ALEV

10 2 0
                                    

***

Sesaat setelah sampai disekolah, aku merasa heran. Loh koo gerbangnya ditutup ya, batinku.

"Aduh bego, ini kan hari minggu. Ngapain gue ke sekolah", aku merutuki kebodohanku yang pelupa ini.

"Kenapa gue ga sadar tadi si Mito ga pake seragam sekolah sih. Masih pagi begini tempat nongkrong juga belum buka. Ah ya, gue kerumah Nica aja kali ya", ucapku.

Aku berjalan menyusuri gang perumahan elite dibelakang sekolahku. Ku lihat seorang cewek melambaikan tangan ketika aku berdiri tepat didepan sebuah rumah mewah berwarna putih.

"Hai, Nic". Sapaku, Nica adalah satu-satunya temanku yang aku ceritakan. Cewek yang manis dan lembut.

Seperti dugaanku, Nica hanya tersenyum tanpa menjawab sapaanku. Dia memang begitu, justru sikap pendiam namun ramahnyalah yang membuatku si cewek brutal jadi nyaman berteman dengannya.

Tanpa menyuruhku masuk, Nica sudah berjalan duluan memasuki rumahnya. Aku mengikuti setiap langkahnya, dia menuju sebuah kamar berdinding biru dengan semua perabotan yang menurutku, mewah.

"Sini Lev, koo kamu pake baju sekolah sih, lupa lagi ini hari minggu ?", tanya Nica penuh selidik.

"Hehehe, lo tau aja Nic. Gimana yah cara mengatasi penyakit pikun gue, kalo tiap minggu gue gini terus bisa sengsara hidup gue di kira tetangga orang gila. Masa tiap hari minggu kesekolah", jawabku penuh cengiran.

"Kalo kayak gitu sih aku gatau Lev, udah bawaan dari lahir, hahahaha", tawa Nica terdengar menyakitkan, tidak seperti dia yang biasanya.

"Nic, kalo lagi ada masalah cerita aja ke gue".

"Hmm......... susah ya nyembunyiin sesuatu dari orang sejenius kamu, Lev", ucapnya berusaha senyum. Namun aku tau dia hanya mencoba untuk menutupi kesedihannya. "Aku gapapa koo", jelasnya dengan senyum palsu itu lagi.

Tanpa Nica bilang, sebenarnya aku udah tau ini pasti karena si tante palsu itu lagi, dia ibu tiri Nica yang hanya berbeda 6 tahun dengan Nica. Aku yang cuma ketemu beberapa kali sama tante palsu itu aja udah males liat mukanya. Over make up, ngerti? Bagi yang lain mungkin tante palsu itu akan dinilai cantik dengan sikap pura-pura baiknya pada Nica, tapi bagiku, dia adalah badut gila dengan segudang akal licik untuk menyingkirkan Nica, sang pewaris tunggal perusahaan Joclyn. Seperti namanya : Veronica Alondra Joclyn.

Membicarakan si tante palsu itu mendadak membuat leherku gatal lagi. Ku tarik benda yang menggangu leherku. Oh liontin ini lagi. Asal kalian tau, di sekolahku setiap murid masing-masing diberikan sebuah liontin putih, entah untuk apa. Tapi katanya untuk mencirikan bahwa kami adalah murid SMA Putih. Dan asal kalian tau, sejak aku memakai liontin ini, aku tidak pernah bisa melepas liontin ini, pake tang sekalipun.

Melihatku yang berusaha menggaruk leher, Nica spontan mencari sesuatu. Ku lihat dia mengambil sebuah botol bertuliskan Caladyn, obat penghilang rasa gatal. Mungkin Nica juga sering merasa gatal sepertiku, hingga tau apa yang aku butuhkan.

"Thanks ya Nic", ucapku singkat. Yang dibalas dengan anggukan dan senyum tulusnya.

"Nih bawa aja, aku masih punya satu", sarannya sambil mengambil tangan kananku untuk menerima obat itu. Tapi segera ku tolak.

"Eh, ga usah Nic. Nanti gue beli aja di apotik depan gang", tolakku halus.

"Memangnya kamu punya uang ?", tanyanya. Yang kubalas dengan garukan kepalaku yang sama sekali tidak gatal. "Ga ada kan? Ya udah nih ambil aja, ayo ambil tanpa penolakan lagi", tegas Nica dengan muka lebih serius.

"Oke deh oke, makasih lagi ya", jawabku tak enak.

Kalian bisa simpulkan bahwa aku dan Nica sangat berbeda. Kehidupanku tidak semewah Nica. Jika Nica tinggal disebuah rumah mewah, aku hanya tinggal disebuah kontrakan kecil kumuh sebatang kara. Kalian pasti bertanya kenapa aku tinggal sendirian. Jawabannya karena aku benci keluargaku, terutama adikku sendiri, si penghancur dan perebut. Dari pada aku hidup menderita di dalam keluargaku yang berkecukupan, lebih baik aku hidup bebas meski kekurangan, jadi aku memutuskan untuk pergi dari rumah dan pada akhirnya mereka tidak mencariku juga. Ah sudahlah, tak penting membahasnya.

"Emm....... Ya udah deh Nic. Udah jam 10 nih, gue mau ketempat nongkrong dulu, anak-anak pasti udah pada nungguin", ucapku seraya bangkit dari duduk nyamanku.

"Iya, aku larang juga kamu ga bakal mau kan ?", ucapnya.

"Hehe tau aja. Ya udah deh, gue cabut dulu. Daaaah", ucapku dengan lambaian tangan kemudian berjalan keluar menyusuri rumah mewah ini. Karena aku yakin Nica tak akan mengantarku keluar rumahnya, sudah kebiasaan sejak lama.

Tanpa aku sadari, aku merasa sedih melihat mewahnya rumah ini dengan selusin penjaga. Terasa ramai dan damai tak seperti suasana rumahku yang teramat sangat sepi. Harus ku akui pada saat ini, aku rindu kalian.

***


Liontin Hitam Club Kesenian.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang