IV. Ampun DJ

14 3 0
                                    

👑👑👑

Dia yang berdiri di hadapanku tidak tahu sedikit pun tentangku.
Dan sepertinya dia tidak sadar kalau aku tahu segala tentangnya.
Hmm.. tidak segalanya tapi hampir segalanya.

"Hai. Ada yang bisa saya bantu?"

Aku terkejut. Seseorang itu sungguh berdiri di hadapanku. DJ Eds berada tepat di depanku. Aku bisa melihat dengan sangat jelas wajahnya yang putih dan terawat. Tak ada jerawat.

"Oh iya. Saya Resita yang waktu itu mengirimkan email untuk menyewa satu kamar di rumah ini untuk setahun ke depannya."

"Silahkan masuk Resita. Saya Edward pemilik rumah ini. Kamar kamu di ujung sana. Kuncinya sudah dikasi sama Pak Kresna? Maaf saya sedang buru-buru. Saya pamit dulu." Dan dia berlalu.

Seperti kejatuhan durian runtuh. Tak pernah kubayangkan perjalanan pertamaku ke Bali dimulai dengan manis. Rasanya sangat bahagia dan beruntung bisa serumah DJ Eds yang ternyata nama aslinya Edward.
Aku serumah dengan idolaku. Kini, bukan hanya dia yang akan ada di hidupku. Aku akan ada di hidupnya.

***

05.00
Aku dibangunkan oleh suara pintu yang dibuka dengan kasar.

"Edward, sini dong. Mau kemana?  Mana musiknya?" Seorang wanita membuka percakapan. Sepertinya dia sedang mabuk. Aku mengira-ngira apa yang sedang terjadi di luar. Aku tidak punya keberanian yang cukup untuk keluar atau hanya sekedar mengintip.
Yang kupunya hanyalah kedua kuping yang siaga mendengar.

"Cukup Tamara. Kamu bisa bikin satu rumah ini bangun karena suaramu. Ayo ikut aku ke atas. Kamarku di lantai 2. Nanti pagi aku antar kamu pulang."

Aku kaget. Edward maksudku DJ Eds akan membawa wanita itu ke kamarnya? Sebebas itukah hidupnya? Dan segampang itukah wanita yang disebut Tamara tadi masuk ke kamarnya? Mereka pacaran? Atau jangan-jangan istrinya? Tapi kalau istrinya pasti dia tidak perlu mengantarnya pulang pagi nanti.
Aku yang sudah berumur 25 tahun ini saja selain masuk ke kamar ayah dan kakak laki-lakiku, belum pernah masuk ke kamar pria lain. Jangankan untuk bermalam, untuk bertamu saat hanya berdua saja aku pasti akan kabur.
Aku tidak punya keberanian terlalu lama dengan pria.
Aku mendengar langkah-langkah kaki , Edward sepertinya sedang membopong Tamara di menaiki tangga.
Aku mencoba untuk kembali terlelap tapi tak bisa.
Ku coba lagi tetap tak bisa.
Semakin ku coba semakin tak bisa. Akhirnya aku memutuskan untuk bangun, berdoa, mandi dan mungkin setelah itu aku akan mencoba tidur kembali.
Aku sengaja datang ke Bali, 2 hari lebih cepat dibandingkan jadwal untuk mulai bekerja di Rumah Sakit yang ditetapkan pemerintah.
Selain ingin menyesuaikan diri dengan rumah, aku juga perlu untuk kenal kota ini setidaknya tahu sekilas budaya mereka.

08.00
Aku keluar kamar, rumah sepi, 2 penghuni kamar disebelahku sepertinya telah berangkat ke kerja. Saat diperjalanan dari bandara Pak Kresna bercerita kalau di rumah itu penyewanya semuanya perempuan. Thalia, di kamar nomor satu kerja di Bank sedangkan Natha di sebelahnya punya butik yang dia kelola sendiri.

"Non, makanannya ada di meja. Saya sudah siapkan dari tadi tapi sepertinya Non Thalia dan Nata tidak sempat sarapan."

Seorang wanita separuh baya mengagetkanku. Biaya yang kukeluarkan untuk menyewa kamar di rumah ini memang tidak murah. Tapi aku suka karena jaminan pelayanan yang sudah termasuk laundry, makan 3 kali sehari, kebersihan kamar, WiFi gratis dan terlebih penghuninya cuma 3. Berempat dengan Edward maksudku.
Edward? Aku mulai berpikir, waktu itu Edward ke Manado karena orderan, dan dari stalking media sosialnya dia seharusnya tinggal di Surabaya, dan anehnya mengapa aku bertemu dengan dia disini? Di Bali? Apa dia hanya menerima orderan? Seminggu? Sebulan?

"Terima kasih."
Kataku menghargai dan segera menuju meja makan.

Hari pertama. Aku tidak ingin mengacaukannya dengan komplain masalah makanan. Aku cukup selektif dengan makanan yang ku makan. Harus 5 sehat 4 sempurna. Yang paling penting ada sayurnya dan tidak ada makanan berminyak.

"Eds, jangan lupa proyek besok malam."
Tamara dan Edward berjalan menuruni tangga.
Oh, gadis ini yang mengganggu tidurku tadi pagi?  Dengusku kesal.
Cantik. Sangat cantik. Dia sepertinya seorang model.

Tersadar. Aku segera pura-pura tidak melihat dengan menatap piring lekat-lekat. Tapi Tamara menyadari kehadiranku

Biar ku tebak, sekarang dia sedang memberikan kode isyarat "siapa dia" ke Edward.

"Tamara kenalkan Resita, dokter umum yang lagi magang di Bhayangkara."

"Hai. Saya Resita"

Tamara bereaksi seperti orang-orang lainnya. Tatapan seriusan model begini dokter? sungguh tak asing bagiku. Tapi toh, aku tak terlalu peduli. Aku sudah bertekad akan berubah selama di Bali.
Aku memang suka kebersihan tapi kesibukan dan tuntutan belajar membuatku sulit bergaul dan sulit mempelajari bagaimana perkembangan mode di luar sana.

* * *

Yeyyy.. part 4 selesai
Update 24 April 2017

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(Tak) TerbatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang