ini adalah kisah tentang diriku, si mahasiswi baru yang menjadi popular setelah aku masuk ke kampus dengan jurusan seni yang paling bagus seantero negeri bunga sakura, Jepang. Serangkaian cerita yang menurutku lucu. Ya, ceritanya adalah tentang bagaimana aku bisa bertemu dengan seseorang yang berhasil menaklukan hatiku.
***
Namanya adalah Addison Lorentino. Dia seorang mahasiswa yang cukup populer di kampusnya. Tapi, dia mempunyai satu kekurangan diantara semua kelebihannya yaitu sifatnya yang dingin terhadap semua gadis penggemarnya. Addison mempunyai 4 orang teman yang sama populernya dengan dirinya.
Eneas dan Erass Delagios, si kembar yang suka sekali membuat kehebohan. Mereka tak pernah membuat hari menjadi sepi.
Dacio Delgarez, dia adalah seorang yang paling berbeda dari semua teman-temannya. Dia hanya mau berkumpul kalau ada hal yang penting yang harus di bicarakan, dan selain itu dia akan “menghilang” dari semua orang untuk melakukan hobinya yaitu menenangkan dirinya dengan mendengar lagu horror. Funeral march milik Beethoven, L’Arc~en~ciel – finale adalah lagu-lagu favoritnya. He is the perfect popular boy, i think.
Benedicte Damaris, ketampanannya menghipnotis hampir semua gadis di kampus, sayangnya dia tipe laki-laki “penggoda” alias playboy. Euugh... that’s disgusting!
***
“Nama lengkapku Aleecean Vandregia. Kalian bisa memanggilku Aleece. Aku baru saja pindah dari Jerman. Aku pindah ke sini karena ayahku yang kerjanya berpindah-pindah... bla... bla... dan mohon bantuannya... terima kasih!” kataku yang berada di bagian depan kelas untuk memperkenalkan diri dan itu adalah hal yang paling aku benci.
Ini adalah hari pertama aku berkuliah di kampus Da Vinch University. Dari nama universitasnya sudah tidak perlu di tanyakan lagi kampus apa ini. Ya, ini kampus yang menkhususkan pada seni seperti musik, desain, dan yang lainnya.
“baik, kamu duduk di sana!” kata sang dosen yang menunjuk ke arah bangku kosong yang berada di antara anak laki-laki. Lagi. Aku bosan duduk diantara lelaki-lelaki. Di kampus sebelumnya aku juga seperti ini. Tak perlu berlama-lama aku langsung pergi ke tempat itu dan menerima mata kuliah di kuliah pertamaku.
Aku mengambil jurusan desain. Sebenarnya semuanya adalah keterpaksaan. Aku sendiri hanya ingin berkuliah di jurusan fashion design karena aku menyukai hal-hal tentang fashion.
***
Saat jam istirahat, banyak anak lelaki menghampiriku. Untuk apa? Meminta kontakku tentunya. Bukan aku sombong atau bagaimana, tapi itulah kenyataannya. Aku tak tertarik pada mereka. Aku tertarik pada satu lelaki di kelas. Lelaki itu cuek, pendiam, dan dia juga kalem. Aku ingin sekali mengenalnya.
“Awas! Awas!” kata seseorang di balik gerombolan laki-laki yang mengerumuniku. Sedangkan, lelaki-lelaki itu berteriak, ’hey, apa-apaan ini?!’
“Aleece. Betul?” katanya sambil membungkukkan tubuhnya di hadapanku. Aku memundurkan tubuhku.
“apa?” kataku yang merasa akan ada sesuatu yang aneh.
“aku Eneas. ini saudara kembarku, Erass.” Kata Eneas.
“hai?” kata Erass. Aku mengangguk dan tersenyum. Mungkin pemikiranku salah, mereka tampak manis.
“ini Benedicte.” Lanjut Eneas.
“Aloha, gadis cantik!” kata Benedicte. Kesan pertama saat aku melihatnya adalah dia sseorang pria yang menjijikan.
“ah?” kataku yang sambil menaikkan alis sebelah kananku.
“maaf, Benedicte memang seperti itu. Genit. Jangan pedulikan dia oke?” kata Erass.
“iya. Aku mengerti. Itu menjijikan!”
“hahahaha! Kau pikir kau secantik apa, sampai kau mengatakan Dicte menjijikan?” kata seorang lelaki yang ada di belakang mereka. Kapten dari mereka berempat, Addison.
“AAAAA!!! ADDISON!!” Kata gadis-gadis di ruangan yang berteriak sampai memenuhi ruangan. Apa mereka ingin membuat satu kelas ini menjadi tuli?
“a-apa maksudmu?” kataku.
“kau hanya mahasiswi baru di sini! Jangan berpikir kau bisa mengatakan hal yang tidak-tidak terhadap kelompokku!”
“addison! Hentikan!” kata Erass.
“kenapa, Erass? Kau menyukainya?” kata Addison dengan gaya yang tengil. Uh, dia tampan tapi dia menyebalkan.
“eh, tengil, apa yang kau mau sebenarnya?” kataku.
“hey, apa yang kau katakan?” kata Addison.
“tengil. Kenapa? Ada masalah dengan itu?” kataku sambil berkacak pinggang.
“kau ini... memang menyebalkan!” kata Addison.
“memangnya kenapa? Kau ingin menghajarku?” kataku yang menantangnya.
“aarrggghh.. kalau bukan karena kau adalah wanita, aku akan menghajarmu tanpa ampun!” kata Addison.
“sudahlah Addison, dia masih baru di sini, kau jangan cari ribut dengannya!” kata Eneas. Lagi-lagi dia yang mengangkat bicara. Ah, aku semakin kagum padanya.
“maafkan Addison, ya?” kata Erass. Aku hanya menganggukan kepalaku pelan.
“baiklah, sekarang ayo pergi! Daripada nanti Addison mencari ribut lagi.” Kata Benedict. Eneas dan Erass mengangguk setuju dan sambil mendorong perlahan Addison keluar dari kelas.
“sampai jumpa, Aleece!” kata si kembar bersamaan.
“kami pergi dulu, ya? Kalau ada yang menganggumu, panggil kami saja, oke?” kata Benedict sambil mengusap-usap kepalaku lalu pergi. Lelaki pendiam itu pun ikut pergi meninggalkan kelas bersama mereka. Apa dia adalah salah satu dari mereka?
***
“ada apa denganmu hari ini?” kata Benedicte.
“kalian yang kenapa? Kalian dengar sendiri kan, gadis itu menyebut diriku apa? Bukannya membelaku malah membela si anak baru itu, sebenarnya siapa teman kalian? Aku atau dia?” kata Addison yang memarahi ke empat sobatnya itu.
“kami kan tak pernah mengatakan kau, Aleece atau siapapun bukan teman kami kan? Kami tak pernah memilih dalam berteman!” kata Eneas.
“sepertinya nanti kalian akan berpacaran. Biasanya kan kalau baru kenal langsung ada konflik bahkan sampai saling membenci, kalian akan berujung saling suka bahkan saling sayang, iya kan?” kata Erass.
“Erass dan kata-kata mitosnya. Itu tak akan pernah terjadi. Aku tetap pada prinsipku yang tak percaya pada mitos.” Kata Addison dengan ekspresinya yang menunjukkan suatu kejenuhan.
“aku setuju dengannya, kalau kau terus menerus berdebat dengannya, kalian akan berujung saling suka.” Kata Eneas.
“aku juga setuju padanya!” kata Benedicte.
“itu tidak akan mungkin terjadi, sekalipun hanya Aleece, wanita di dunia ini yang belum memiliki pasangan! Ya, itu tidak mungkin terjadi!” kata Addison yang bersikeras menentang semua perkataan teman-temannya.
“tidak ada yang tak mungkin, Addison!” kata Erass.
“terserah kalian ingin berkata apa. Apapun yang kalian katakan tentang mitos- mitos seperti itu, aku tidak akan pernah percaya!” kata Addison yang langsung meninggalkan ke empat temannya.
Hampir setiap hari aku ribut dengannya. Masalah sederhana selalu di perpanjang. Aku mulai muak dengannya. Dan sekarang aku memutuskan untuk mengabaikan semua yang dia katakan. Alhasil, aku hanya dekat dengan ketiga temannya; Erass, Eneas, dan juga Benedict.
KAMU SEDANG MEMBACA
popular love
Non-Fictionthis is my favorite short story.. i don't know why, i really like the story... so, i upload on wattpad happy reading