Flashback

5.9K 261 36
                                    

"Love is The Endless Ocean of God." - Rumi


Hujan rintik-rintik yang sedari tadi membasahi bumi semakin lama menjadi gerimis yang siap menjatuhkan ribuan tetesan air dari langit dan semakin deras menyentuh tanah, menciptakan aroma khas "Petrichor" atau sebagian ilmuwan menyebutnya "Aroma Darah Dewa". Sebuah parfum alam yang sangat disukai seorang gadis bernama Arisa Pramudya.

Gadis itu, Arisa Pramudya. Dia Selalu menyukai hujan. Baginya hujan adalah fenomena alam terindah yang diciptakan Tuhan. Selain membuat hatinya teduh. Tetesan air hujan juga bisa menyamarkan air matanya saat menangis. Hujan juga terkadang mendengarkan keluh kesahnya tanpa mengomentari keresahannya. Mereka, rintik-rintik air hujan hanya mendengarkan kemudian menjawab dengan irama-irama yang mengalun indah setiap kali jatuh di atas permukaan tanah.

Tapi kali ini Arisa sepertinya harus mengacuhkan hujan. Karena hujan turun dengan derasnya terlalu cepat di saat gadis itu sedang menikmatinya bersama aroma alam "petrichor". Terpaksa Arisa mempercepat langkahnya sedikit berlari menuju ke sebuah bangunan ibadah umat agama Katolik. Gadis itu terpaksa berteduh di sana. Rambut dan bajunya basah dan dia pun membersihkan dirinya. Mencoba mengeringkan tubuhnya di depan pintu gereja itu. Sembari dia melihat sekeliling. Niatan nya ingin pulang setelah shalat ashar di Mesjid Istiqlal, justru dia terdampar di sebuah Gereja Katolik, Kathedral yang berseberangan tepat dengan Mesjid yang sering dia kunjungi untuk beribadah.

Arisa menyukai keindahan bangunan Gereja Kathedral. Dia sering menatap dan memandangi Kathedral dari Istiqlal setiap dia beribadah di mesjid itu. Baginya itu indah, dua buah bangunan yang seakan-akan seperti dua cinta yang ingin menyatu namun tidak bisa bersatu. Dua keyakinan yang saling memendam rasa dan mencoba melebur bersama memahami dan mencintai sang pencipta. Kathedral, sebuah bangunan gereja tua peninggalan zaman Belanda dengan gaya arsitektur Neo-Gothic dari Eropa, arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gereja beberapa abad lalu. Bangunan yang biasa Arisa kagumi dari Istiqlal kini dirinya ada tepat di depan pintu masuk gereja tersebut. Gadis itu pun berujar dalam hati "Terima Kasih hujan, karena kau turun dengan derasnya terlalu cepat, aku terpaksa berteduh di bangunan yang indah ini."

"Masuk saja mbak, dari pada hujan-hujanan di sini." ucap seorang laki paruh baya yang sepertinya salah satu pekerja di gereja itu.

"Enggak apa-apa pak, di sini saja." jawab Arisa.

"Hujan nya makin lebat loh."

Arisa bingung antara masuk atau tidak. Dia pun melihat pintu gerbang yang tertutup rapat.

"Tapi.. saya muslim pak. Dan sepertinya gerbangnya terkunci."

"Enggak ada larangan mbak, muslim atau agama lain mau masuk ke gereja." Bapak paruh baya itu menjelaskan. "Kalau mbak mau masuk lewat pintu samping, pintu depan ini memang terkunci. Mari saya antar?" kata bapak paruh baya itu melanjutkan.

Arisa agak ragu tapi dia akhirnya mengikuti bapak paruh baya itu. Mereka menerobos hujan bersama dalam satu payung. Setiba di pintu masuk samping gereja, bapak itu mempersilahkan Arisa agar masuk dan menunggu di dalam gereja.

"Silahkan masuk mbak, nunggu di dalam saja, enggak apa-apa."

"Iya pak. Makasih ya."

Setelah dipersilahkan masuk dan berpamitan. Gadis itu tak lantas masuk. Dia masih berdiri di luar pintu. Hatinya memang ingin sekali masuk. Melihat keadaan di dalam bangunan gereja yang sering dia kagumi itu. Tapi mengingat akan keyakinannya, ada sedikit keraguan untuk memberanikan dirinya masuk.

FAITH [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang