Bag. 17

5.6K 359 13
                                    

-Satu bulan kemudian-

"Kamu darimana aja?" wajah kesal Bella langsung menyambut ku di pintu masuk apartemennya.

Ya...Kami telah tinggal serumah selama satu bulan ini, dan selama itu aku bisa lebih mengenal sifat Bella. Sungguh tidak seperti orang yang aku fikirkan selama ini. Setiap saat aku harus laporan padanya. Pagi, siang, malam, aku harus beri kabar kalau kemana-mana. Terlambat pulang tanpa ada kabar, siap- siap diomeli berjam-jam. Seperti sekarang ini.

"Maaf sayang, tadi pulang kerja aku ketemu anak-anak dulu. Aku kangen banget sama mereka. Karena keasikan ngobrol jadi lupa waktu, waktu aku mau ngabarin kamu, eh ternyata HP ku mati." Jawab ku, masih tetap berdiri di depan pintu. Aku tidak berani masuk melewati dirinya. Jangankan untuk melewati, menatap matanya saja aku tidak berani. Nyali ku ciut ketika dia sudah mulai marah.

"Masuk!" Perintahnya sembari mengesampingkan tubuhnya.

Seperti kucing yang ketakutan, dengan wajah tertunduk aku pun masuk mengikuti perintahnya. Langkah kaki kecil ku, ku percepat saat melewatinya. Tanpa menoleh sedikitpun aku bergegas menuju kamar mandi untuk mandi.

"Selalu saja begitu, sesuka hatinya aja. Pagi tadi juga pergi tanpa sarapan, sekarang pulangnya sampai jam 10, tanpa ngasih kabar sedikitpun. Nanti kalau sakit baru tau rasa. Aku juga yang repot..." Bella masih saja mengomel sambil memasuki kamar. Aku yang sudah berendam di Bathtub segera menyumpal telinga ku dengan Heatset dan mendengar musik kesukaan ku.

Setelah mandi, aku tidak mendengar omelan Bella lagi. "Mungkin dia udah capek ngomel" batin ku. Begitu keluar kamar mandi, aku bisa melihat, pakaian tidur ku telah siap di atas kasur. Dengan sesungging senyum aku segera memakai pakaian ku, lalu bergegas menuju meja makan. Aku bisa melihat pujaan hati ku sedang menyiapkan makan malam untuk ku.

Dia menoleh sebentar, melihat ku semakin mendekat "Makanlah, kamu pasti belum makan malam kan? ucapnya setelah aku sudah berada di sampingnya.

"Lho kok ada dua? kamu belum makan malam?" tanya ku dengan heran.

"Tentu saja belum. Bagaimana aku bisa makan, sedari tadi aku cemas karena ga ada kabar dari kamu, udah gitu Hpnya ga aktif lagi." ucapnya dengan wajah cemberut. Terlihat jelas kalau dia masih kesal dengan kejadian tadi.

Aku jadi semakin bersalah. Karena kecerobohan ku, dia sampai khawatir seperti itu. Dia bahkan tidak peduli dengan dirinya. Dengan mata berkaca-kaca, aku menggenggam tangannya lalu memandang matanya "Aku minta maaf sayang...Aku janji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi selanjutnya. Aku memang bodoh, membiarkan mu cemas memikirkan ku, sedangkan aku sendiri bersenang-senang. ucap ku. Suara mulai bergetar. Perlahan air mata ku mulai jatuh.

"Sudahlah...aku juga minta maaf karena marah-marah pada mu padahal kamu pasti capek banget." balasnya sambil mengusap air mata ku dengan ujung ibu jari ya.

Aku pun memeluknya. Dalam hati aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi.  Dialah wanita pilihan ku, tempat ku untuk melabuhkan hati ini. Orang yang kuharapkan sebagai teman hidup ku sampai tua nanti.

Bella melepas pelukan ku, "Kita makan yuk! lapar nih..." rengeknya dengan manja.

Dengan senyum mengembang aku menarik pelan kursi yang ada di meja sebagai tempat duduknya "Silahkan duduk tuan putri" ucap ku mempersilahkan.

"Terima kasih manis ku" Balasnya tersenyum. kemudian duduk di kursi yang kusediakan.

Aku pun segera duduk di sampingnya. Kami menikmati makan malam sambil bercerita, melupakan kejadian buruk yang baru saja terjadi.

-Pagi hari di kantor-

"Pagi Bu Direktur" sapa suara lembut mengagetkan ku. "Senyum-senyum aja, awas kesambet lho!" sindirnya. Wanita itu membawa tumpukan kertas ke atas meja ku.

"Oh..kamu Neng, sampai kaget aku" jawab ku setelah mengetahui siapa yang datang.

Dia adalah Ningsih. Aku biasa memanggilnya Neng. Asisten sekaligus sahabat kecil ku ini merupakan tonggak penting dalam hidup ku. Dia tau semua hal tentang ku, mulai dari keluarga, pekerjaan, termasuk hubungan ku dengan Bella.

"Kenapa senyum-senyum tadi? aku sampai kaget liatnya. Biasanya kalau di kantor wajah kamu selalu serius. Untung aja kamu lagi dalam ruangan, coba kalau lagi di luar, karyawan lain pasti ga fokus sama pekerjaannya karena liat senyum kamu yang manis itu." goda Ningsih.

Sejak Dhea kembali bekerja di kantor cabang Batam, selalu saja ada pembicaraan mengenai dia. Sikapnya yang cuek membuat setiap karyawan laki-laki semakin penasaran untuk mendekatinya. Tubuhnya yang mungil dan wajahnya yang imut kebule-bulean membuat setiap karyawan wanita iri melihatnya. Ditambah, dia merupakan Direktur cabang dan pewaris tunggal perusahaan ini.

Dhea selalu menjaga agar tidak menjadi pusat perhatian orang lain, makanya dia jarang tersenyum, termasuk di kantor. Dengan begitu karyawan akan menaruh rasa segan terhadapnya.

Karena tubuhnya yang mungil dan wajahnya yang imut-imut banyak orang yang beranggapan kalau umurnya masih 17 belasan. Semua orang termasuk kolega-koleganya memandang enteng padanya ketika pertama kali bertemu. Mungkin mereka beranggapan, Anak kecil tau apa! atau mereka beranggapan kalau aku jadi Direktur hanya karena ayah ku pemilik perusahaan. Tapi semua tangapan itu akan berubah setelah mereka mulai mendengar ku bersuara. Pendapat dan ide-ide ku membuat mereka takjub, dan mengakui kemampuan ku dalam sekejab. Mereka lupa kalau orang yang baru saja mereka kagumi adalah orang yang tadinya mereka rendahkan.

"Ah, kamu bisa aja!" sahut Dhea.

"Ngomong-ngomong, kemaren Bella Menelpon ku, Dia menanyakan mu. Dia bilang nomor mu ga bisa dihubungi."

"Oh..itu. Kemaren aku mengunjungi anak-anak. Kangen ketemu mereka. Karena keasikan main sama mereka, aku sampai lupa waktu. Saat aku mau menelpon Bella, baterai ku malah habis. begitulah ceritanya."

"Jadi...apa kalian bertengkar?" tanya Ningsih dengan antusias.

Dhea mencubit lengan Ningsih dengan kuat.

"Aakhhhh...sakit...sorryyy.....sorrryyy...please...." erang Ningsih sambil memohon.

Dhea pun melepas cubitannya. "Makanya jadi teman jangan kejam gitu donk! masa mendoakan teman sendiri bertengkar".

"Aku kan Cuma nanya." ucapnya sambil mengelus-elus lengannya yang memerah yang dicubit tadi.

"Aku tau ekspresi wajah mu yang tadi, Kamu berharap kami bertengkar kan?" tanya Dhea dengan mata melotot.

"He...he...tau aja" ucapnya dengan senyum nyengir. "Habisnya aku penasaran dengan ekspresi kalau sedang marah seperti apa. Kita sudah berteman selama 20 tahun, tapi aku belum pernah melihat mu marah sekalipun. kalaupun kamu kesal biasanya kamu Cuma diam aja, atau langsung mengurung diri di kamar. Kamu itu seperti Boneka tau ga sih!"

"Kok gitu?"

"Coba deh kamu bayangkan, kamu cantik, imut, tubuh mu juga mungil, selain itu kamu juga jarang bicara, jarang tersenyum, tidak pernah marah, setiap hari yang kamu lakukan hanya belajar dan bekerja. Manusia apa yang seperti itu?"

"Memangnya aku seperti itu? Ga juga tuh! aku juga makan, minum, mandi, dan tidur seperti manusia lainnya." bantah Dhea.

TBC

Potret (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang