Bagian 11: Vin POV

51 10 0
                                    

"Tidak! Tidak mungkin! Pelakunya bukan Vin! Pelakunya adalah orang yang aku lihat semalam!" pekikku panik.

"Teya, kami mengerti bagaimana perasaanmu. Itulah sebabnya, kalian membutuhkan polisi. Sesuatu seperti ini, tidak bisa dikaitkan dengan perasaan. Orang yang kita percayai, terkadang mengkhianati kepercayaan kita." Ucap Detektif Juan.

"Tapi pak, perawakan ora..." perkataanku terputus karena aku terkejut ketika melihat seseorang yang tak asing di belakang Polisi dan Detektif. Jaraknya sekitar 5 meter di belakang mereka.

Aku terdiam kaget melihat Vin. Dia mengenakan pakaian serba hitam, topi baseball hitam, sarung tangan hitam dan masker hitam. Dia terlihat seperti...

Orang Itu!

Dia menunjuk angka 1 dengan jarinya. Kemudian, meletakkannya di depan bibirnya.

Melihat aku yang tiba-tiba saja terdiam dan melihat ke belakang. Merekapun ikut melirik ke belakang.
Untung saja si cepat Vin, bertindak cepat.

Tunggu dulu! Untung kataku? Apa yang kau maksud Teya! Apa kau sudah terpengaruh perkataan Polisi? Apa kau sudah Gila karena menganggap Vin juga seorang pelaku?

Mereka menatapku dengan heran.

"Ada apa nak?" tanya Detektif Juan.

Apa yang harus kulakukan? Apa maksud Vin dengan menyuruhku diam? Apa sebaiknya aku tidak perlu menjelaskan pada mereka lagi bagaimana perawakan orang itu?

"Ti-tidak pak. Saya hanya ingin memohon agar bapak mengulang investigasinya. Pe-Permisi, saya ingin ke toilet sebentar." Balasku Terbata-bata mencari alasan.

Mereka saling menatap dengan bingung. Aku beranjak pergi dari mereka. Aku mengarah ketempat sepi
Berharap Vin akan datang dan menjelaskan semuanya.

Tapi hasilnya Nihil.

**Flashback On**
       *Vin POV*

"Ibuuu... Aku takut. Aku merindukanmu.. Dia pasti akan membunuhku, Ibu. Tolonglah aku." Batinku dengan telapak tangan yang berposisi sedang berdoa.

"Ibu.. Dia datang! Ibu! Kumohon bawa aku pergi!" batinku berteriak ketika melihat seseorang mendekati lemari di tempat aku bersembunyi.

"Gotcha!" Ucapnya setelah membuka lemari dengan wajah kemenangannya.

"TIDAK! TIDAK! Jangan! Lepaskan aku!" rontaku.

"Come on! Tidak usah meronta heboh begitu. Aku hanya ingin bersenang-senang denganmu anak manis." Ucapnya. Lalu, dia membungkam mulutku dengan sapu tangan putih yang berbau menyengat. Kepalaku pusing dan kemudian semuanya menjadi gelap.

Ketika aku membuka mataku. Mencoba memulihkan kesadaranku. Aku berada di sebuah ruangan. Ruangan ini sangat gelap, tidak ada cahaya dari luar, hanya ada cahaya dari lampu emergency. Saat mataku sudah terbiasa dengan kegelapan. Aku melihat kesekitar sambil memulihkan tenagaku. Tempat itu tidak memiliki banyak barang. Hanya ada meja kecil, kursi yang aku duduki, dan kasur lipat. Aku mulai mencoba menggerakkan kakiku. Kemudian, aku baru menyadari bahwa aku diikat!

Kedua tanganku diikat di belakang kursi dan kakiku diikat di kaki kayu.

Apa yang akan orang gila ini lakukan padaku?

Ibu... Selamatkan aku......

Tak selang berapa lama dari kesadaranku. Seseorang membuka pintu dari luar.

Ya, itu adalah orang gila itu. Dia membawakan nampan berisi makanan.
"Hai, anak manis. Aku kesini hanya ingin memberikanmu ini." ucapnya sambil sedikit mengangkat nampan berisi makanan itu. "Aku akan melepaskanmu. Santai saja." sambungnya.

Chróma [The Power Of Feelings]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang