What a Lovely Day?

246 9 0
                                    


DI HARI YANG SAMA, TEMPAT BERBEDA

Lucky sudah menyandang tasnya, lalu berjalan cepat-cepat dari kamarnya. Dia sengaja tidak mengenakan sepatunya dulu dan memilih menjinjingnya sambil menuruni tangga.
Bajunya seragamnya memang sudah rapi, di masukan ke celana.
Namun sialnya, dia malah menemui seseorang yang sejak tadi berusaha dihindari.

"Mama?Ngapain disitu?" tanya Lucky putus asa. Seketika saja, sepatu yang dia jinjing jatuh ke lantai. Rambut cepaknya langsung di acak-acak saking stresnya.

Mamanya bersimpuh di samping tangga dan memandang Lucky dengan sedih. Dua bodyguard yang biasanya menemani Lucky juga berdiri tak jauh dari tempat sang mama.

"Kamu mau sekolah, ya?" tanyanya sedih.
Lucky memejamkan matanya. Lalu, dia mengangguk.

"Iya, Ma. Lucky mau sekolah, bukan mau perang."
Lucky menjawab sembari menghampiri Mamanya. "Lucky udah bilang Mama dari semalam, kan, apa yang Lucky minta sama Mama hari ini?"

"Jangan, Sayang. Mama nggak bisa mengabulkannya.
Maafkan Mama." Mamanya menggeleng, berusaha tegas.
Lucky langsung memprotesi mamanya.
"Mama udah janji semalam sama Lucky, Ma. Mama nggak bisa seperti ini terus sama Lucky." Lucky berusaha menahan rasa dongkolnya. "Mama semalam ingat nggak udah janji apa sama Lucky?"

Mamanya menggeleng tegas.
"Mama lupa janji apa, Luck?"
Lucky lalu menghela napasnya dalam.
"Jadi, Mama mau Lucky ingatkan lagi
Kepala Mamanya kembali menggeleng. "Sudahlah, Luck.
Jangan bikin Mama sedih seperti ini, dong."

Lucky yang gemas sendiri lalu melepas seragam sekolahnya.
Atasnya dan bawah. Kini, dia hanya mengenakan kolor dan kaus putih saja.

"Kalo gitu, Lucky nggak mau berangkat ke sekolah manapun lagi. Lucky di rumah saja. Selamanya. Biar mama nggak khawatir lagi sama Lucky. Biar Mama bisa liatin Lucky terus setiap hari. Biar Mama liat Lucky memfosil di rumah ini."

Cowok itu kembali melakukan aksi ngambeknya. Mamanya pun langsung bangun, dibantu oleh dua bodyguard-nya.

"Jangan dong, Sayang. Kamu tetep sekolah. Kenapa Lucky menyiksa Mama, sih?" wajah Mamanya semakin sedih.

Air mata fiktif lalu mengalir dari kedua matanya. Lucky tahu itu hanya pura-pura. Air mata buaya. Mama akan selalu begini, terus menerus menyuruh Lucky ditemani bodyguard?
Mau kapan Lucky punya kehidupan dan pergaulan Lucky sendiri, Ma?"

Mamanya memejamkan mata, tidak mau melihat Lucky.
Sudah jadi kebiasaan. Soalnya kalau melihat Lucky merengek seperti ini, mamanya suka tidak tega. Dan kalau sudah begitu, artinya runtuh sudahlah pertahananya selama ini untuk 'melindungi' anak satu-satunya ini.

"Ma, liat Lucky deh. Lucky ini udah gede, Mama. Udah bisa jaga diri Lucky sendjri. Kenapa Mama terus menerus menyuruh Rino dan Herman nemenin Lucky kemana-mana. Mana ada orang yang mau jadi teman Lucky kalo saat mengobrol aja dua suruhan Mama ini terus melototin temen Lucky?"

Mama tetap tidak mau membuka matanya. Dia tetap menggeleng-geleng tegas dan tetap memejamkan matanya.

"Oke, kalo memang Mama nggak mau mengabulkan permintaan Lucky ini. Lucky akan terus disini, nggak akan ke mana-mana, biar Mama bisa pelototin Lucky sampe Lucky tua."

Kontan Mamanya membuka matanya. Wajahnya langsung khawatir begitu dilihatnya Lucky memasang tampang sedih dan kecewa bersamaan. Mama lalu mendekati Lucky yang duduk di sofa sambil melipat dada.

"Sayang..., Mama, kan, khawatir sama kamu. Mama ingin yang terbaik buat kamu. Mama ingin yang terbaik buat kamu. Mama nggak pengen ada yang jahatin kamu. Mama nggak mau ada apa-apa sama kamu pokoknya."

PACARKU NYEBELINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang