Pink

783 93 38
                                    

Pink.

Satu kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang ditangkap oleh retina mataku. Tidak—aku tidak membenci pink.

Aku hanya tidak begitu nyaman dengan bunga.

"Wonwoo."

Sial.

Aku mendengarnya namun tidak berniat membalasnya.

"Jeon Wonwoo."

Aku tetap diam.

Sudut bibirku terangkat. Ini mulai menarik, pikirku.

"Kau butuh sesuatu, Tuan?"

Aku mendengar helaan napas yang cukup berat beberapa langkah dari punggungku. Kedua tanganku mencengkram erat besi pembatas balkon tempatku berdiri saat ini—dengan ayahku.

"Kalau ini tentang kau dan obsesi gilamu terhadap Soonyoung, aku menyerah, anak muda."

Aku merasakan sekujur tubuhku memanas. Aku meredamnya—besi di genggamanku sungguh berguna.

Aku menulikan telingaku untuk kesekian kalinya semenjak hari itu. Semenjak petang dimana Soonyoung menghilang.

Dia tidak benar-benar menghilang secara harfiah. Dia hanya... hilang dariku.

"Anak menjijikkan."

Decihan kentara dari Wonwoo membuat ayahnya mengepalkan tangannya dengan erat. Buku-buku tangannya memutih.

"Kau boleh mengataiku—tapi jangan sekalipun mengatai Soonyoung-ku. Kau bahkan tidak mengenalnya, Tuan."

Telak.

Wonwoo itu iblis. Semua orang yang mengenalnya tahu, terkecuali Soonyoung.

Semilir angin mulai terdengar nyaring beberapa saat kemudian. Seperti tak ada yang terjadi, Wonwoo kembali menatap taman di bawahnya.

Mungkin bukan taman—namun bunga.

Atau Soonyoung?

Soonyoung itu pink. Bukan karena baju yang ia kenakan berwarna pink.

Pink itu menenangkan. Soonyoung juga menenangkan dan menyenangkan.

...dan misterius.

Seperti ditelan bumi, ia tak ada di tempat perjanjian mereka. Tak ada pemuda dengan gumpalan pipi empuk yang bersedia memandangi bunga-bunga dalam diam di atas bukit.

Wonwoo bertanya—setidaknya ia berusaha. Ia membuang sifat antisosialnya demi Soonyoung.

Jawaban semua orang sama, Soonyoung sudah kembali ke Seoul.

Tak ada yang tahu alamat pastinya—sungguh tidak adil bagi Wonwoo.

Namun Wonwoo adalah Wonwoo. Seorang jerk dan nerd sepertinya tidak mengenal kata menyerah.

Sekali lagi—sebelum meninggalkan balkon rumahnya, Wonwoo menatap satu kelopak bunga berwarna pink dengan lekat. Ia mencari ketenangan yang ia rindukan.

Ia mencari—tidak, ia merindukan Soonyoung.

.
.
.

Musim semi memang indah—ia hangat dan tenang dengan warna khas pink-nya.

Hangatnya udara bahkan tidak lebih hebat dibandingkan keinginanku untuk tetap bergelung di dalam selimut tebalku.

Masih dengan selimut menutupi tubuhku, aku berdiri menghadap jendela—salah satu kebiasaanku yang tidak akan pernah terlewatkan.

UNIVERSE (WonSoon/SoonWoo/WonShi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang