tersenyum tipis. Memutuskan untuk tidak membuka obrolan lebih lanjut, ia kembali mencatat.

Butuh sekian menit bagi Eren untuk mengatur napas sebelum ikut membuka binder. Di depan kelas, Erwin Smith–profesor faal supertampan (menurut Armin)–mengganti slide presentasi.

"Ini materi dasar yang sudah kalian dapat saat sekolah menengah," katanya. "Setiap zat dalam tubuh manusia memiliki fungsi masing-masing."

Bulat-bulat pada layar bergerak random. Erwin tetap menjelaskan. "Secara garis besar, kita akan mempelajari bagian-bagian tubuh manusia secara mendetail. Dari sel–unsur paling kecil pada makhluk hidup–sampai bagaimana kerja masing-masing sistem organ pada manusia dan hewan. Kalian sudah mencetak silabus dari website universitas?"

Empat puluh kepala mengangguk. Serempak menimbulkan suara gesekan kertas.

Eren mengaduk-aduk isi tasnya. Hanya menemukan flashdisk yang lupa dilarikan ke warung cetak terdekat. "Shit."

Ujung sikunya disenggol. Armin berbaik hati mengetengahkan lembar silabus. Teman sebangkunya tersenyum penuh apresiasi.

"Pertemuan kali ini, kita akan mempelajari subbab 'sel'." Profesor Smith ikut membalik lembar silabus. "Walaupun komponen terkecil, ada banyak sekali materi yang perlu kalian pelajari."

[COMMISSION] SCAR-RivaEreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang