I. Pertemuan

22 5 2
                                    


Resita POV. Kembali ke bulan Mei tahun 2016
Jadi ceritanya mundur 30 tahun dari masanya Sharon 👼

                                 👑👑👑

Aku sudah tidak sabar lagi tiba di Bali. Pokoknya nanti di Bali aku akan buktikan kalau aku bisa berubah.
Sambil bercakap-cakap dengan diri sendiri, aku memandangi pantulan bayangan cermin besar di salah satu sudut saat melangkah memasuki badan pesawat.
Entah mengapa sampai sekarang aku begitu tidak percaya diri. Selalu saja ada yang kulihat tidak sempurna di diriku.
Aku selalu merasa kalau orang lain jauh lebih baik.
Untung saja, aku punya tekat. Ya tekat untuk berubah.
"Serius engkau pilih wahana di Bali, Re? Ah, kita 'kan sudah janjian tetap di Manado?" Masih teringat betapa kesalnya Sandra saat melihat hasil pakta integritas yang menuliskan kota Denpasar.
"Iya Sa. Maaf. Aku punya banyak pertimbangan dan perencanaan untuk karirku kedepannya."
"Tapi engkau sudah janji ke aku Re. Ahh.. kau memang maunya maju sendiri."
Lebih terbayang jelas saat Sandra meninggalkanku dengan wajah kecewanya.
Aku sangat ingin mengejarnya, menceritakan padanya kenapa aku memilih  keluar kota.
Tapi ya sudahlah. Biarkan dia memuaskan perasaannya yang selalu merasa benar.
Perhatian-perhatian para penumpang pesawat Garuda Indonesia. Dalam 10 menit kita akan segera mendarat di Bandara Ngurah Rai Bali. Mohon kenakan sabuk pengaman Anda.
Suara awak pesawat membuyarkan lamunanku. Aku memandangi awan, laut dan bangunan yang tampak sangat kecil di bawah sana.
Jiwaku tergugah. Banyak yang bilang walaupun hanya setahun tapi internsip membekaskan banyak cerita.
Sungguh tidak sabar rasanya menikmati alur cerita yang tercipta untukku.
Hanya dengan modal nekad, sebentar lagi aku akan menjejakkan kaki di pulau yang sebelumnya  belum pernah ku  kunjungi. Aku sudah menyusun setiap tempat untuk dikunjungi.
Dan siapa tahu bisa bertemu jodoh bule Eropa atau oppa Korea.
     
                              👑👑👑

"Non ini Rumah Sakit Bhayangkara-nya. Sedikit lagi kita tiba di tempat tujuannya Non."
Dengan ramah, Pak Kresna, seorang bapak separuh baya yang ditugaskan untuk menjemputku calon penghuni kos lumayan mewah yang ku temukan di internet, menjelaskan beberapa tempat yang kami lewati saat perjalanan dari bandara.
"Besar juga Pak, Rumah Sakitnya."
"Iya Non.. ini ituh rumah sakit swasta favorit orang-orang golongan menengah ke atas.. Kalau nanti Non butuh saya untuk antar jemput, saya bersedia Non.."
"Oh iya Pak.. kalau saya bayar bapak perbulan gimana? Untuk antar saja Pak tiap pagi soalnya pulangnya saja fleksibel."
"Tidak usah dibayar Non. Saya tulus antarnya"
Ahh.. aku tidak biasa menerima sesuatu dari seseorang dengan cuma-cuma.
"Saya pertimbangkan dulu Pak."
"Non.. kita sudah tiba. Ini kosannya untuk setahun ke depan.."
Sambil membantu menurunkan barang-barang aku melihat rumah itu berkeliling.
Lebih besar dari gambar yang sebelumnya dikirimkan ke padaku.
"Oh iya Non. ini kunci rumahnya.. non masuk saja dulu. Nanti saya menyusul bawa barang-barangnya. Non bisa duduk  dulu di ruang tamu."
"Tidak apa-apa Pak. Saya bisa kok bawa semuanya sendiri. Bapak tinggal tunjukkan saja kamar saya yang mana."
"Jangan begitu Non.. nanti saya kena marah dari bos. Oh iya di dalam itu ada 4 kamar Non.. di bawah ada 3 kamar.. kamar Non yang dekat ruang tamu, sebelum tangga ke lantai 2.."
"Terima kasih Pak. Biar saya bawa 1 kopernya"
Kutinggalkan si Bapak di belakang. Dengan sekuat tenaga aku membopong sebuah tas ransel di punggung dengan sebuah travel bag di tangan kanan dan koper di tangan kiri melintasi halaman.
Dan.. lega rasanya bisa menggapai ganggang pintu depan rumah.
Kuncinya mana? Kuncinya perasaan tadi di kantong baju?
Saat masih sibuk merogoh, seseorang telah berhasil membuka pintu dari dalam. Dan seseorang itu kini berdiri di hadapanku..

                                    ***

Update tanggal 22 April 2017

(Tak) TerbatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang