Bab 04 Menjemput!

5.7K 735 13
                                    


Entah berapa lama aku menangis, mulutku terasa kering dan mataku terasa berat karena lama menangis. Setelah ungkapan perasaannya Ryan pamit pulang, akupun langsung masuk ke dalam kamarku meski dengan tatapan heran Evan dan juga bunda. Dan sudah 2 jam lebih aku meringkuk di atas kasurku.

Kenapa pengakuan Ryan sangat dan sangat terlambat. Tidak bisakah aku minta doraemon untuk memundurkan waktu ke sepuluh tahun silam?

Aku kembali mendesah.
Tiba-tiba suara Shawn Mendez Mercy menyeruak di telingaku. Kulirik ponselku di atas nakas dan segera kuangkat. Nomor asing? Kukernyitkan keningku saat melihat nomor yang kini meneleponku itu. Dengan ragu aku memencet tombol hijau di ponsel.

"Assalammualaikum," Sapaku lirih.

"Waalaikumsalam Sayang, akhirnya, belum tidur jam segini? pasti di situ sudah pukul 12 malam ya? " Aku terhenyak mendengar suara itu.

"Vian?" Antara kaget dan juga senang mendengar suara yang selama 5 hari ini kutunggu.

"Yank, kenapa suaranya serak seperti habis menangis?" Lalu sesaat kemudian kudengar suara bersin di ujung sana.

"Aku, ehmm tak apa-apa hanya melihat sinetron nih jadi ikut menangis, " bohongku.

Kudengar suara bersin lagi di ujung sana, dan kali ini disertai suara batuk-batuk .

"Kamu sakit?" Kudengar helaan nafasnya sebelum akhirnya menjawab.

"Cuaca di sini sangat tidak menentu, kadang sehari panas terik tapi kemudian hujan badai dan suhunya sangat dingin, aku masih belum bisa menyesuaikan diri. Maaf ya sayang, suamimu ini tidak memberimu kabar, aku benar-benar dibuat sibuk 5 hari ini. Pindah ke flat yang kubeli di dekat kampus, dan juga sibuk ujian tes bahasa Inggris sebagai syarat mahasiswa di sini, dan jadwal kuliah yang sangat padat. Sampai di flat pasti aku sudah langsung tertidur, padahal ingin sekali menyapa istriku ini sayang, aku kangen," capnya manja membuatku tersenyum.

Kangen memang dengan rengekan manjanya selama ini jika sedang merajuk denganku. Bukan apa-apa tapi Vian sudah setahun lebih mendekatiku dengan semua tingkahnya yang konyol dan juga nekat itu.

"Manja." Dan kudengar kekehannya di ujung sana tapi kemudian dia terbatuk lagi dan bersin lagi.
Aku jadi merasa iba mendengarnya pasti dia sangat tersiksa di negeri orang sendiri dan sedang sakit.

"Yan, kamu sudah periksa ke dokter?" aku tidak bisa menyembunyikan kekhawatiranku lagi.
Kudengar tawanya berderai, meski diiringi bersin dan juga batuknya.

"Aiihhhhh, sayang khawatir ya denganku? ahhh senangnya..." ucapnya riang membuatku memutar bola mataku.

"Heh, ,,,sakit masih bisa tertawa."
Tapi kemudian hening kudengar, hanya suara gemerisik di ujung sana. Kutatap layar ponselku, tapi masih terhubung.

"Yan." 

Hening.

"Vian...." 

Masih hening.

"Vian Atmawijaya!" Panggilku lagi mulai khawatir.

"Sorry Yank, aku ,,habis hueeeexxxxx" Kudengar seperti suara muntah di ujung sana. Hatiku mulai tidak tenang.

"Yan, kamu kenapa?" Aku panik, dan kembali hening.
Entah berapa lama aku masih menunggu jawaban darinya, hatiku mulai tidak tenang, benar-benar khawatir dengan keadaannya.

"Hallo?"
Kudengar suara wanita diujung sana.

Aku mengernyit, heran.

"Yes ..Vian?" ucapku bingung dan panik.

Sweet PopcornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang