CHAPTER V : GAGASAN MOVE ON

22 2 0
                                    

JANUAR HARRIS

Permintaan bodoh Viona masih melekat dengan baik di kepala gue. Seminggu ini gue uring-uringan cuma karena permintaan bodohnya.

Move on apaan, wong gue masih sayang banget.

Dan dikala gue lagi ada dalam mode senggol bacok bukan mode pesawat, The Script dengan sengaja dan terang-terangan nyidir gue lewat lagunya. Atau sebenarnya tukang setel lagu di kantin ini yang rese. Karena The Man Who Can't Be Moved mengalun di udara memenuhi suasana kantin kampus kali ini.

Tapi gimana gue mau ngejar lo lagi, Viona. Lo tahu gue nggak akan ngejar cewek yang memberi tanda larangan untuk gue dekati. Lo udah ngasih gue tanda larangan diatas rasa sayang yang nggak bisa gue hapus. Lo bikin gue kalah padahal gue belum start ngejar lo lagi.

"Lo banget ya, Kang Jamu." Vero yang baru sampai langsung cekikikan karena lagu The Script ini. Kampret.

"Lo datang-datang rese ya." Gue membuang muka malas.

"Tapi imut kan?"

"Imut dari hongkong"

"Bukan hongkong, bandung yang bener."

Stop lah. Gak mau gue ngobrol sama alien.

"Baru kita berdua yah. Yang lain lama." Vero meletakkan bubble tea warna ungu yang dia pegang dari tadi. Minuman kesukaan dia. Padahalkan air putih lebih bagus.

"Iya. Gino sama Keenan udah otw. Laura kayaknya setengah jam, masih ada pertemuan penting sama Himaju katanya."

"Kalau Farah?"

"Farah dikit lagi selesai kuliah. Mungkin setengah jam lagi."

Vero hanya mengangguk paham sebelum tenggelam dalam dunia yang ada di ponsel pintarnya. Palingan juga baca webtoon. Cewek itu sekarang lagi kegirangan dan heboh banget sama webtoon. Yang katanya cowok-cowoknya ganteng. Padahal cuma gambar doang. Bego emang temen gue.

"Lo kenapa sih Kang Jamu? Aura lo serem hari ini." Gue pernah bilangkan kalau Vero adalah pemerhati yang baik? Buktinya ditengah matanya yang sedang fokus membaca Webtoon, dia bahkan tahu gue lagi nggak mood sama sekali.

"Gue di suruh move on." Gue menjawab malas.

Vero juga sama. Bahkan terkesan menganggap perkataan gue adalah biasa. "Kan udah sering disuruh gitu sama anak-anak, gue juga kan."

Gue hanya merespon sambil berdeham. Sejujurnya gue sangat nggak siap untuk membuka hati. Tapi, gue adalah orang yang nggak akan membiarkan permintaan orang yang gue sayang hanya menjadi permintaan belaka.

Sekalipun sulit, gue akan mencoba.

Dan semuanya terasa rumit ketika gue mempertimbangkan apa jadinya kalau gue bilang ke Vero bahwa gue mau coba move on?

Tapi jika dipikir--memang Vero ini sedikit weird dari dibanding Laura dan Farah--Vero adalah mahasiswi yang paling banyak bergaul dan punya banyak teman dikampus. Kali aja kan salah satu dari temennya bisa gue gebet. Demi usaha gue untuk move on.

"Lo punya banyak kenalan cewek kan Ve?"

Vero hanya berdeham dan mengangguk sambil matanya fokus pada ponselnya. Tangannya meraih bubble tea miliknya dan mulai menyesap minuman yang di cap sebagai minuman kekinian itu.

"Kenalin gue ke salah satunya dong. Gue mau PDKT, biar bisa move on."

Lima detik Vero tidak bergeming setelah gue mencoba mengutarakan gagasan move on gue. Gue deg-degan. Kayak nunggu keputusan dosen mau lulusin gue di mata kuliahnya atau kagak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUMONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang