prolog

16.6K 1K 32
                                    

"Aline!" teriakan bunda sukses membuatku tersadar dari lamunanku. Aku masih diam membeku. Menatap sesuatu yang kini kupegang di tanganku. Hatiku teriris saat memegang undangan bersampul silver ini. Benar-benar kejutan yang pahit. Saat masuk ke dalam rumah mataku langsung tertumbuk dengan sesuatu yang tergeletak di atas meja di ruang tamu.

WEDDING
RYAN ATMAWIJAYA..
DAN
FRANSISCA SUBRATA

Tasku belum aku lepas dari bahuku. Sepatuku juga masih aku pakai. Tidak mempedulikan Omelan bunda kalau melihat sepatuku menapak lantai licin dan bersih ini. Padahal tiap sore begini bunda pasti sudah mengepelnya sampai bersih. Aku menyentuh undangan yang berwarna silver itu. Jantungku berdegup kencang saat membaca tulisan di depannya.

Kubaca lagi berulang ulang dan tulisan di sana tidak pernah berubah, hancur sudah hati ini. Selama 10 tahun ini berharap dan berharap, akhirnya memang harapanku ini hanya mimpi semu. Tentu saja, orang kaya pasti akan menikah dengan orang kaya bukan? aku terlalu bermimpi selama ini.

"Woooiiii mbak Aline bengong kayak sapi ompong." teriakan Evan sukses membuatku kembali menapak bumi.

Kulihat Evan adikku satu-satunya itu kini  cuma menyeringai sambil mencubit pipiku.  Aku memberengut dan mengibaskan tangan Evan dari pipiku. Malas sore begini melayani ejekan Evan.

"Ehmmm Mbak Mawar kok sudah pulang? Vian kan jemput ke hotel? 

Suara itu sukes membuat jantungku berdegup kencang. Kuhela nafasku, dan mengalihkan pandangan dari Evan. Bergeser sedikit ke kanan dan mendapati seorang bocah sedang tersenyum kepadaku.

Di depanku sudah berdiri dengan manisnya pria tinggi tegap dengan rambut pirangnya. Tubuhnya benar-benar menjulang tinggi di depanku, Evan saja kalah tinggi darinya.
Wajahnya memang mirip artis kpop menurut remaja sekarang.

Bagaimana bisa seorang Rosaline Prameswari ini menjadi benar-benar salah tingkah. Di usiaku yang sudah 29 tahun ini aku memang hampir tidak pernah bersentuhan dengan seorang pria, dalam artian hal romantis. 

Bukan karena aku tidak cantik ataupun aku angkuh. Tapi karena kehadiran pria satu ini. Vian atau entah siapa nama panjangnya, aku tidak pernah peduli. Kedatangannya sejak 1 tahun yang lalu  notabene sahabat Evan  itu selalu saja menggangguku. Dia nekat mulai mendekatiku. Sering menjemputku di hotel tempatku bekerja, sering mengajakku berkencan tiap malam minggu meski tidak pernah aku penuhi kemauannya.

Aku tidak mau di bilang penyuka berondong. Meski aku mengakui Vian benar-benar kriteria cowok yang perlu di pertimbangkan untuk ditolak. Apalagi otaknya, yang cerdas. Dalam beberapa bulan ini dia sudah menyelesaikan pendidikannya, sebagai mahasiswa kedokteran. Dia memang berasal dari keluarga berada. Dimana Ayahnya memiliki beberapa rumah sakit swasta di kota ini.

Vian padahal satu angkatan dengan Evan. Dan adikku itu masih berjuang untuk menyelesaikan kuliahnya itu. Tapi sekali lagi dia hanya aku anggap adik buatku.

"Ada apa, adik kecil?" Aku beranjak dari tempatku berdiri dan melangkah menjauhi Evan dan Vian. Kuhempaskan tubuhku untuk duduk di sofa dan segera membuka sepatu yang dari tadi masih kupakai saat memasuki rumah.

"Mbak Mawar, ini aku bukan adikmu dan aku tidak mau jadi adikmu." Sungut Vian lalu duduk di sebelahku. Aroma musk langsung menguar di sekitarku.

Sore ini Vian berpakaian kasual. Dengan jaket jins yang sering di pakainya. Celana jins dan juga kaos yang menampilkan tubuh tegapnya itu.

Dia satu-satunya orang yang memanggilku Mawar. Dia bilang Rose itu kan bunga mawar. Dan tentu saja aku tidak bisa membantah. Memang itu arti namaku.

"Idih jutek amat sih mbak, " ucap Vian sambil mengambil cookies buatan bunda yang tersedia di atas meja.

"Iya nih mbakku cantik jutek banget." Kini kudengar Evan yang baru saja keluar dari kamar ikut menimpali.

Sweet PopcornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang