Prolog

178 11 12
                                    

Suara nyaring bersautan, terketuknya sang dewa cahaya dari peraduan menyingkirkan alam gelap yang kelam namun menjanjikan kenyamanan dalam buai mimpi.
Para cucu Adam yang masih terbuai dibawah alam sadar, mulai menyesuaikan diri akan kehadiran sang dewa cahaya yang memekakan penglihatan.
Salah satu cucu Adam telah bersiap menuju gedung angkuh-yang biasa disebut sekolah. Dengan langkah ringan, dia pun berjalan seolah tanpa beban-seperti kapas.
"Hai!" sapa seorang gadis bermata kelinci, dengan senyumnya yang menyimpan gigi gingsul lucu, rambut tergerai bebas dan hanya dijepit poni.

"Hai juga." Balas cucu Adam yang berjalan dengan sangat ringan ini. Namanya adalah Genahen. Terkenal dengan sosok tipikal yang cuek namun baik, dan selalu memiliki daya magis untuk menarik kaum Hawa kearahnya. Namun, hidupnya hanya untuk alat musik kesayangannya-biola.
Sedangkan sosok mata kelinci tersebut bernama Nayena. Gadis berpawakan tubuh mungil nan lincah memiliki rambut lurus dan hitam pekat yang senang dia gerai bebas. Sangat riang dan mudah bergaul. Bahkan dia dengan mudah bergaul dengan sosok Genahen yang berbeda jauh dengannya. Nayena sangat mencintai sastra dan suka menyanyi. Dia sangat senang dengan apapun yang berhubungan dengan sastra, bahkan tak jarang setiap waktu luangnya diisi dengan membuat karangan sastra atau menyanyikan senandung lagu yang sangat ia sukai. Tak jarang dia menyanyikan berulang-ulang hingga bosan.

Pukul 06.30
Bel berbunyi, menandakan akan segera dimulainya hari baru dengan pelajaran baru. Sebenarnya bukan baru, hanya saja sesuatu yang sama namun terasa berbeda.
Nayena duduk dibangkunya dan mulai membuka novel yang baru dibelinya semalam. Novel sebanyak 176 halaman, bukanlah hal baru untuk seorang Nayena. Bahkan dirumahnya banyak koleksi novel dan karangan sastra lainnya disebuah perpustakaan bawah tanah miliknya. Sementara Genahen, meletakkan alat musik yang sering dibawanya kesekolah. Ya, biola bagai semangat hidupnya. Tempatnya mencurahkan apapun yang dirasakan. Biola telah menjadi jiwa dalam hidupnya. Ibaratnya biola adalah Genahen dan Genahen adalah biola.
Tanpa sadar, waktu akan menggiring sesuatu yang mereka cintai kedalam takdir yang akan menuntun mereka kearah yang lebih panjang dan berbagai pelajaran hidup akan mereka petik.

Syair dan Melodi [VAKUM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang