Hancur

12 1 2
                                    

Setelah berdebat panjang kali lebar bin tinggi, kita berakhir disini. Dirumah dio.
"Assalamuallaikum" dio teriak cem di hutan.

"Dio, jangan teriak!! Kuping gue masih dipakek" kesalku, gue ngusap-usap telinga yang ternodai teriakan cempreng dio.

"Ehehehe.. maaf keun yang" ucapnya sambil nyengir, menampakkn giginya yang bersih dan rapi. Ngga ada yang off side a.k.a tonggos.

"Nyegirr aja terus!! Biar ampe kering tuh gigi" dio cuma mengerucutkan bibir. Sok-sokan ngambek !!

"Waalaikumsallam, ehh ada nak giska. Kamu apa kabar sayang?? Kok jarang main kesini sih" kata nyokapnya dio, tante diana. Gue salim sama tante diana sambil cipika cipiki.

"Mami lebay ihh.. orang baru minggu kemarin aku ngajak giska kesini" ucap dio bermaksud mengggoda maminya.

"Kan mami pengennya giska setiap hari kesininya"

"Dio sih pengennya juga tiap hari giska di sini, tapi giskanya tuh mi yang belum siap diseriusin"

Iya sih, emang sebenernya dio udah berulang kali ngelamar gue. Tapi gue tolak, gue belom siap aja kalo harus merried cepet-cepet.

"Yaudah duduk dulu yuk sayang" kata nyokapnya dio sambil nuntun gue ke sofa, gue emang gini. Kalo kesini pasti nyokapnya dio nempel mulu sama gue.

"Dio, kamu buatin minum ya buat giska" pinta tante diana sama dio. Dio yang tadinya udah duduk kini bangkit lagi.

"Yah mami. Aku kan mau berduaan sama giska" kesal dio manyun.

"Udahh.. ngga usah manyun. Buruan buat minum, nanti mantu kesayangan mami keburu haus"
Dio menghentakkan kakinya lalu melangkah ke dapur, di sepanjang jalan dia ngomel-ngomel.

Gue dan tante diana ngobrol. Kemudian om doni, papanya dio ikut gabung. Suasananya begitu hangat. Kita ngobrol hal-hal ringan, sesekali kita tertawa.

Dio muncul dari dapur dengan muka yng ditekuk. Kemudian dia menaruh minuman yang dia bawa dan dia duduk di sofa sebelahku.
Kita kembali bercengkrama.
"Pi, mi, aku pengen serius sama giska. apa papi sama mami bakal ngrestuin hubungan kita" dio membuka pembicaraan, yang jujur aja membuat gue senam jantung.

"Kami merestuimu nak, tapi apakah giska sudah siap ke jenjang yang lebih serius?" Bokapnya dio nanya ke gue.

"Insyaallah, saya udah siap om"ucapku pelan, gue ngelirik dio. Dio senyum ke gue kemudian meluk gue. Gue kaget campur malu, iyalah . Orang gue dipeluk didepan ortunya.

"Makasih!!" Bisiknya ditelingaku.
Dio lalu nglepas pelukannya, rasa panas menjalar di pipiku.

"Rupanya anak kita ngga sabaran ya pi" ucap nyokapnya dio sambil tersenyum ke arah ku. Gue cuma bisa tersenyum kikuk.

"Kalo kalian emang udah serius, lebih baik dio kamu lamar giska. Mintalah dulu restu ke orang tuannya giska. Dan satu lagi, kamu jangan pernah kecewain giska" kata bokapnya dio.

"Iya, karna kamu tau. Giska udah kita anggep anak kita sendiri" timpal nyokapnya dio.

"Iya, dio janji bakal selalu ngebahagiain giska" ucap dio tegas.

"Bagus, papi nggak butuh janji, papi hanya butuh bukti!!" Kata bokapnya dio lagi.

Tiba-tiba...

"Dio.. lo harus tanggung jawab" lea masuk kerumah sambil teriak teriak kalap, dia nglempar amplop putih kearah dio. Gue, dio dan ortunya dio berdiri kita semua natap lea, meminta penjelasan.

"Gguueee.. gggue hhhamil" lea terisak. Dan booommm. Itu pukulan telak buat gue, gue masih diam mematung . Semua bener-bener sulit buat gue mengerti.

Bukan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang