Dua

32 2 4
                                    

Shireen hanya bisa menunduk, menatap jemarinya yang lentik berhiaskan mehndi merah maroon yang terlukis indah. Kerudung panjangnya terjurai hingga menutupi wajah. Dari balik kerudungnya ia dapat melihat seorang pria gagah mengenakan sherwani berwarna emas kecokelatan. Ia melihat mama menangis haru bahagia, memeluk lengan baba. Baru saja minggu lalu wanita paruh baya itu menamparnya. Tidak pernah Shireen melihat mama semarah itu. Tentunya Shireen melakukan sebuah kesalahan besar dan ia harus menerima konsekuensinya. Mama pun bersikeras agar Shireen menerima pinangan keluarga Aayan, pria yang sekarang bersanding dengannya.
"Shireen..!" Seseorang memegang kedua belah bahunya dari samping dengan setengah berteriak. Shireen kembali melirik perempuan disampingnya dari balik kerudungnya.
"Kaku banget kamu dear," ujar Jia yang membuyarkan lamunannya.
"Bagaimana enggak, itu pernak pernik di kepala banyak banget. Mana panas lagi." timpal Shireen.
Jia cuma bisa terkekeh. Dia duduk di samping Shireen memandangi pria yang sekarang menjadi suami sah Shireen.
"Ganteng...." ungkapnya sambil menyikut Shireen.
Shireen cuma bisa tersenyum. Ia nggak tahu apakah ia harus merasa senang dan bangga. Bagaimanapun pernikahan ini berlangsung satu minggu setelah hatinya diluluh-lantakkan Shaheed.

Ada amarah menggelegak di dalam dada. Pacuannya memompa seluruh nadi. Namun sekat itu menahan, menekan ke atas. Hingga bulir membasahi pipi. Ia telah berbohong pada mereka, namun yang lebih pahit lagi, berbohong pada dirinya sendiri.

Masih segar dalam ingatannya Tatkala Mama menangis dan terduduk lemas menamparnya. Sebentuk syukur disudut hatinya terdalam. Dipeluknya wanita paruh baya itu erat-erat sambil meminta maaf. Mama meronta membencinya. Namun ia berhasil meyakinkan Mama bahwa ia telah salah melangkah, dan kini pulang tanpa kekurangan suatu apapun.
"Reen, selamat yaa!" Ucap Jia menggenggam jemarinya.
"Makasih yaa," balas Shireen.
Keduanya saling melempar senyum, dengan isyarat matanya Jia menuju ke meja tamu.
"Minum?" Tanya Aayan menawarinya segelas jus mangga kesukaannya.
"Terima kasih." Ujar Shireen mengambil gelas dari tangan Aayan. Jemari mereka bersentuhan. Dada Shireen bergetar. Ahh, apakah ini yang dikatakan jatuh cinta setelah menikah?
Ia tak banyak tahu tentang pria di hadapannya itu. Ibunda Aayan adalah tetangga mama dulu sewaktu masih tinggal di Korangi. Mereka dipertemukan kembali oleh seorang biro jodoh yang biasa dimintai tolong mengenai perjodohan. Biasanya biro jodoh mengambil selembar foto dari orang-orang yang meminta tolong padanya untuk kemudian saling ditukarkan. Begitulah nasib Shireen. Bukan hatinya yang memilih Aayan, namun takdirnyalah yang memilihnya. Mungkin inilah nasibnya, bersanding dengan Aayan.

Ia memandang wajah suaminya itu. Dia memberi Shireen sebuah kecupan pada keningnya. Teduh.... mata abu-abu yang membuat jantung Shireen berdegup kencang.
Ia pun berjanji dalam hati, bahwa cintanya hanya untuk Aayan.

*

Semburat memori satu-satu bermunculan di kepala Shireen. Ia tersenyum mengingat hari indahnya membuka hati untuk Aayan.

"Ren, cucikan baju yang sudah teronggok di kamar mandi, kemudian siramkan bunga ya," perintah anum, kakak Aayan. Ia hanya mengangguk.

Tertatih ia menuju kamar mandi dan mulai mencuci baju. Sudah setahun ini ia tinggal di rumah Aayan. Semua pekerjaan rumah ia lakukan sendiri. Tapi momongan belum juga dipercayakan Tuhan pada mereka.

Hari-harinya hanya sibuk mengurus kebutuhan sehari-hari keluarga Aayan disamping mengurus rumah tangganya sendiri. Badannya menjadi ringkih, bahkan ia tak sempat merawat diri. Jujur jika boleh meminta, ia tak tahan tinggal di pondok mertua indah.

Ia mengelap keringatnya yang bercucuran, sambil memasukkan baju yang sudah diperas ke dalam ember biru untuk kemudian dijemur.
Ia menaiki anak tangga satu persatu sambil menjinjing ember yang penuh dengan pakaian.

"Kakak di sini?" tanya Shireen melihat Anum duduk di rusbang bambu di balkoni. Ia menatap Shireen seolah ingin menerkamnya.
"Lama sekali?" balasnya bertanya. Shireen hanya menunduk dan bermain dengan pikirannya. Ia letakkan ember itu dan mulai mengambil pakaian satu per satu, dia kibaskan kemudian dijemur.

"Lain kali jangan banyak melamun," tukas Anum padanya. Shireen cuma tersenyum getir tanpa menjawab. Anum lalu turun ke bawah walau masih menceracau tidak karuan.

Selesai menjemur, ia menghidupkan keran dan mulai menyiram tanaman. Ada empat pot tanaman bunga mawar dan selebihnya terdiri dari bunga krisan dan perdu. Ia menatap bunga mawar itu dengan sendu. Ingin ia memetiknya, namun ia mengurungkan niatnya. Khawatir si ratu lebah akan kembali menyengatnya dengan kata-kata yang tidak mengenakkan. Shireen lebih suka bermain aman.

Telepon genggamnya berdering, ia merogih kantongnya dan melihat nama Mama disitu.
"Assalamualaikum, Ma," sapa Shireen dengan semangat.
"Waalaikumsalam, lagi apa Shireen?" tanya Mama.
"Lagi siram bunga, Ma. Mama lagi ngapain?" Shireen balik bertanya sambil merebahkan diri di atas rusbang bambu.
"Lagi mikirin kamu," tukas Mama yang membuat bibir Shireen menyungging senyum.
"Udah lama kamu enggak ke rumah, Mama rindu sekali, lho!" ungkap mama yang membuat Shireen sadar sudah lima bulan ia tidak berkunjung ke rumah Mama.
"Mintalah sama suamimu, main ke sini." lanjut mama.
"Iya, Ma. Nanti kalau Aayan sudah pulang, aku minta dia mengantarkan aku ke rumah Mama." ujar Shireen. Terdengar mama berdehem tanda ia tersenyum. Shireen menyudahi percakapannya dengan Mama. Hari sudah mulai senja. Ia harus mandi, sebentar lagi Aayan akan pulang dari kantor.

Sambil berlari kecil wanita mungil itu menuruni anak tangga. Dia melirik Anum yang sedang menonton drama televisi kesukaannya. Dengan sedikit tergesa Shireen menuju ke kamar dan membuka lemari. Jemari lentiknya sibuk memilih baju yang pantas ia kenakan untuk menyambut kedatangan sang suami. Ya, hari ini hari spesial, hari ulang tahun pernikahan mereka yang pertama.

Aayan, pria itu memang baik hati, romantis, humoris dan perhatian. Ia bersyukur dan berterimakasih pada Mama yang sudah dengan tepat memilihkan jodoh untuknya.

Shireen keluar dari kamar mandi dengan hati berbunga-bunga. Ia mengambil baju yang sudah dipilihnya dari lemari, yaitu tunik berwarna gading dengan hiasan payet di dada dan ia padukan dengan celana pink menyala . Ia menggerai rambutnya dan menyematkan pin berwarna senada di sebelah kirinya.

"Ting-tong," terdengar bunyi bel dari pintu depan. Dia tersenyum dan berputar kiri dan kanan di depan cermin, lalu ia bergegas ke depan untuk membukakan pintu.

"Assalamualaikum," sapanya.
"Waalaikumsalam," sambut Aayan sambil mengulurkan tangannya. Shireen pun menyambutnya dan menempelkannya ke kening. Ia mengambil tas dari tangan Aayan.

Pria tegap itu menoleh ke belakang. Shireen pun melongok keluar. Tampak seorang wanita cantik, mungkin seumuran dengannya tersenyum.
"Kenalkan ini istriku, Shireen," ujar Aayan padanya.
Shireen hanya tersenyum dan mengulurkan tangan dan segera disambut oleh wanita yang mengaku bernama Sofia yang meninggalkan pertanyaan-pertanyaan di benak Shireen.

ArrangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang