Secangkir teh merah

1K 86 8
                                    

Menyakitkan ketika anda berpikir bahwa anda memiliki arti hidup bagi seseorang. Kemudian, dia membuktikan bahwa anda salah. Ternyata, anda tidak berarti dalam hidupnya.

Setidaknya itu yang dirasakan Gempa pada kakak semata wayangnya.

TV menyala memerangi keheningan tengah malam suatu rumah sederhana nun jauh dari kesibukkan kota. Sang pemilik tak menampakkan diri diruang keluarga yang rekap sebagai ruang tamu juga. Dia sedang berada didapur menyeduh dua cangkir teh yang masih mengepulkan asap. Kedua matanya tertutup lembut. bibir ranumnya terkatup mendengungkan sebuah lantunan. Kepalanya terayun pelan kekanan dan kekiri. Mengikuti setiap nada yang ia buat. Begitu selesai, dia membawa dua cangkir tersebut menuju ruang tengah. Mata emasnya melirik jam digital diatas TV konde hitam.

00 : 45 A.M

Seketika raut lemah lembutnya berganti menjadi kesal dan khawatir. Diletakkan kedua cangkir tersebut diatas meja dan duduk disofa bersebrangan dengan TVnya.

"Uhh.. kalau disuruh gini, aja.. sampai malam dibelain. Giliran meluangkan waktu untuk menemaniku dirumah? Menyebalkan." Kedua pipinya menggembung. Tangannya meraih remote disebelahnya dan mengganti channel yang menurutnya bisa merubah mood. Tapi tetap saja, acara tengah malam tak ada yang seru. Mungkin beberapa berita atau promosi barang dagang? Konyol. Penipuan sudah merajalela dimana saja.

Menguap bosan, Gempa merebahkan tubuhnya kesamping. Menunggu kakaknya pulang kerja merupakan hal yang biasa ia lakukan. Ketika kakaknya pulang, dia harus melayani seluruh kebutuhan kakaknya. Menyiapkan teh, handuk, pakaian ganti, dan air hangat agar kakaknya dapat meregangkan otot setelah bekerja keras mencari secercah penghidupan.

Tok. Tok. Tok.

Ketukan dipintu membangkitkan tubuhnya. Berjalan cepat menuju pintu rumah disebelah TV, Gempa mengintip sedikit dari teropong pintu. Dia melihat sosok kakaknya yang balik menatapnya kesal. "Ini aku. Tak usah diintip lagi."  Gempa memutar bola matanya dan membuka kunci pintu rumah. "Iya, iya."

Cklek

Halilintar langsung masuk kedalam rumah tanpa salam apapun. Wajahnya terlihat begitu lelah dan sedang tak ingin diganggu. Pemuda beriris merah itu melepaskan tas gendongnya. Disusul melepas topi hitamnya dan membanting topi disisi kanan. Gempa menutup pintu dan menguncinya kembali.

Gempa mendekati Halilintar yang langsung menyeruput teh buatannya cepat. Lalu melepaskan resleting jaket. Gempa mengadahkan tangannya lembut agar Halilintar memberikan jaketnya. "Biar dicuci. Pakaian ganti nanti kusiapkan dikamar kakak. Cepatlah mandi lalu makan." Perintah Gempa perhatian. Halilintar mendengus malas.

"Gak mau makan, ah."

Gempa melempar pandangan ke Halilintar ketus, "Harus makan." Tegas Gempa tanpa keraguan. Langkahnya segera meninggalkan Halilintar di ruang tengah yang masih sebal karena paksaan sang adik untuk makan. Mengeluarkan amplop kuning serta ponselnya dari dalam kantong celananya, dia meletakkan uang tersebut diatas meja dekat cangkir milik Gempa. Memberikan seluruh gajinya untuk diolah adiknya. Baru dia bangkit dari sofa kulit dan berjalan menuju kamar mandi dekat dengan mesin cuci dimana Gempa mencuci jaketnya.

"Handukku mana?" Tanya Halilintar setelah melepaskan kaos merahnya dan dilempar ke bak pakaian kotor sebelah mesin cuci. Gempa menghentikkan kesibukkannya dan memutar badan sedikit menunjuk pintu kamar mandi yang terbuka. "Belakang pintu." Badannya kembali menghadap mesin cuci.

Halilintar terdiam sebentar menatap punggung adik semata wayangnya. Dia benar-benar menyayangi adiknya lebih dari apapun. Tapi, hatinya terlalu angkuh untuk menyatakan bahwa dia menyayangi Gempa. Setelah mendengar Gempa yang tidak suka pekerjaannya, dia semakin canggung saat dihadapkan oleh adiknya sendiri. Halilintar terlalu takut Gempa tak akan makan karena uang yang ia dapatkan. Takut Gempa putus sekolah karena malu terhadap pekerjaan kakaknya. Dan takut pekerjaannya ini merengut nyawanya sendiri sehingga meninggalkan sang adik sendiri diatas tanah. Tanpa bisa melindunginya, tanpa bisa membangun hidup Gempa agar lebih baik dari dirinya sendiri.

Blooded RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang