Serba Salah

95 4 0
                                    

" Aku tidak akan menyakiti orang yang aku cintai, karena itu sama saja seperti aku menyakiti diriku sendiri."

***

Sharla pergi mencari Benjamin kemana-mana. Tapi hasilnya nihil. Sedari tadi Sharla menelepon Benjamin berkali-kali, tetapi tidak diangkat olehnya. where is Ben? Sharla terus mencari Ben tanpa lelah. Dan tanpa disengaja sorot mata Sharla tertuju pada seorang pria bersama seorang wanita yang kurang lebih berumur 40 tahun. Itu Benjamin, tapi dia bersama seorang wanita. Siapa dia? Sharla tidak mengenal wanita itu sama sekali. Dengan langkah kaki yang lambat Sharla menghampiri mereka berdua yang sepertinya sedang membahas sesuatu yang sangat penting. Mereka tersadar akan kehadiran Sharla.

"Ehm... sepertinya pembicaraan kita sampai disini saja. Ingat janji kamu, jangan dekati dia." Pamit wanita itu yang langsung beranjak pergi keluar cafe.

Benjamin kemudian berdiri dan langsung menarik lengan Sharla pergi keluar dari tempat itu. Sharla melihat wajah Benjamin penuh dengan kekecewaan, juga amarah. Kini lengan Sharla terasa sakit karena genggaman Benjamin yang sangat erat. Sharla meringis kesakitan. Sharla harus berhati-hati dengan Benjamin, raut wajahnya tidak menggambarkan wajah kegembiraan, melainkan wajah penuh dengan emosi.

"Kamu kenapa? Siapa wanita tadi?" Tanya Sharla polos sambil mengelus tangan Benjamin.

"Bukan siapa-siapa. Kita pergi makan yuk, pasti kamu lapar." Ajak Benjamin yang beralih mengganti topik pembicaraan.

"Kenapa Ben?" Tanya Sharla.

Benjamin diam.

"Ben, Kenapa?" Ulang Sharla yang sedikit meninggikan suaranya.

Masih diam.

"Ben! Kenapa sih? Apa yang kamu sembunyikan?" Bentak Sharla.

"Diam! Lo gak perlu tau privasi gue, kita hanya sebatas teman kerja. Jangan pernah tanya apapun tentang hidupku lagi. Lo ga penting buat gue." Benjamin menghempaskan tangan Sharla dengan sangat keras. Wajahnya penuh dengan amarah.

Tak disadari air mata Sharla keluar setetes demi setetes. Pipi Sharla sekarang basah karena air mata yang menetes, mulutnya bergetar. Sharla tahu, dia bukan siapa-siapa Benjamin. Hanya sebagai teman kerja.

Ingat Sharla, tanamkan dia di otakmu bahwa dia hanya sebatas teman kerja. Enggak lebih dari itu. Jangan coba-coba buat hati kamu untuk mencintainya. , kata-kata itu terus terucap di pikiran Sharla.

Sharla terus mengusap air matanya secara kasar. Benjamin sama sekali tidak melirik Sharla, ia tidak peduli dengan Sharla. Sharla sudah lemah, hatinya lemah. Ia ingin jauh dari Benjamin, hati Sharla memang sangat lemah. Sekali saja hatinya disentuh dengan amarah orang lain, hatinya akan melemah. Apalagi jika ia dimarahi orang yang ia cintai. Mungkinkah Sharla sudah mencintainya? engga, engga mungkin.

Sharla yang sedari tadi terus menunduk menatap lantai, kehilangan jejak Benjamin saat ia mengangkat wajahnya kembali. Benjamin telah menghilang, Benjamin meninggalkan Sharla sendirian disini. Apa yang terjadi dengan Benjamin? Sudah tidak penting bagi Sharla untuk memikirkan lelaki yang telah membuat menangis seperti ini.

"Lo ga penting buat gue." Tak tahu kenapa Sharla terus memikirkan perkataan Benjamin tadi. Setiap Sharla memikirkan kata-kata itu, hatinya semakin sakit. Entah kenapa hatinya bisa selemah ini.

Sharla balik menuju apartemen Benjamin. Ia tidak ingin bertatap muka dengan Benjamin, matanya tidak ingin menemui sesosok pria yang baru saja membuat hati Sharla sakit.

Sharla keluar dari lift, lalu berhenti di hadapan sebuah pintu berwarna putih dengan corak emas. Pintunya terbuka, tidak terkunci. Dengan hati-hati Sharla berjalan masuk tanpa suara, di meja makan sudah tergeletak 2 beer kosong dan 1 vodka kosong. Tumpahan air bercampur beer sudah tercecer kemana mana, dapurnya sangat berantakan. Langsung saja Sharla mencari Benjamin. Dan Sharla tersentak ketika melihat Benjamin tergeletak di lantai memegang cangkir yang sudah pecah. Tangan Benjamin mengeluarkan darah, masih mengalir sampai sekarang. Sharla panik, ia segera mencari first aid box , mengambilnya dan mulai membersihkan darah Benjamin, mengobatinya kemudian menutupnya dengan perban. Dengan tergopoh-gopoh Sharla menarik Benjamin menuju ruangan Benjamin, menidurkannya dikasur kemudian menutupi Benjamin dengan selimut sampai ke leher. Setelah itu Sharla beranjak keluar kamar Benjamin dan mulai membersihkan dapur yang sudah tak enak dipandang, memang sangat kotor.

Setelah membersihkan dapur, Sharla langsung pergi ke kamar tamu dan langsung merebahkan tubuhnya yang sudah pegal daritadi. Punggung Sharla sudah sangat kaku, Sharla sudah sangat lelah. Dengan sekejap Sharla sudah terlelap dengan posisi telungkup.

•••
Xoxo, Silvia's

Pounding On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang