Jangan lupa Vote dan Comment, oke?!?!
°°°
~Selamat Membaca~
°°°
Aroma harum cokelat yang berasal dari arah dapur seakan menghipnotis Reva yang baru saja memasuki rumah untuk langsung melangkah menuju ke dapur. Di sana mamanya baru saja mengeluarkan dua buah loyang brownies cokelat yang sudah matang dari dalam oven.
"Kok tumben Mama bikin kue?" Sosor Reva sembari menarik kursi meja makan, lalu duduk di atasnya.
"Mama mau bagi-bagi ke tetangga, sekalian kenalan gitu lho. Nanti kamu temenin Mama ya." Ujar Mama seraya meletakkan brownies yang sudah matang itu di atas piring.
Reva terdiam sejenak sambil menyibukkan diri mengetuk-ngetukkan jari. "Tapi... aku nggak usah ikut ya ke rumah yang di depan itu? Nanti aku temenin Mama ke rumah tetangga yang lain aja." Reva menyengir kaku.
Mama memasang wajah bingung ketika Reva seolah menghindari rumah tetangga depan mereka. "Lho, kenapa? Itu kan rumahnya Bu RT yang semalam datang ke sini."
Reva menyengir tak enak karena tidak ingin ke rumah Tante Sarah, alias Bu RT yang tinggal di seberang rumahnya itu. Walaupun baru sekali bertemu, Reva sangat menyukai Tante Sarah yang baik dan lucu. Namun, Reva enggan pergi ke sana sebab tak ingin bertemu Reno yang ternyata adalah anak Tante Sarah.
Reva terdiam sejenak sebelum akhirnya menggeleng kepala. "Enggak kok, Mah. Gak papa. Nanti aku temenin Mama deh ke sana." dia tak tahu harus beralasan apa kepada Mamanya. Tak mungkin Reva bilang ke Mama kalau dia benci bertemu Reno di sana. Dengan berat hati Reva pun akhirnya mengiyakan permintaan Mama.
Di kamarnya, Reva melangkah menuju balkon kamarnya. Dia senang pada akhirnya keluarganya bisa pindah ke rumah yang lebih besar. Sebelumnya mereka hanya tinggal di rumah yang terbilang kecil dan sederhana. Namun, 2 tahun setelah Papanya naik jabatan di perusahaan yang sudah 10 tahun mengabdi menjadi pegawai di sana, akhirnya dari hasil tabungan Papa dan Mama mereka dapat membeli rumah yang jauh lebih besar di sebuah kompleks perumahan elit.
Sebelumnya, Reva harus datang 1 jam lebih awal agar tidak terlambat datang ke sekolah sebab jarak rumahnya ke sekolah lumayan jauh, ditambah lagi macet yang selalu terjadi setiap pagi. Dan kini Reva tak perlu lagi berangkat sekolah pagi-pagi sekali, karena jarak rumah ke sekolahnya sudah dapat ditempuh hanya dalam 10 menit dengan menggunakan motornya.
"Kakak, Kakak!"
Reva menoleh saat adiknya, Gibran, masuk ke dalam kamarnya sambil berteriak memanggilnya.
"Kak, Kakak liat nintendo-ku nggak? Masa dari semalam aku gak ketemu-ketemu." Tanya Gibran yang sudah keringatan entah habis melakukan apa.
"Kemarin waktu beres-beres kamu taruh di mana? Nggak kamu tinggalin kan di rumah lama?" Reva balik bertanya karena dia juga tidak melihat mainan adiknya itu.
"Enggak kok. Semalam aku mainin waktu kita mau pindah, tapi aku gak ingat taruh di mana." Pungkas Gibran dengan muka lelahnya. Dia kini terlihat sedang menahan tangis.
Reva mencoba mengingat-ingat kapan terakhir kali dia melihat adiknya itu memainkan nintendo-nya. Tadi malam seingatnya ketika dia dan keluarganya hendak menuju ke rumah baru mereka ini, adiknya memainkan nintendo-nya itu sebelum masuk ke mobil. Namun, setelah itu Reva tidak tahu lagi, sebab ketika hendak menuju ke rumah ini dia sendiri mengendarai motor vespa maticnya. Sedangkan kedua orang tua beserta adiknya menggunakan mobil.
"Kamu udah coba tanya Mama belum?" tanya Reva memastikan.
"Udah, tapi Mama bilang gak liat juga. Aaaaa kayak mana ini, Kak?" Rengek bocah kelas 3 SD itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENO: An Annoying Guy
Teen Fiction[ON GOING] Reno, cowok tampan dan tengil dengan beragam macam kelakuan yang membuat orang di sekitarnya harus mengelus dada untuk menenangkan jiwa dan raga oleh tingkah absurdnya yang dapat memancing emosi siapa pun yang menjadi korban kejailannya. ...