THANTOPHOBIA

202 29 0
                                    

(n) Fear of losing someone you love

Cha's
4 months and 16 days ago

Langit sudah terlalu gelap, dan tak ada tanda tanda bahwa Jongdae akan pulang dalam waktu dekat. Sudah sejak tadi aku resah perihal Jongdae yang belum juga memberitahuku soal keterlambatannya untuk kembali ke apartemen.

“Yah.. Kim Jongdae dimana kau? sudah jam 10 lewat kenapa kau tak juga pulang?” gerutuku sambil mengutak-atik ponselku entah untuk kesekian kalinya, barangkali ada pesan atau telepon darinya yang ku lewatkan. Tapi lagi lagi, nihil. Ia tidak menelepon atau mengirimiku pesan sama sekali.

Aku mencoba meneleponnya nada tunggu pertama terdengar, nada tunggu kedua, ketiga, dan akhirnya pada nada tunggu yang hampir kelima, ia mengangkat teleponku.

“Hei, Seeun. Ada apa?” terdengar suara paraunya diseberang sana.

“Kau pulang jam berapa? Ini sudah jam 10 lewat. Jangan memforsir dirimu. Suaramu sudah terdengar parau.” kini aku benar benar khawatir pada Jongdae yang bahkan lewat suaranya pun mampu aku tafsirkan bahwa ia benar benar kelelahan.

“Iya.. aku tahu itu, sayang. Sebentar lagi aku pulang, ya?" negosiasi Jongdae selalu menjadi andalannya saat ia terlambat pulang dan aku hanya mendesah berat dengan sebuah kekhawatiran.

“Baiklah. Kutunggu kau hingga jam 11.15 kalau kau pulang lebih dari jam itu tak akan ku bukakan pintu karena aku sudah mengantuk.” ancamku. Walaupun aku tahu pada akhirnya aku pasti akan menunggunya hingga ia benar benar sampai pada apartemen.

Terdengar Jongdae yang tertawa kecil di seberang sana. “Jadi ini gunanya aku tidak boleh memegang kunci apartemen juga? Supaya kau bisa menyuruhku pulang?” aku mendecih pelan, ia bisa tertawa dan melucu disaat aku benar benar cemas akan keadaannya.

Ya, walaupun pada kenyataannya itu hanya sebuah trik kecilnya untuk tidak membuatku cemas akannya.

“Ya.. Kim Jongdae aku serius. Aku hanya
tidak mau kau terlalu lelah. Aku tak mau kau sakit.”

“Arraseo. Sebentar lagi aku pulang, sayang. Jangan kunci aku, ok?”

“Ok. Asal tidak lebih dari jam 11.15.” titahku dengan penuh penekanan pada batas waktu yang aku berikan untuknya.

“Siap, Nyonya Kim!”

“Ya! Aku bukan ibumu!”

“Tapi cincin yang melingkar di jari manismu mengatakan bahwa kau calon istriku. Bye!” kini intonasi suaranya sudah sedikit lebih santai dan begitu bersemangat. Aku menghela nafas lega.

“Dengan itu ia menutup telepon ku? Cih! Dasar.” Omelku pada layar ponselku yang sudah beralih memperlihatkan wallpaperku.

Fotoku dengannya di Disneyland Jepang tahun lalu.

“Aku rindu menghabiskan waktu denganmu Jongdae.” Ucapku dengan menghembuskan napas yang kembali memberat seraya mengusap cincin emas putih yang kami jadikan sebuah simbol ikatan antara aku dan Jongdae beberapa waktu lalu.

Aku dan Jongdae resmi bertunangan seminggu yang lalu. Jongdae mengahadiahi sebuah apartemen mungil dekat kantor kami, yang tentunya untuk kami berdua sama sama tempati. Ia berkata bahwa jika nanti aku dan dia kembali mengikat dengan ikatan yang lebih serius, ia akan membeli rumah.

Ia akan membelinya disebuah lingkungan yang cukup tenang.

Namun aku menyangkalnya, mengatakan bahwa dimanapun itu, aku akan senang tinggal bersamanya. Bahkan jika aku dan Jongdae harus melewati masa masa sulit yang tak diduga.

[✔] SAUDADE || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang