Aku mengernyit melihat suasana ramai di rumah. Saat mobil Vian mulai memasuki halaman rumahku, jantungku berdegup kencang. Firasatku mengatakan ada yang aneh dari ini semua. Tapi saat aku melirik Vian, dia tidak memberikan tanda apapun kepadaku.
Dan saat mobil sudah berhenti, aku melihat beberapa motor dan mobil terparkir di halaman. Tamu siapakah ini? Vian membukakan pintu untukku, dan aku segera melangkah keluar. Bunda sudah menyambutku di depan pintu. Kulihat juga, ada om dan tante dari pihak almarhum ayah ada di ruang tamu, dan juga kenapa banyak orang berkumpul di dalam rumah?
"Line..." Bunda memelukku. Vian mencium tangan bunda, kebiasaan sopannya selalu jika bertemu bunda. Aku masih setengah sadar saat bunda menarikku untuk masuk dan duduk di salah satu sofa di sebelah Evan yang kulihat dia tersenyum-senyum kecil melihatku.
"Van ada apa sih ini?" Ucapku bingung ke arah Evan. Evan hanya mengangkat bahunya. Tapi kemudian ketika kuedarkan pandanganku ke sekeliling ada wajah-wajah yang kukenal.
Bukankah itu, kedua orang tua Vian? Aku masih mengingatnya dengan jelas. Dan kulihat Vian duduk di sebelah mereka.
Tatapan kami terpaku dan Vian mengedipkan matanya ke arahku. Hatiku mulai tidak enak, apalagi saat kudengar om Rahmat membuka suara.
"Saya sebagai perwakilan almarhum ayah Aline. Menerima kedatangan keluarga Atmawijaya ke rumah ini. Tapi karena sudah ada Rosaline sendiri, saya akan bertanya dengan Aline langsung."
Om Rahmat mengalihkan tatapannya ke arahku. Dan tentu saja aku bingung dengan situasi yang formal ini. Keringat dingin tiba-tiba terasa mengalir di pelipisku. Jantungku berdegup kencang.
"Aline, maksud kedatangan keluarga Atmawijaya ke sini adalah..." Aku berusaha berkonsentrasi dengan ucapanOm Rahmat. Tapi kepalaku tiba-tiba terasa begitu pening.
"Vian Atmawijaya ingin menikahimu."
Samar aku mendengar itu, tapi kegelapan sudah memelukku erat.
******
Kepalaku terasa pusing saat aku membuka mata. Harum minyak aromaterapi langsung menyengat di indra penciumanku.
"Sayang, alhamdulilah sudah sadar" Suara bunda langsung membuatku terjaga. kutatap Bunda yang berada di depanku dan mengusap rambutku dengan sayang.
"Bun?" Aku masih mencoba mencerna apa yang membuatku akhirnya jatuh pingsan. Dan itu, kalimat terakhir yang aku dengar.
"Bun.....Aline ...Vian" Ucapku bingung mencoba mengutarakan isi hatiku. Bunda kulihat tersenyum.
"Kenapa? Vian ke sini bersama kedua orang tuanya untuk melamar kamu sekaligus menikahimu sekarang juga kalau Aline setuju, tapi bunda berharap Aline setuju ya?" bunda memegang jemariku dengan lembut. Jantungku berdegup kencang mendengar penuturan Bunda sesaat. Ternyata benar, tadi kalimat yang di ucapkan Om Rahmat, memang benar kalimat lamaran. Tiba-tiba kulihat pintu kamar terbuka, dan kulihat sosok yang membuatku jatuh pingsan berdiri dengan gagahnya di ambang pintu.
"Bun, maaf ..bisa bicara sebentar dengan Mbak Mawar?" Suaranya yang lembut kini membuatku menatapnya kebingungan. Apalagi yang akan di perbuat anak kecil ini? setelah sukses membuatku shock. Bunda tersenyum dan beranjak berdiri.
"Bicaralah sama Aline ya kalau bisa paksa dia, Bunda mendukungmu," Ucap bunda sambil mengerling ke arahku dan beranjak meninggalkan kamar.
"Bunda!" pekikku tak terima karena di tinggal hanya berdua dengan bocah ini. Kulihat Vian melangkah ke arahku, menatap dengan tatapan lembutnya. Dan jantungku mulai berdegup kencang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Popcorn
RomanceAku masih menunggu selama 10 tahun ini cinta yang sia-sia. Karena cinta itu tidak pernah terucap dariku. Cinta pertamaku yang telah membelengguku selama ini. Membuatku sesak dan tidak bisa bernafas. Dan penantian itu berakhir dengan. Sepucuk undanga...