Penggeledahan

25 2 0
                                    

Aku berfikir untuk kesekian kalinya. Yang kulakukan hanyalah mondar mandir di dalam kamarku, melihat keluar jendela sambil menatap rumah Vin.

Seratus kalipun kupikirkan.

Ini sangat....... Aneh.....

"Milly" panggilku samar.

"Hm?" Sahut Milly yang sedari tadi sudah memperhatikanku yang mondar mandir.

"Bukankah ini aneh?" Ucapku sambil menoleh pada Milly.

Milly mengerutkan dahinya tanda tidak mengerti.

"Jika memang ayah Vin pelakunya, kenapa baru sekarang dia muncul? Kita tinggal di sebelah rumahnya, jika memang aku targetnya, seharusnya pembalasan dendamnya akan mudah dilakukan. Kenapa harus menunggu hingga aku dewasa?"

Milly mengangguk masuk akal. Dia terlihat ikut berpikir.

"Ada yang tidak beres dengan pernyataan Barbie. Ada yang salah dengan ekspresinya saat memberitahuku hal sepenting itu. Tapi kenapa warna perasaannya... Biru?"

*****

Hari ini, aku akan menyelidiki kebenaran tentang ayah Vin. Pasti ada sesuatu yang bisa kudapatkan.

Aku mengenakan pakaian serba hitam. Jaket dengan hoodie, celana panjang hitam, tas hitam dan sepatu hitam.

Rumah Vin masih diawasi polisi. Aku mengendap masuk melalui pintu belakang, sedangkan polisi mengawasi melalui pintu depan.

Rumah Vin masih terhalang garis kuning polisi. Aku melewati garisnya tanpa merusaknya. Pintu rumahnya tidak pernah dikunci sejak pembongkaran polisi waktu itu.

Terhitung, sudah berbulan-bulan tidak ada yang menempati rumah ini, sehingga debu di rumah ini kian menebal.

Sepertinya tidak ada yang aneh dari rumah ini. Aku langsung menuju kamar milik ayah Vin.

Kamar ayahnya terletak di lantai dua, bagian depan. Aku harus berhati-hati agar polisi tidak mencurigai ada yang masuk.

Sesampaiku di depan kamar ayahnya. Aku mencoba membuka pintu kamarnya. Pintunya berderik kuat. Sepertinya pintunya sudah lama tidak di beri oli.

Aku mulai berjalan memutari kamar ayah Vin. Mencari hal-hal yang mencurigakan.

Kamar ayah Vin terlihat biasa saja. Hanya ada tempat tidur, meja kerja, sofa santai, dan lemari pakaian.
Aku memulainya dari meja kerja ayah Vin. Laci pertamanya hanya ada bolpoin kuno dan dasi.

Lalu, laci keduanya hanya ada berkas-berkas kerjanya.

Aku ingin melanjutkan ke laci ke tiganya, tapi terkunci.

Jika aku melakukan pembongkaran dan mencari kebenaran tanpa membawa peralatan, artinya aku bodoh bukan?

Polisi sudah melakukan penggeledahan. Kenapa tidak membuka yang ini?

Aku mengeluarkan linggis dari tas yang kubawa. Kenapa linggis? Aku bukan artis hollywood yang bisa membuka segala kunci hanya dengan peniti dan penjepit rambut.

Aku membuka paksa laci yang terkunci itu dengan linggis. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya lacinya terbuka.

Isi dari laci itu hanya ada... flashdisk?

Aku menyimpannya di saku celanaku, nanti akan kulihat dirumah. Lalu, aku membuka pintu lemarinya, terlihat hanya ada pakaiannya dan... foto?

Ada sesuatu yang mencuat keluar dari sela-sela bajunya. Terlihat seperti foto, aku menarik fotonya dari sela bajunya. Foto keluarga, Di dalam foto ini ada ayah Vin, ibunya dan kakaknya Vin yang masih bayi, mereka berfoto di tempat yang seperti garasi khusus mobil besar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chróma [The Power Of Feelings]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang