Author's POV
Eris terlihat gelisah, sedari tadi dia mondar-mandir mengelilingi kamarnya sambil sesekali melirik ke arah jam dinding. Ia kalang kabut karena mendapati Raskal memberikannya sepucuk surat cinta.
Bukan hanya itu saja. Ia juga mengalami konflik batin, bingung antara memenuhi undangan Raskal, atau mengacuhkannya dan menganggap seolah-olah ia tak pernah membaca surat itu. Namun Eris juga takut jika seandainya Raskal benar-benar ke rumanhnya dan membuat kekacauan. Akhirnya setelah berdebat dengan dirinya sendiri, Eris memutuskan untuk memenuhi undangan dari Raskal, ia tak mau ambil resiko jika seandainya orang tuanya tau perkara dirinya dan Raskal. Ia masih ingin menjadi bagian dari keluarga Pramudya tentunya.
Dengan segera Eris mengambil celana jeans berwarna dark blue dan sebuah kemeja polos berwarna putih dari lemari lalu meletakkan kedua benda tersebut ke atas tempat tisur. Setelah itu ia berlari menuju kamar mandi.
***
Eris melangkahkan kakinya memasuki cafe GoldenStone. Di tangan kanannya terdapat kertas berwarna biru muda yang sempat membuatnya syok beberapa jam yang lalu. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru cafe, berusaha mencari keberadaan Raskal. Namun ia tak kunjung menemukan Raskal dimanapun.
"Sorry, bisa minggir nggak?? Jangan berdiri di depan pintu." Ucap seseorang dari belakang Eris. Reflek Eris menghadap kebelakang, dan seketika itu juga ia terkejut.
"Sesum? Ngapain elo disini? Nah, itu pipi lo bengkak kenapa? Sakit gigi? Tapi kok kayak memar gitu? Ikut tawuran lo?" Pertanyaan Eris yang berentet-rentet membuat Dicky bingung menjawabnya. Bahkan Dicky berani bertaruh bahwa Eris tidak bernafas sama sekali ketika mengajukan banyak pertanyaan seperti itu. Tapi satu hal yang membuat Dicky tertarik, selembar kertas berwarna biru yang dipegang oleh Eris.
"Cerewet amat sih. Elo sendiri ngapain? Dan kok kayaknya gue kenal ama kertas yang elo bawa."
Eris dengan segera menyembunyikan kertas dari Raskal itu di belakang punggungnya, ia tak mau Dicky mengecapnya gay ketika tau isi dari kertas yang menjadi sumber kegelisahannya. "Kepo deh!!" Bentak Eris.
Dicky curiga dengan gelagat Eris. Dengan paksa ia menarik tangan Eris, sehingga kertas tadi berada di hadapan Dicky. Sesegera mungkin ia ambil kertas biru itu dan mulai membacanya. Sementara itu Eris hanya menutup mata dan kedua telinganya, mangantisipasi semua omongan yang mungkin keluar dari mulut seniornya itu.
"Elo dapet ini darimana Ris?" Tanya Dicky sambil mengamati kertas itu dengan seksama, bahkan keningnya sampai berkerut-kerut.
Tidak ada jawaban yang terlontar dari mulut Eris. Ia masih tetap menutup mata dan telinganya dengan rapat. Jadi tidak heran jika Eris tidak menyadari pertanyaan dari Dicky. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Dicky mulai geram. Ia mengguncangkan bahu Eris kuat-kuat.
"St..stop sesum. Gue pusing!!" Berontak Eris.
Dicky melepaskan cengkramannya dari bahu Eris. "Emm... Ris, kayaknya orang-orang mulai ngeliatin kita berdua. Mending duduk aja dulu biar nggak malu-malu amat." Ucap Dicky sambil mendorong punggung Eris menuju salah satu meja yang kosong.
Setelah mereka duduk, Dicky kemudian memanggil waiter. Ia menyebutkan makanan beserta minumannya kepada waiter, begitu pula dengan Eris.
"So, elo dapet surat ini dari mana?" Tanya Dicky ketika waiter tadi sudah pergi meninggalkan mereka.
"It's not your business!" Cetus Eris sambil memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Me are Gay
Teen FictionDicky Refandra, si captain basket yang terkenal gay di sekolahnya jatuh cinta pada ketua osis-nya yang bernama Raskal Wiradana. Dan tentunya Raskal bukan termasuk dalam golongan lelaki yang suka pada sesama lelaki. Lanjut sendiri yak kalau penasa...