Dalam salah satu meja bundar khas bar kini terisi oleh tujuh anak laki-laki. Di depan mereka teronggok beberapa gelas minuman dan botol. Gerombolan yang teridiri atas Radit, Reza, Nando, Rangga, Taufik, Dafa dan Daniel itu asyik berceloteh sambil bercanda. Reza, yang kini sudah duduk di bangku kuliah jurusan Manajemen Bisnis lah yang paling sering melempar candaan. Beberapa bulan yang lalu empat diantara mereka yang masih berseragam putih abu-abu itu, kini sudah menanggalkan seragam tersebut. Kini dalam gerombolan tersebut hanya tiga orang saja yang masih berseragam abu-abu dan menduduki tahun ketiga di SMA.
Plek!
Reza mengeluarkan segepok kartu kecil dari sakunya ke atas meja.
"Weh, gaple!" seru Dafa yang duduk di sebelah Reza.
"Udah lama nih kaga main gaple," timpal Taufik.
"Yuk main!" ajak si pembawa kartu domino itu.
Gaple merupakan sapaan akrab dari kartu yang isinya berupa gambar bulat-bulat itu. Menyebut kartu itu dengan kartu domino rasanya malah janggal di lidah mereka. Dulu tiap malam mereka sering main gaple di rooftop bistro. Markas besar geng Radit.
"Ayo lah. Kocok bor!" semangat Radit. Entah kenapa kata-katanya barusan malah terkesan ambigu.
"Arisan kali ah, dikocok." timpal Nando.
"Telor kali," ujar Daniel ikut menanggapi.
"Anu kali," kata Rafi.
"Ngeres lu, Raf." ujar Reza.
"Lah apanya yang ngeres? Mikir apaan lo emang?" ucap Rafi sambil cengengesan.
"Mikirin itu tuh, mbak-mbak sebelah kayaknya enak." ujar Reza asal sambil mengocok kartu. Ia tak lupa juga melirik ke meja sebelah dimana terdapat seorang gadis dengan pakaian terbuka sedang duduk di pangkuan seorang pria paruh baya yang kancing kemeja atasnya sudah terbuka.
Teman-temannya kemudian geleng-geleng kepala. Bahkan Dafa bergerak menempeleng Reza.
"Eh mainnya taruhan yuk!" ajak Reza.
"Ayok!" setuju Radit langsung. Dasar, padahal mahasiswa jurusan hukum tapi diajak taruhan malah langsung nge-iyain dengan gampangnya.
"Taruhannya apa dulu nih?" tanya Rafi.
Reza terlihat diam sebentar seperti berpikir. "Taruhan cewek mau?"
Sinting ini anak. Mungkin faktor tugas kuliah yang mengalir tanpa henti kali ya makanya bikin otaknya yang udah miring jadi makin miring.
"Call!" setuju Radit antusias. Nah kan tambah sinting lagi ini anak.
"Jadi ntar kalo kalian kalah dan punya pacar, pacar kalian jadi taruhan." usul Reza.
"Ogah!!" jawab Taufik dan Dafa bebarengan. Mengingat dua orang tersebutlah yang memang sudah punya pacar. Nando juga sebenarnya sudah punya pacar juga sih, tapi dia belum mengutarakan penolakannya pada permainan ini.
"Yaelah gue juga mau kali ngerasain pacaran," ujar Reza dengan tampang melasnya. Memang benar, tiga tahun di SMA dia belum pernah pacaran. Deket sama cewek sih iya, dia nemplok sana-sini tapi enggak ada yang dipacarin. Player sejati.
"Makanya kalo udah deket tuh langsung tembak," ujar Rangga.
"Tau tuh. Waktu itu deket sama Deandra, sekarang malah katanya udah enggak. Jadian kaga, udahan iya." kata Rafi sambil geleng-geleng kepala.
"Deandra siapa?" tanya Daniel.
"Ada lah, senior kampus. Cantik loh, mau lo?" tawar Rafi pada Daniel. Bahkan Rafi mengeluarkan ponselnya dan bersiap menunjukkan foto gadis bernama Deandra pada Daniel.
"Mau gue, mau." kata Radit antusias. Lah, yang ditawarin siapa yang antusias siapa.
"Tuh, Radit mau." kata Daniel.
"Kalo main gaplenya taruhan cewek, lo mau kan, Dan?" tanya Reza yang daritadi masih saja mengocok kartu gaple. "Ayo lah, mayan pulang darisini lo dapet cewek. Ye gak, Do?" lanjut Reza sambil memainkan alisnya pada Nando.
Nando diam dan tidak menggubris Reza karena fokus dengan foto yang ditunjukkan Rafi. Bahkan Rangga, Dafa dan Radit kini sudah merapat untuk melihat foto gadis bernama Deandra yang ada di ponsel Rafi.
"Gamau gue kalo taruhannya cewek. Ogah banget jadiin cewek gue taruhan," tolak Daniel langsung. Yah, kebablasan ngomong.
"Cewek lo? Lah, macem lo punya cewek aja, Dan." cibir Reza.
Taufik adalah satu-satunya yang mendengar percakapan antara Daniel dan Reza itu. Ia memicingkan matanya curiga. Daniel yang mendapati lemparan kecurigaan dari Taufik balik membalas tatapan Taufik dengan mengangkat dagunya sedikit.
"Woi, jadi enggak ini main gaplenya!? Malah pada ngeliatin fotonya Deandra," sungut Reza.
"Kalo taruhannya cewek, gue kaga ikut." tolak Dafa.
"Nah, Dafa kaga ikut, gue juga kaga ikut." kata Taufik mengikuti Dafa.
"Do, ikut ga?" tanya Reza pada Nando. Satu-satunya orang yang punya pacar, yang daritadi belum mengutarakan penolakan akan taruhan ini.
Nando menggeleng. "Bisa diamuk nyonya besar ntar,"
"Lah masa jomblo semua yang mau main!? Terus yang jadi taruhannya ceweknya siapa?!" seru Reza.
Rafi, Rangga dan Radit manggut-manggut.
"Gue juga kaga ikut," ucap Daniel mengikuti jejak Nando, Taufik dan Dafa.
"Lah, ini lagi, jomblo juga, gegayaan kaga mau ikut. Padahal mayan kan, siapa tau darisini pulang-pulang dapet cewek. Bisa ceweknya Nando atau ceweknya Taufik, atau ceweknya Dafa." kata Reza lagi masih ngebet pengen menjadikan cewek sebagai taruhan dalam permainan gaple kali ini.
"Ya kali mereka mau sama gue," ujar Daniel.
"Ah yaudah deh. Taruhannya ganti aja, gimana?" tawar Rafi.
"Call!" Daffa dan Taufik menjawab bersamaan.
"Yaudah, taruhannya diganti..." ucap Rafi menggantungkan kalimatnya sambil masih berpikir. "Johnny Walker, gimana?!"
"Call!" seru Radit lagi-lagi langsung setuju.
"Black premium!?" kata Reza dengan nada menggiurkan.
"Setuju!" kata Rangga sambil menjentikkan tangannya.
"Satu botol!" seru Reza lagi dengan semangat. Kali ini ia melemparkan ajakannya pada Nando dan Daniel.
"Ayok lah, kalo itu gue ikut," setuju Nando.
"Sikat bor!" ucap Daniel semangat menyetujui tawaran menggiurkan tersebut.
∞∞∞
Anggep aja ini sebagai pemanasan buat awal sequelnya yaaaaaw. kalo responnya bagus saya bakal cepet-cepet update next partnya lageeeeeeehhh
KAMU SEDANG MEMBACA
FORSAKEN
Teen Fiction[sequel of LOVELORN] Daniella Gevallini Pradipta. Lala hanya seorang gadis biasa yang sekarang sedang menjalani sebuah hubungan rumit yang disebut backstreet. Bak mantra ajaib, olokan yang sering teman-temannya rapalkan untuknya dan Daniel menjadi k...