Need Time

119 5 4
                                    

"Cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Jika kamu telah merasakan apa itu cinta, maka bersiap-siaplah mengambil semua resiko rintangan dari yang paling ringan hingga ke yang paling berat."

                                    * * *
Sharla terus mendekap bantalnya ke kepalanya erat-erat. Dia tidak bisa tidur, sedari tadi kepalanya terus memikirkan seorang pria yang entah kenapa bisa terus datang di pikirannya Sharla. Nama yang terus bertengger di pikiran Sharla adalah Benjamin jaden. Hanya sehari saja mereka bertemu, Sharla sudah memikirkan pria itu tak tenang, kok bisa sih?

"OH GOD! WHY? KENAPA GUE MIKIRIN DIA TERUS SIH?!" Teriak Sharla kencang sambil melemparkan bantalnya ke lantai.

Pintu kamar Sharla tiba-tiba terbuka lebar, Sharla tersentak kaget melihat pintunya yang dibuka dengan sangat cepat. Ayahnya muncul dengan wajah panik, di belakang ayahnya ada ibunya yang juga menampakkan wajah khawatir. Sharla kebingungan melihat tingkah laku mereka berdua, ada apa ini?
Ibu Sharla kemudian masuk dan membereskan bantal-bantal yang berserakan di lantai. Setelah itu ibunya duduk di samping tempat tidur anaknya menghadap Sharla disusul ayahnya.

Ibunya mengelus pundak Sharla dengan lembut "Kamu kenapa malam-malam begini teriak-teriak? Ada masalah apa? Cerita dong sama mama."

Sharla seketika sadar, ternyata mereka panik karena Sharla berteriak sangat kencang. Mungkin seperti serigala yang meraung di malam hari. Mulut Sharla langsung ber-oh mengerti. "Ooh, itu ma.. ehm.. tadi.. ada masalah aja di kantor." Jawab Sharla gugup.

Ayah Sharla tertawa kecil sambil menepuk pundak Sharla "Masalah apa? Ayah tahu kamu seperti itu karena pria tadi kan? Benjamin kan? Kamu suka dengannya?"

"Iihh najis yah. Ya enggalah yah, masa Sharla bisa suka sama pria jahat kayak gitu."

"Jangan salah loh Sharla, mama aja bisa suka sama ayah kamu karena dia sering jahilin mama." Kata ibunya membenarkan.

"Itu kan mama, bukan Sharla." Jawab Sharla cuek sambil membenarkan posisi tidurnya.

"Yaudah, kalau kamu udah suka sama ehm.. si itu.. terus terang aja ya sama mama." Sindir ibu Sharla sambil terkekeh kecil.

"Iya maaa, udah ah Sharla mau tidur."

"Yaudah, ayah sama mama pergi dulu ya." Kata ayah sambil mengandeng istrinya dengan saat mesra keluar kamar.

"Kapan ya gue bisa kayak mereka? mesra amet dah." Ucap Sharla sambil menatap langit-langit kamar yang kosong.

Drrt..drrt... handphone Sharla bergetar seketika, dengan cepat Sharla membenarkan posisinya menjadi duduk dan mengambil ponselnya yang ada di meja rias.

"Ada nomor tak dikenal, siapa dia?" Gumam Sharla kebingungan.

---
Dari : 0823xxxx76xx
Hai Sharla! This is me, Benjamin. How was your day? :) lusa kita akan pergi ke singapura untuk membahas proyek ini lebih lanjut. Semua sudah diatur oleh asisten gue, jadi lo tinggal bawa diri aja.
---

Ternyata nomor tak dikenal itu dari Benjamin. Sharla menghela napas lemas. 2 hari lagi ia akan pergi dengan Benjamin, orang yang baru dia kenal barusan. Seberapa lama ia harus menetap di singapura? mudah-mudahan hanya 1 malam, kalau bisa mah sejam.

Sharla kemudian memencet nomor tersebut, menggantikan namanya menjadi Benjamin. Tetapi karena tangan Sharla yang kegatelan, entah kenapa ia memencet tanda call. Dan saat Sharla ingin mematikan callnya dengan memencet tombol merah, ia terlambat. Kini sambungan teleponnya sudah diangkat oleh pemilik nomor tersebut.

"Bounjour my beautiful girl"sebuah suara berat terdengar dari ujung telepon.

"Hai Ben, berapa lama kita bakal di singapura? Aku ingin cepat-cepat pulang. Kalau bisa sih cuma sehari aja disana. Terus pas disana, aku tinggal di hotel mana ya?" Tanya Sharla penasaran.

"Minimal sebulan disana, dan kita engga tinggal di hotel, kita tinggal di apartemenku, condo lebih tepatnya." Ucap Benjamin santai.

"a..apa..?!? sebulan? engga, ini engga bisa. Entar perusahaan gue siapa yang atur kalo gue engga ada disana?"

"Ayah lo ga bilang apa-apa sama lo ya? dia bilang dia yang ngatur perusahaan itu pas lo engga ada. Dia malah bilang ke gue jangan cepet-cepet pulangnya."

Sharla tidak memberi jawaban apapun kepada Benjamin. Setalah perkataan Benjamin terlontar bahwa ayah Sharla tidak ingin Sharla cepat-cepat pulang, Sharla langsung memutuskan percakapan mereka dengan menekan tombol merah dan langsung menghempaskan handphone itu ke meja cukup keras.
Omg daddy! Sharla tercengang mendengar perkataan Benjamin. Ayah suruh Sharla jangan cepet pulang? But why? Argh!! Otak Sharla sudah dipenuhi oleh virus-virus stress yang menjalar kemana mana. Kini Sharla tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia butuh menenangkan diri secukupnya.Mudah-mudahan 2 hari ini bisa cukup untuk Sharla beristirahat sebaik-baiknya dan setelah itu ia harus pergi bersama pria yang membuat otaknya kian stress.

•••
Xoxo, Silvia's

Pounding On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang