Antara Aku dan Mereka

545 23 0
                                    

Aku tau apa yang telah terjadi. Bisa saja menghancurkan reputasi OSIS di mata teman-teman satu sekolah. Nggak hanya itu, begitu keluar dari sini pasti aku akan di cerca habis-habisan. Bagaimana dengan guru?! Entahlah aku harus bagaimana lagi.

“Nat, Le, San, Ti…” panggilku lirih. “Aku harus gimana habis ini?” tanyaku disela-sela isakan.

“Emang hasilnya kemana, Re?” tanya Sandy lembut.

“Di Asya, dan dia bilang hilang…” jawabku parau.

“Asya…?” tanya Tiara tak percaya. “nggak… nggak mungkin kalau Asya!” lanjutnya.

“Gue beneran, Ti. Dia. Dan dia… dia tadi sama Edo di dalam ruang OSIS, dan gue liat sendiri kalau Edo membakarnya.” Jelasku.

“Ahh, masa Re?” Sandy bertanya lagi.

“Gue bener San. Nggak bohong!” ujarku yakin.

“Jadi lo nuduh gue gitu, Re?” tanya Asya yang entah bagaimana sudah ada di dekat kami.

Aku dan keempat sahabatku terperangah.

“Re, gue emang salah ngilangin hasilnya. Tapi bukan berarti lo nuduh gue gitu apalagi lo bawa-bawa Edo.” Ujar Asya sambil menangis.

Tiara pergi ke sebelahnya dan mengelus-elus punggungnya.

“Re, lo nggak usah bohong deh! Apa banget sih. Sampe bohong gitu! Kalau emang hilang ya kita hadapin sama-sama. Nggak gini caranya! Gue benci sama lo, Re. benci!” pekik Tiara lalu menggandeng Asya pergi.

“Gue nggak tau harus gimana, Re. gue kecewa.” Sandy berkata singkat dan langsun menyusul Tiara.

Aku menatap Lea dengan nanar. Aku berharap dia mempercayaiku. Tapi dia membuang wajah lalu pergi juga. Rasanya sakit, tapi aku menoleh ke sebelahku. Masih ada Natan yang diam mematung. Ia nggak bersuara samasekali dari tadi. Suasana hening. Hanya deru nafas kami yang terdengar. Dan aku merasa sangat kecewa, rasa sakit hatiku menyeruak dan menyekat kata-kataku.

“Nat, lo mau pergi juga?” tanyaku ragu.

Natan menggeleng. “Gue bingung, Re. seumur hidup, feeling gue nggak pernah salah. Tapi kali ini gue bingung banget. Lo tau kan gue sayang sama Asya, gue suka sama dia. Tapi lo sahabat gue,Re. gue wakil lo karena lo ketuanya. Udah jadi tugas gue mendampingi lo, dan gue nggak akan sebodoh itu ninggalin lo yang lebih butuh gue disini.”

“Nat…” ujarku tak percaya.

“Kalau semua orang ninggalin lo, kalau lo tinggal sendirian. Ingat gue, Re. bayangin gue. Karena gue akan jadi sahabat sejati lo. Yang terus ada setiap lo butuh.”

“Tapi lo kan suka sama Asya. Apa lo nggak mau perjuangin itu?” tanyaku.

“Gue emang suka sama Asya. Tapi lo pernah denger nggak? Kalau sahabat itu yang lebih kita butuhkan daripada pacar.”

***

Dan sejak kala itu suasana jadi berubah! Aku, Lea, Sandy, Tiara dan Natan tidak seperti dulu lagi. Setiap kali orang bertanya apa yang terjadi dengan kami, kami hanya tersenyum dan menggeleng. Yeah. Kami sudah terbiasa menutupi semuanya. Kami sudah terbiasa jadi orang lain ketika di depan public. Selama jadi anak OSIS kami selalu bisa menutupi privasi kami, dan kami sudah terbiasa dengan itu.

Hanya kami berlima yang tau apa yang sebenarnya terjadi. Namun hanya aku sendiri yang benar-benar tau kejadiannya. Tentang Asya dan Edo pada hari itu. Sayangnya tidak ada satu orang pun yang percaya padaku.

Sekarang hanya tersisa Natan dari mereka berempat. Kadang bahkan aku merindukan kami berlima. Aku bisa bertukar pikiran dengan asik dengan mereka. Aku merasa sangat nyaman. Dan aku rindu video atau liputan kami yang ada di channel youtube sekolah.

Bukannya pengen di ekspos atau apa. Tapi aku hanya merindukan setiap pujian orang-orang bahwa anak-anak A list yang masuk kelas unggulan ternyata punya cerita persahabatan yang bisa dibanggakan. Hanya saja semuanya telah berakhir.

“Hoi…” Rina mengejutkanku yang sedang melamun. “Kenapa lo, Re? tumben tumben ngelamun? Banyak utang?” Rina nyerocos.

“Nggak kok. Hahaa.” Jawabku lalu tertawa garing. Aku menatap Rina dan wajahnya berubah serius.

“Nggak usah bohong juga,Re. gue tau lo lagi ada masalah kan?” tanya Rina lagi.

Aku tersenyum lalu berkata dengan lirih. “Five AM, Rin.”

“Oooh. Kalau masalah itu gue minta maaf banget Re. gue nggak bisa bantu apapun. Gue nggak bisa dong ikut campur masalah kalian yang… apa ya rumit menurut gue.”

Dan setelahnya kami hanya diam.

Entah kenapa, setelah aku dicampakkan oleh mereka aku menemukan Rina, Ney dan Anne. Mereka membuatku merasa menjadi diriku sendiri. Mereka memang bukan anak OSIS, bukan anak popular atau anak A list, tapi mereka membuatku menjadi diriku sendiri, tanpa harus menjaga privasi atau apalah.

Mereka nggak menganggapku sebagai Ketua OSIS SMP Caraka I. mereka menganggapku sebagai Rebeca Keira, mereka memperlakukanku sebagai Rebeca dan aku merindukan dianggap seperti itu. Hmm, kesimpulannya, aku nyaman bersama mereka, aku bahagia bersama mereka dan aku berharap aku akan terus seperti ini.

“Re…” panggil Rina.

“Apa?”

“Lo kenal Sandy seberapa jauh sih?” tanyanya lagi dengan nada malu-malu.

“CUkup jauh sih. Gue tau siapa dia sebenarnya.”

“Iya ya? Dia baik nggak?”

Aku tertawa, “Lo suka sama dia yaaa? Hayoo ngakuuuuu…” todongku membuat Rina blushing.

“Ssssst, jangan gede-gede. Malu gueee.”

“Ciee Rinaaa. Tapi… tapi… ya lo taulah apa yng terjadi dengan kami.”

“Iya gue tau.”

Childhood ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang