Lelaki Surga (1)

292 26 16
                                    

Cerita ini sebenarnya sudah ngendon cukup lama dalam tumpukan file saya. Sejak bulan Mei 2016. Akhirnya berkat dorongan kawan-kawan saya berani untuk menampilkan karya saya di dunia watty. Terimakasih untuk rekan-rekan yang tidak bisa saya sebut satu-persatu dan juga untuk Editor saya, Dwi Ria Rizkiana.

Okee. Langsung saja. Inilah dia Lelaki Surga..
Selamat membaca..


Duhai Nabiku

Namamu diseru di langit dengan syahadat

Disebut di bumi dengan shalawat

Memandangmu bagai menatap surga

Jernih mata yang membawa ketenangan

Rahang tegap mencerminkan ketegasan

Dan senyum yang senantiasa menghiasi....

Pletak...

"ANISAHHH!"

Anisah hanya meringis sambil tertawa. Tidak merasa berdosa sama sekali setelah mengganggu ritual suciku. Gara-gara dia hilang semua mood-ku pagi ini. Jiah, menyebalkan sekali. Kupelototi dia yang terus cengengesan. Padahal maksudku menulis supaya aku bisa menghilangkan rasa galauku akibat kitab Ta'lim Muta'allimku yang kesingsal.

"Zahra, aku minta maaf ndak bermaksud gangguin kamu. Tapi kamunya cuek dari tadi. Saya panggil ndak nyahut-nyahut," dia mulai merayuku. Sudah merasa tak bersalah masih saja memasang tampang badak. Ingin sekali aku melayangkan jitakan sayangku padanya.

"Emangnya kenapa tho?" aku tidak ingin berbasa-basi dengan makhluk tengil ini.

"Ditimbali kaliyan1 Bu Nyai," nada Anisah berubah lirih.

"Memangnya kenapa?" aku ikut-ikutan serius melihat wajah Anisah yang berubah datar.

"Ndak ngerti2 aku."

Hatiku berdegub. Tidak biasanya Bu Nyai Khieromah, yang biasa dikenal dengan Bu Nyai memanggilku. Aku baru nyantri di sini sekitar setahun yang lalu. Masih terlalu "hijau" untuk dikenal di antara ribuan santri. Tapi aku tidak mau terlalu kepedean, mungkin saja Abah datang dan sowan sebentar ke ndalem3.

Ndalem, seperti itulah para santri menyebut rumah Pak Kyai Fatih yang berada tepat di antara pondok putri dan pondok putra. Ndalem yang tidak pernah terlihat sepi, selalu ada kegiatan. Hari ini saja tampak mbak-mbak senior sedari tadi tampak sibuk berlalu lalang keluar masuk.

Kumantapkan kakiku untuk memasuki ndalem bersama Anisah. Hal ini menjadi pengalaman pertama untukku. Pot-pot tanaman berjajar rapi. Keramik putih dipadu dengan karpet tebal berwarna hijau yang menjadi lenggahan untuk tamu. Bu Nyai ada di sana, duduk penuh kearifan. Kuucap salam lantas salim dan duduk agak jauh dari beliau.

"Nduk4 Zahra?"

"Inggih, Ummi5."

"Kitabmukah, Nduk?" Bu Nyai menyodorkan kitab kuning bersampul merah.

Langsung kuterima kitab Ta'lim Muta'allim itu penuh hormat. Kupeluk seakan takut kehilangan, Dua hari sudah kitab ini raib dari pandanganku. Aku sudah mencari ke penjuru ruangan dan bertanya ke seluruh orang.

"Matur suwun ingkang kathah, Ummi."

Ummi cuma mengangguk perlahan sambil tersenyum tipis nan misterius. Anisah menyikut lenganku, memberi tanda untuk pamit. Lalu sesaat sebelum pergi, Ummi membuat langkahku sempat tertahan dengan sebuah nama.

"Gus Saiful yang memberikannya kepadaku, Nduk."

Aku dan Anisah saling memandang. Gus Saiful, sang bintang pondok, menemukan kitab milikku. Andai kitabku ini seperti milik santri lainnya mungkin tak masalah, tapi aku menyimpan puisi-puisiku disini. Mungkinkah Gus Saiful sempat membacanya?, hatiku merinding memikirkan hal itu.

***

Siapa yang tidak mengenal lelaki bermata surga

Lewat kalimatnya mengingatkan akan dahsyatnya api neraka

Siapa yang tidak mengenal sang Pemimpin

Lewat beliau kita mengenal indahnya menjadi muslim

Sang Rasul mulia

Penaku berhenti menari. Fokusku buyar teringat siapa yang menemukan kitab Ta'lim Muta'allimku. Siapa yang tak mengenal Gus Saiful, putra kedua Pak Kyai. Yang bermata elang tapi juga penuh canda. Yang ikut mengajar di Langgar padahal usianya belum memenuhi syarat umur KTP. Yang kabarnya sudah hafal alfiyah sebelum lulus tsanawiyah dan memiliki segudang prestasi lainnya.

Hampir sebagian besar santri di sini adalah penggemar beliau. Memperbincangkan segala hal tentang beliau. Jadi akan sangat menggemparkan apabila kabar yang menemukan kitabku adalah Gus Saiful. Untungnya, Anisah yang baik hati rela kusogok dengan semangkuk sop buah Mbok Tidjah.

Aku tak habis pikir, bagaimana bisa kitab Ta'lim Muta'allimku berada di tangan beliau. Sedangkan aku merasa kehilangan kitab itu seusai dari masjid. Tak mungkin Gus Saiful memasuki kawasan shaf perempuan kecuali untuk bersih-bersih di Jumat pagi. Astaghfirullahal'adzim, bukankah kitabku hilang sejak kamis malam.

Kubuka sampul kitab Ta'lim Muta'allim perlahan. Malam ini aku harus menyalin catatan milik Khaliza karena selama kitabku hilang aku hanya mencatat intisari dari pelajaran saja. Selembar kertas biru melayang ringan ketika aku membuka halaman-halaman kitab. Beberapa lembar kertas berwarna putih tampak kontras dengan isi kitab, kulihat sekilas kertas putih berisi puisi-puisiku yang kuselipkan kedalam kitab Ta'lim Muta'allim. Alhamdulillah, aku bersyukur puisiku masih utuh dan aman. Kualihkan pandanganku pada kertas biru yang kini berada dalam pangkuanku.

Assalamu'alaiki, Zahra

Tertegun membaca buah penamu. Masya Allah, indah dan halusnya kalimat membuat hatiku tergugah hingga ingin menangis. Sedemikian getar rindu pada Rasul-kah hingga engkau mampu menulis bait-bait kalimat itu?Puisimu indah sekali. Terasa sejuk dan menyenangkan saat dibaca. Hatiku merasa sedikit penasaran pada sebuah pertanyaan, pernahkah dirimu menulis untuk hal lain?

Tutur kalimatmu seakan menahan rindu yang luar biasa untuk Rasulullah. Sang lelaki penghuni surga. Lelaki surga.

Mohon atas ridhomu aku sempat membaca kata-kata indah itu. Maaf aku membaca tanpa izin darimu.

Aku berharap semoga hanya cinta Ilahi yang menuntunmu dalam mengukir kalimat.

Aku, pengagum puisimu.

Saiful.

____________________________________________________________________

1 Ditimbali kaliyan = dipanggil (oleh).

2 Ndak ngerti = enggak tahu.

3 Ndalem = rumah kediaman Pak Kyai/ Pengasuh Pondok Pesantren.

4 Nduk = nak (panggilan untuk anak perempuan).

5 Inggih, Ummi = Iya, Ummi (Ummi adalah panggilan untuk Bu Nyai yang artinya adalah Ibu. Karena Bu Nyai sudah dianggap sebagai Ibu sendiri)

Trilogi Safir SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang