8. bingung

696 44 1
                                    

Erza kembali bekerja di serikat Fairy Tail seperti biasanya. Sementara Jellal sedang menyepi di rumahnya.

“Ada apa Erza?.” Tanya Mirajane. “Dari kemarin kamu sepertinya kebingungan?.”

“Tidak apa Mira...”

Lucy berbisik pada Mirajane.

“Oh, anak?.” Gumam Mirajane.

Wajah Erza bersemu merah. “Aku... Aku bingung harus menjawab apa.”

“Erza bukankah kamu dan Jellal saling mencintai?.” Tanya Mirajane.

“Masalahnya bukan itu Mira. Aku dan Jellal masih sama-sama egois. Aku harus bekerja di sini dan dia tetap melakukannya di crime sorciere. Aku tidak bisa membayangkan jika kami memiliki anak.”

Mirajane mengelus punggung Erza. “Aku tidak tahu harus jawab apa, tapi aku mendoakan yang terbaik bagi kalian.”

“Erza ada di sini?.” Teriak seseorang.

Erza menoleh lalu dia melihat Meredy di ambang pintu.

“Meredy?.”

Meredy mendekati Erza lalu memeluknya. “Jellal...”

Erza melihat tangan dan kaki Meredy yang terluka. “Ada apa?.” Tanya Erza.

“Jellal...”

“Jellal ada di rumah. Ada apa?.”

“Tidak, Jellal sedang melawan serikat gelap di kota sebelah. Dia masuk dalam perangkap mereka.” Bantah Meredy.

“APA?.”

Erza berlari menuju rumahnya lalu masuk ke dalam kamar yang di pakai Jellal untuk menyepi. “Tidak ada.” dalam kebingungan nya dia kembali ke serikat Fairy Tail.

“Dia tidak ada.” Kata Erza. “Aku harus ke sana.” Katanya.

“Erza tenanglah, kita tidak tahu kronologinya, kita tidak tahu siapa musuh kita.” Kata Mirajane.

Lucy mengangguk setuju.

“Tapi Jellal...”

Master Makarov mendekati Erza. “Kota sebelah? Bukankah itu kota yang sedang kita bahas bersama kelas S?.”

Erza teringat kembali rapat dadakan yang diadakan kelas S bersama Makarov. “Ya. Kota yang tiba-tiba saja menjadi gurun pasir dan hilang.”

“Jellal sedang menyelidiki serikat gelap yang kebetulan ada di kota sebelah. Kami menyelidikinya memang kota itu awalnya gurun pasir tapi semakin kami masuk kota itu tidak berpenghuni.” Kata Meredy.

“Lalu kenapa Jellal pergi lagi ke sana?.” Tanya Erza.

“Awalnya dia tidak ingin kembali ke Magnolia, tapi dia ingin bertemu denganmu sebentar, lalu dia kembali lagi ke sana. Awalnya aku tidak setuju. Perasaanku sangat tidak enak, aku tidak mengerti tapi angin di sana seperti pisau, mereka menyayat tubuhku dan aku bersyukur bisa selamat dan kembali ke kota ini.”

Erza semakin khawatir. “Aku akan pergi.” Katanya.

Makarov melihat sikap Erza yang bersikeras untuk pergi menyelamatkan Jellal lalu dia berkata. “Laxus, Mirajane, Lucy, Cana, Gray, Wendy, Carla dan Juvia kalian pergilah bersama Erza ke sana. Lalu aku akan menyusul setelah Gildart kembali dari misinya.”

“Siap.” Kata Mereka bersamaan.

“Terima kasih.” Kata Erza.

“Meredy, kamu tetaplah di sini, lukamu cukup parah.” Saran Makarov.

Meredy mengangguk. “Terima kasih.”

Erza tak henti meneteskan air matanya. “Aku tidak mau menjadikan kenangan kita sebagai firasat buruk. Jellal tunggulah kami... Aku mohon tetaplah hidup.” Pikir nya.

Mereka segera melakukan perjalanan menyelamatkan Jellal.

Sesampainya di Padang gurun.

“Ini benar-benar Padang gurun.” Gumam Gray.

Keringat mengucur di tubuh mereka.

“Juvia kepanasan.” Kata Juvia yang hampir saja tubuhnya meleleh. “Gray-sama tolonh dinginkan tubuh ku.” Juvia hendak memeluk Gray.

“Juvia, aku bukan kulkas.” Gerutu Gray.

“Cana, bagaimana jika kita di masukkan ke dalam kartumu?.” Kata Laxus.

“Lalu siapa yang akan menjadi korbannya? Membawa kartu ini ke kota tak berpenghuni itu?.”

Pertanyaan Cana membuat Laxus terkejut. “Kenapa kamu marah seperti itu?.”

Lucy menghampiri mereka, berdiri di antara Laxus dan Cana.

“Laxus, berhentilah berdebat. Cuaca panas seperti ini memudahkan kita untuk merasa marah.” Kata Mirajane.

Laxus menatap Mirajane tanpa berkata apapun.

“Kenapa menatapku seperti itu?.” Tanya Mirajane.

“Di tempat sepanas ini, kamu masih bisa bersikap tenang.” Kata Laxus.

Mirajane menjawab. “Sihir Iblisku malah menyukai tempat panas seperti ini.”

Mereka terus jalan di Padang pasir itu.

“Ini benar-benar tidak ada ujungnya.” Keluh Wendy.

“Jangan mengeluh seperti anak kecil saja.” Ujar Carla.

Erza jalan di depan teman-temannya, “Jellal....”

“Aku tidak pernah melihat Erza seperti itu.” Gumam Lucy. “Dia selalu penuh keyakinan, selama ini dialah yang memimpin kami.”

“Bagaimana bisa Jellal melakukan tindakan gegabah seperti ini.” Kata Gray. “Seharusnya dia mendiskusikan dengan kita.”

“Mungkin dia pikir kita berbeda serikat, jadi keputusan tetap ada di tangannya. Itu bukan tindakan gegabah tapi rasanya dia sudah memikirkannya secara matang.” Komentar Laxus. “Dia pasti dilema.”

Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka tiba di sebuah bukit yang sebelumnya menjadi tempat Jellal dan Meredy mengintai.

“Meredy mengatakan setelah melewati bukit ini, dia di serang angin yang menyayat-nyayat tubuhnya. Jika itu benar kita memiliki Wendy, Dragon Slayer angin.” Kata Lucy.

“Apakah Jellal selamat melewati bukit ini?.” Tanya Erza.

“Mungkin.” Jawab Laxus.

“Kita tidak tahu pastinya. Tapi aku harap dia selamat.” Timpal Mirajane.

“Ayo kita lanjutkan perjalanan ini.” Ajak Lucy.

Fairy Tail: Jellal dan Erza (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang