Satu

43 4 0
                                    

"Shireen.." terdengar suara berbisik disertai ketukan lembut dari jendela. Shireen membuka kain gorden yang menutupinya. Ia tersenyum melihat Shaheed yang sudah menantinya di luar. Ia merapikan kerudungnya, sedikit tersenyum di depan cermin. Ini adalah hari istimewa baginya. Ia sangat bahagia. Bayang-bayang asanya melambung tinggi. Memimpikan keindahan-keindahan yang nanti akan di kecapnya. Disapukan lipstik berwarna pink manis ke bibirnya. Tak lupa ia menyematkan niqab hitam menutupi wajahnya, hingga hanya tampak bola mata kecokelatan yang indah ditemani bulu matanya yang lentik memesona.

Shireen naik ke atas bingkai jendela. Ia mengangkat abaya hitamnya dan melompat.
"Cepat..nanti mereka bangun."Ujar Shaheed.
Shireen berusaha lari mengikuti Shaheed menuju sepeda motor yang tercagak di pinggir jalan. Jalanan pukul dua dini hari sangat sepi. hanya ada dia, Shaheed dan desir angin malam yang berhembus menerpa dahan pohon. Shaheed mengamit tangan Shireen. Mereka mempercepat langkah dan berpacu dengan detak jantung penuh ritme. Shireen mengambil posisi di belakang Shaheed. Melingkarkan tangannya di pinggang pria itu. Tercium harumnya parfum berbau vanilla dan woody yang menggetarkan jiwa.
"Maafkan Shireen, Ma." Desisnya dalam hati. Shireen menyesalkan keputusan Mama. Wanita cantik yang sangat disayanginya itu tidak mau mengerti perasaannya. Ia sangat kecewa ketika wanita paruh baya itu mengambil keputusan sepihak. Pun demikian, Shireen sudah menjelaskan panjang lebar tentang keberadaan Shaheed yang telah mengisi hari-harinya. Penolakan mama sangat sederhana, ia tidak mengenal keluarga Shaheed dan ia pun tidak mau mengenalnya. Shireen memandang pagar hitam rumahnya yang tinggi menjulang. Tak lama bayang rumahnya pun menghilang.
Shaheed mempercepat laju sepeda motornya. Mereka memasuki sebuah gang kecil yang kumuh gelap dan berbecek. Terlihat sebuah rumah dengan cat warna kuning pupus yang sudah terkelupas di sana sini. Lelaki itu menghentikan sepeda motornya.
"Kita sudah sampai," tukasnya.
Shireen memandang rumah itu penuh tanda tanya. Rumah itu tampak gelap, seperti sudah lama ditinggalkan. Tidak tampak adanya tanda-tanda kehidupan di situ.
"Mama kamu ada di rumah?" Tanya Shireen.
Shaheed tampak kikuk dan salah tingkah.
"Ya, ada di dalam. Ini jam tiga malam, sayang" Shaheed berusaha menutupi kegugupannya.
Shireen melompat kecil turun dari sepeda motor mengikuti Shaheed. Pria itu memasukkan anak kunci ke lubang kecil di pintu yang di pinggirannya sudah rusak dimakan rayap. Suara setengah berdecit terdengar dan tercium bau apek dari dalam. Shaheed berbalik memperhatikan wajah Shireen yang penuh tanda curiga. Ia tersenyum dan merengkuh bahu gadis itu mengajaknya masuk kedalam. Shireen menurut saja. Terkadang ketika rasa was-was datang menyelimuti jiwa, ia hanya perlu percaya. Karena percaya itu adalah penawar dari keragu-raguannya. Pria yang merengkuhnya hari ini telah mendapatkan seluruh kepercayaannya.

Shireen melangkahkan kakinya ke dalam. Shaheed mengikutinya dari belakang sambil mengunci pintu. Ia menghidupkan lampu di ruangan itu. Tampak hanya dua buah kursi kayu dan meja. Di sampingnya berdiri sebuah lampu hias yang sudah usang. Rumah itu penuh dengan sarang laba-laba. Cepat Shireen berbalik, menatap nanar ke arah Shaheed.
"Kamu bawa aku kemana?" Shireen mengeluarkan pertanyaan dengan nada setengah berteriak.
"Pssst...Sayang tenang dulu," Ujar Shaheed tersenyum. Ia mendekati Shireen perlahan.
"Jangan mendekat!" Bentak gadis itu mengambil langkah mundur.
"Hahaha," Shaheed tertawa renyah. Seluruh bulu kuduk Shireen meremang. Ia melihat Shaheed bagai siluman yang siap menerkam.

"Kamu berjanji padaku, kita akan menikah. Betapa Aku membayangkan kita akan membangun rumah berbingkai cinta. Tapi, kenapa kamu lakukan ini padaku. Pembohong Kamu, Shaheed!" Kali ini Shireen memperbesar suaranya.
"Hey..hey..calm down. Kamu pikir Aku akan menikahimu? Mimpi kamu! Aku tidak pernah lupa dengan tamparan Kamu di wajah adikku." Shaheed kembali mencoba mendekati Shireen.
"Adikmu?"Shireen menatap sayu kebingungan. Terdengar pintu kamar di buka. Seorang pria tinggi berwajah tirus keluar dari balik gorden lusuh yang menutupi pintu kamar.

"Arya?" Kali ini mata Shireen terbelalak. Ia tidak menyangka Arya adalah adik Shaheed, pria yang sangat dicintainya. Arya memang pernah menyatakan cinta padanya. Dan ia tidak menyukai pria nakal itu. Hingga suatu hari, ia melayangkan tangannya ke wajah Arya di depan teman-teman kampusnya, saat Arya mencoba menyentuh niqabnya.
"Kamu diberi anugerah kecantikan untuk menyenangkan kami, kaum adam." Lanjut Shaheed. Kali ini Shaheed mengejar.
Shireen kembali mundur dan menabrak lampu hias. Ia berlari ke kanan mengitari kursi dan meja. Namun Arya sudah menanti di sudut kiri. Tak ayal tangan Arya mulai mencengkeram abaya hitamnya. Shaheed mulai terkekeh mendekatinya. Membuka niqabnya dan membelai pipinya lembut. Shireen mulai merasa jijik. Kini bunga-bunga cinta sudah layu dihatinya, berubah menjadi benih-benih kebencian. Hanya karena sebuah tamparan Shaheed tega melakukan ini semua.

Entah darimana Shireen memiliki kekuatan, ia berusaha melawan. Arya mendorong tubuh gadis itu ke atas meja. Menguatkan pegangannya pada kedua tangan gadis itu. Ia mulai membuka paksa penutup kepala dan abaya yang sejak tadi menyelimuti tubuh indah Shireen. Arya menatap dengan beringas. Leher jenjang yang menantang itu sekarang ada di depan matanya. Air mata Shireen mulai bercucuran. Shaheed tersenyum dan membalikkan wajahnya, ia menghidupkan pemantik untuk menyalakan rokoknya. Arya mulai mendaratkan ciuman pada leher gadis itu. Shireen terus meronta. Tangannya mencoba menggapai lampu hias di sampingnya.
"Plaak.." bunyi lampu hias ketika berdebum dengan kepala Arya. Cepat Shireen berlari masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam.
"Aarggh, kejar dia." Teriak Arya.
Pintu pun di gedor dari luar. Shireen menangis. Namun ia tidak berhenti mencari akal. Cepat ia melompat keluar dari jendela. Ia berlari sekuat tenaga menyusuri jalan setapak yang dipenuhi genangan air. Malam semakin dingin. Namun ia tidak menoleh ke belakang. Ia berlari sekencang-kencangnya hingga tiba di pinggir jalan besar. Dari jauh terlihat taxi berwarna kuning menuju ke arahnya. Dilambaikan tangannya hingga taxi pun berhenti dan cepat ia masuk ke dalam taxi.
"Defense area 405." Katanya pada supir taxi. Taxi pun segera melaju kencang.

"Aayan.." berkali-kali nama itu berkelebat dalam pikirannya. Pria itu dikenalkan Mama padanya. Masih teringat tamparan keras Mama saat ia menolak Ayaan dengan alasan hatinya tertambat pada cinta Shaheed. Shireen menyapu air mata yang mengalir di pipinya. Shireen tergugu.
"Tuhan, kali ini kau selamatkan Aku. Engkau mematahkan hatiku untuk menyelamatkanku dari orang yang salah. Tuhan, Aku sudah mencoba. Namun hari ini aku sudah tidak punya harapan. Yakinkan Aku, bahwa rencana Mu lebih baik." Shireen melantunkan doa sepanjang perjalanan. Entah Tuhan masih mau mendengarkan doanya, ia tidak tahu. Karena ia pun sudah mengkhianati Ibunya, perpanjangan tangan sang Khalik. Airmatanya menganak sungai.

"Maafkan Shireen, Ma." Bisiknya.

ArrangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang