Sepertinya kejadian Shaqueen koma selama tiga hari, tidak membuat pihak sekolah memberikan keringanan pada tugas yang Shaqueen tinggalkan. Hampir ada tujuh tugas yang harus Shaqueen bereskan untuk minggu ini.
Bagus. Tidakkah kehidupannya bisa menjadi lebih baik lagi?
Di saat jam istirahat seperti ini, Virgo dengan teganya meninggalkan Shaqueen di perpustakaan. Demi empek-empek yang baru aja buka lapak di kantin hari ini.
Sudah tiga kalo putaran Shaqueen mencari buku sejarah mengenai perang dunia kedua, dan yang ia dapatkan malah buku resep makanan, doa tuntunan shalat, dan cara membuat ternak lele.
Shaqueen menumpuk buku itu di atas meja perpus, membukanya satu persatu, saking desperate-nya.
"Lo gak bakalan dapet buku sejarah di rak pengetahuan umum." Seorang cowok dengan kacamata memajukan tiga tumpuk buku super tebal ke depan wajah Shaqueen.
Wajah putus asa Shaqueen langsung berubah sumringah.
"Makasih?" Mimik ceria Shaquuen langsung berubah saat ia menyadari bahwa cowok itu adalah Nino.
Nino tersenyum lalu menggeret kursi untuk duduk di sebelah Shaqueen. Seketika suasana perpustakaan yang hening mendadak jadi canggung.
'Kenapa dari sekian banyak manusia di SMA Pemuda Pemudi yang harus nongol dan bantuin gue Nino?!' Shaqueen mendekatkan buku itu ke sebelah kirinya.
"Tips dari gue, kalo ada tugas dari Pak Beni mending langsung dikerjain deh. Emang kadang tugasnya mengganas." Nino membuka buku tuntunan shalat yang Shaqueen pinjam.
Shaqueen bingung harus membalas ucapan Nino dengan sikap yang bagaimana. Topik pembicaraannya dengan Virgo kemarin, masih membuatnya bergidik ngeri duduk satu meja dengan Nino.
Tapi, kenapa Shaqueen gak langsung nanya ke orangnya aja? Toh itu akan membuat hidupnya lebih damai. Siapa tau Nino tidak seburuk pandangannya itu. Dan, hal yang harus ia ingat adalah, Shaqueen tetap harus jadi dirinya sendiri.
"No, gue pernah nangkep basah lo ngeliatin gue pas kelas tujuh. Waktu ada kelas gabungan biologi gitu kalo gak salah." Shaqueen diam sejenak untuk menyusun kata. Berbicara dengan orang ber IQ 130an membuat Shaqueen terlihat makin jongkok di depan Nino.
Nino langsung menggeleng, "Gue gak maksud apa-apa. Tapi waktu itu ada permen karet di rok lo."
Shaqueen langsung berdiri dengan tatapan marah sekaligus tengsin abis.
"LO KENAPA GAK BILANG NINO?! ITU ROK GUE PAKE SAMPE GUE LULUS SMP YA TUHAN??!!" Shaqueen mengecek rok SMAnya yang ia kenakan sekarang.
Bercak merah kecoklatan membuatnya langsung menegang di tempat.
Untung Nino masih asyik mengedarkan pandangannya ke buku bacaan shalat, jadi Nino masih tidak menyadari raut kekesalan plus malu dari wajah Shaqueen.
Shaqueen kembali duduk dengan posisi tidak nyaman. Sedikit-sedikit gerak, sedikit-sedikit mencoba menarik roknya. Padahal tidak akan mempengaruhi fakta bahwa dia sedang datang bulan.
"BISA GAK SIH HARI-HARI GUE LEBIH BURUK DARI PADA HARI INI?! URGH!" Shaqueen merengek sambil menendang bangku perpustakaan.
Membuat para penghuni yang sedang membaca langsung me'shhh'nya.
"Bukan salah gue gak ngasih tau lo kali, lo nya budek." Nino menutup buku yang sedang ia pegang. Menatap Shaqueen yang sedang menunduk frustasi.
Dengan polosnya Nino mengatakan itu. Padahal Nino tidak mengetahui hal yang terjadi dengan Shaqueen barusan. Nino pikir ia hanya mengecek roknya dalam rangka flashback rok SMP. Padahal hal yang menjadi mimpi buruk semua remaja menjadi kenyataan di kehidupan Shaqueen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive
Teen FictionShaqueena mengalami kecelakaan mobil setelah menghadiri pesta malam tahun baru. Dalam kondisi yang kritis, Shaqueen membuat kesepakatan dengan Devil, antara hidup atau mati. Jika ia ingin hidup, ia harus membuat 4 orang cowok jatuh cinta padanya. ...