"Jadi, Lui,” kata Kay, “Kapan kamu pulang?”
“Lusa, abis pertandingan Jeff,” jawab Luisa pelan. “ Kamu nonton ya , abis itu anterin aku ke bandara.”
Kay menganggukkan kepalanya. Luisa memandangnya sedih. Luisa sebenarnya tidak ingin pulang, tapi orangtuanya menyuruhnya pulang untuk mengurus surat-surat kuliahnya. Luisa benci berpisah dengan Kay.
“Kay?,” kata Luisa menyadarkan Kay dari lamunannya, “Kamu nggak janji sama aku?” Kay menatap Luisa, “Apa?” “Janji ya, nanti kamu baikkan sama Jeff sebelum aku pulang.”
Kay hanya bisa menatap Luisa, tidak memberikan jawaban.
***
Jeff menunggu deik-detik ini, bersama kira-kira ratusan orang yang menonton. Bolanya itu sepertinya melenceng dari ring... Semuanya menjadi slow motion bagi Jeff saat melihat bolanya bergerak lamban menuju ring. Tmpaknya arahnya oke-oke aja..
“MASUK!!!”, seru announcer, membuat semua orang bersorak. Suasana menjadi heboh lagi saat melihat kedudukan 86-85 untuk kemenangan tim UII.
“JEFFF!!,” seru Laurent dan Luisa bersamaan dari pinggir lapangan sambil melambaikan tangan. “Gila, kamu hebat banget, Jeff!,” seru Luisa sambil memeluk Jeff.
“Lo emang jago, Jeff,” kata Laurent sambil mengacak-acak rambutnya.
Jeff melihat Kay yang sedang berdiri di samping pohon yang tak jauh darinya. Kali ini tatapan Kay tidak sinis, tapi ia tersenyum kepada Jeff. Jeff tidak mempercayainya, untuk pertama kali Kay tersenyum kepadanya, senyuman bangga.
Jeff kembali membalas senyumannya.
Kay kemudian beranjak pergi. Jeff merasa lelahnya terbayar. Kakak satu-satunya sudah melihat perjuangannya.
Kay memang merasa bangga, tapi sedikit rasa gengsi menyergapnya. Kay tak pernah menyangka apa yang dilakukan Jeff membanggakan. Dulu, Kay pikir basket adalah hal yang konyol. Tapi melihat perjuangan Jeff, Kay sadar kalau setiap orang memiliki cita-cita yang berbeda. Basket adalah hal yang ingin dilakukan Jeff. Dan Kay yang ingin menjadi pilot.
***
Sementara itu, Kay berjalan dengan tenang menuju pintu belakang kampus. Ia baru mendengar bahwa Jeff adalah juara basket untuk pertandingan ini. Jeff memang pantas mendapatkannya.
Saat ia berjalan, ia berpapasan dengan sekelompok orang yang membawa balok-balok kayu. Kay memperhatikan mereka dan merasa pernah melihat mereka sebelumnya. Kay kembali berjalan, tapi langkahnya terhenti. Itu geng suruhan Raphael. Kay ingat, Jeff yang menjadi juara di pertandingan ini, lalu ia berlari sekuar tenaga untuk menyelamatkan nyawa adiknya. Nyawa adiknya jelas dalam bahaya.
Beberapa detik setelah Raphael berbicara, seorang laki-laki membawa balok menyerbu Jeff. Laki-laki itu menghajarnya.Seketika Jeff terjatuh. Tubuhnya sudah teralu lelah untuk melawan mereka sekaligus. Jeff bisa merasakan tulangnya patah saat ditendang oleh salah satu preman. Pukulan tertubi-tubi ke badannya yang lemah. Jeff berguling di rumput, kesakitan. Ia berusaha menahan rintihannya.
Baru ketika kawanan itu hendak menyerang Jeff, Kay muncul dan menghajar salah satunya. Jeff mendongak dan mendapatinya sedang menghajar beberapa orang. Kay tidak menyadari bahwa Luisa dan Laurent ada di tempat itu sampai ia mendengar teriakan histeris Luisa.
“Jeff, lo minggir sana!,” sahut Kay, “Ren, lo telepon polisi,ya!”
Jeff merangkak menjauhi tempat itu, lalu ia mendekati Luisa yang terlihat tegang.
“Jeff, kamu nggak apa-apa kan?,” tanyanya.
Jeff tidak menjawab. Dia memandangi sosok Kay yang gagah melawan geng suruhan Raphael. Karena tidak bisa apa-apa mereka bertiga hanya menonton Kay. “Halo, polisi? Di sini ada keributan pak...”
“Aku panggil orang-orang terde—” Belum sempat Luisa menyelesaikan kalimatnya, ia menyaksikan sendiri Kay sempat terpukul. Laurent juga sudah berhenti bicara.
Kay memandang mereka bertiga, sehingga Kay lengah. Dia tidak menyadari ada seseorang di belakangnya yang mengayunkan balok ke kepalanya. Dalam hitungan detik darah keluar dari kepala Kay , tubuhnya roboh ke tanah.
“KAYY!!,” sahut Jeff, ia langsung berlari menuju kakak kembarnya. “JANGANN!,” sahut Jeff pilu, “JANGAN MATI DULU,KAY!”
“ADA APA INI?,” kata seorang satpam kampus dan beberapa orang yang mendengar keributan ini.
“Pak.. tolong dia...” kata Jeff lemah, “Tolong dia, dia kakak saya.”
***
“Kay, ayo besok kita ke ancol,” kata ibu sambil tersenyum.
“Hah? Beneran,bu?”, sahut Kay tidak percaya. Ibu mengangguk. “HOREE!” “Tunggu dulu,” sambar ayah, “Nanti malem kamu harus habisin bacaan ini dulu. Kalo besok selesai, baru kita pergi ke Ancol.”
Kay mengangguk bersemangat. Seumur hidup, ia ingin pergi ke Ancol. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini.
“Gimana,Kay? Udah selesai bukunya?,” tanya ayah. Kay terlihat murung, “Yah, kemaren aku muntah sama pusing”
“Apa,Kay? Kamu muntah? Kamu pusing? Kamu sakit,nak? Kalo gitu kapan-kapan aja ya ke Ancol nya..” kata ibu cemas.
“Ya, kapan-kapan aja ke Ancol nya, kalau kamu udah selesain bacaan yang ayah kasih kemarin.” Kay menatap sedih ayahnya, ia sadar ia tidak akan pernah ke Ancol.
Setelah tiga jam, Kay membuka matanya perlahan. Rasanya sangat silau. Kepalanya nyeri. Kepalanya berdenyut hebat, menyakitkan dan membuatnya ingin muntah. Yang pertama ia lihat adalah ayah. Ia tidur di samping Kay.
Jeff tidak sengaja melirik Kay dan melihat ia sudah siuman. “Kay, lo udah siuman! Syukurlah.. Ayah! Kay udah siuman!,” sahut Jeff bersemangat. Ayah menatap Kay dan ayah menangis. Ia melihat ayah menangis.
“Jeff, cepet panggil ibu sama Luisa!,” perintah ayah.
“Kay, akhirnya kamu sadar juga. Kamu udah koma hampir tiga jam.” Kata ayah sambil menahan tangis, “Ayah pikir kamu gak akan sadar lagi.”
“KAY!”, seru ibu sambil memeluk Kay, ia berlinang air mata. “Ya ampun, Kay. Ibu sayang banget sama kamu.”
Jeff bergabung dengan keluarganya, “Thanks, Kay,” kata Jeff tulus.
Saat ini ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Ia tidak pernah mendapatkan perhatian seperti ini sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu atau Dia
RandomSejak Luisa memutuskan bersekolah di luar negeri, Kay dan Jeff tidak pernah tau kabar dan keberadaan gadis tersebut. Padahal mereka sudah berjanji akan bertemu lagi 10 tahun yang akan datang, namun Luisa datang terlambat. Itu yang membuat Kay berpik...
