CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA APABILA ADA KESAMAAN NAMA, TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN. ITU HANYA SUATU KEBETULAN YANG TIDAK DISENGAJA
***
"Debat pertama calon presiden Indonesia 2204 tadi malam pukul 19.00 hingga pukul 20.30 telah berlangsung. Kedua kandidat melontarkan pertanyaan-pentanyaan yang menjatuhkan satu sama lain. Lalu bagaimana kelanjutan dari kampanye kedua kandidat calon presiden hingga saat ini. Kita masih harus menunggu hingga tanggal dimana pemilu akan dilaksanakan apakah kandidat calon nomer satu yang unggul atau kandidat nomer dua..."
Mazda MR 90 berwarna hitam melesat membelah jalanan Kota Surabaya. Sirinenya yang selalu berbunyi membuat mobil-mobil yang menghalangi jalannya menepi dan memberikan jalan untuknya.
Mobil itu berhenti di sebuah hotel yang terlihat seperti baru saja terjadi perang disana. Tersisa puing-puing reruntuhan bangunan yang hancur berserakan. Mobil-mobil yang terparkir rapi juga hangus terbakar dan memercikan api. Di sekeliling bangunan itu terbentang garis polisi untuk membatasi siapapun yang mencoba mendekati tempat kejadian.
Seorang pria bersetelan hitam turun dari mobil. Sontak puluhan wartawan yang tadinya tengah meliput hotel tersebut beralih mengerubungi pria itu.
Segera saja tiga orang berseragam polisi mengawalnya masuk kedalam gedung tersebut, melewati para wartawan yang terlihat haus akan berita. Dia memberi aba-aba kepada ketiga rekan polisinya itu untuk menjaga para wartawan agar tetap berada di belakang garis polisi. Mulai dia melakukan pemeriksaan. Memasuki gedung. Mengamati keadaan sekitar. Mencoba mencari jejak yang masih tertinggal oleh pelaku di tempat kejadian.
Sontak matanya terfokus kearah tumpukan kertas yang hampir hangus di lalap api. Dia mulai memungut beberapa kertas disana, berharap akan ada bukti yang bisa dia kumpulkan saat ini.
"Pak Bram..."
Seorang pria berpakaian polisi serba hitam terlihat berjalan kearah Bram, yang tengah sibuk mencari barang bukti ditumpukan kertas hangus itu. Dia berdiri di hadapan Bran lantas memberi hormat dengan mengangkat tangannya kepada Bram.
Bram berdiri. Bibirnya tersenyum tipis. Dia menepuk pundak pria itu.
"Kau tidak perlu bersikap seformal itu padaku,Prabu."
Prabu menurunkan tangannya. Ia lantas mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menunjukkan hasil laporannya kepada Bram.
"Tiga orang terluka parah, 10 orang luka ringan, dan 24 korban jiwa telah dievakuasi. Salah satu korban yang telah teridentifikasi adalah Tuan Yudistira___"
Seketika mata Bram membelalak mendengar nama seorang yang di kenalnya sebagai sekretaris mentri pertahanan itu termasuk dalam daftar korban tewas.
"____seluruh korban meninggal karena terbakar saat ledakan terjadi. Tapi Tuan Yudistira sepertinya dibunuh tepat sebelum pelaku meledakan gedung." Lanjut Prabu sambil memperlihatkan beberapa foto korban jiwa di dalam ponselnya.
Bram mengerutkan dahi. "Jadi maksudmu beliau dibunuh? Bukan tewas karena terbakar di dalam gedung?"
"Dari proses identifikasi, terdapat peluru bersarang di kepala Tuan Yudistira yang berarti dia tewas karena dibunuh. Tapi, kita masih harus melakukan otopsi kepada mayatnya agar mengetahui kebenarannya."
"Lalu pembunuhnya meledakan gedung untuk menghapus jejak pembunuhannya?"
Bram mengamati gambar mayat Tuan Yudistira yang sudah hangus terbakar. Wajahnya terlihat sulit di identifikasi. Namun, jam tangan yang masih menempel di pergelangan tangan membuatnya mudah di kenali.

KAMU SEDANG MEMBACA
SPY - Who I'am?
FanfictionMenjadi seorang mata-mata negara membuatnya harus menyembunyikan identitas aslinya dari siapapun Bahkan untuk orang yang ia cintai~ Keluarganya yang hancur membuatnya lari dari kehidupan dimasa lalunya. Mencari sebuah kehidupan baru sebagai mata-mat...