Falling Stars

535 24 0
                                    

Pagi-pagi aku udah ada di sekolah. Sekitar jam setengah tujuh, kelas masih lumayan sepi. Hanya ada Sandy, Dira dan Hani. Dira dan Hani sedang mengobrol asik dan Sandy diam di belakang sambil membolak-balik buku pelajaran. Aku menatap Sandy, ingin sekali rasanya aku menghampirinya dan mengajaknya ngobrol, tapi aku cukup sadar kalau aku dan dia tidak seperti dulu lagi.

Pandanganku tertuju pada secarik kertas di atas mejaku.

Re, nanti malam ke Reefrez ya. Gue tunggu jam setengah 7.

Dari siapeee cobaa? Nganeh banget, tapi gue cukup penasaran. Gue pengen banget datang tapi gue juga takut. Apa gue minta temenin Kak Bryan aja ya? Aah nggak mau. Gue sama dia aja jarang banget ngomong. Mana mau dia nemenin gue ke kafe di ujung jalan…

“Re, dari siapa tuh kertas?” tanya Anne yang ternyata udah datang.

“Gue juga nggak tau, An. Gue penasaran, tapi gue takut juga.”

“Hmm, gue juga penasaran sihh. Tapi itu terserah lo sih mau dateng ke kafe itu atau nggak.”

“Iya juga ya. Gue pikirin lagi dah nanti…” ujarku sambil tersenyum pada Anne.

Sebenarnya jauh dalam hatiku aku berharap orang yang ngasih kertas itu adalah Bara, ya Tuhan aku ngarep banget sihhh. Aaah….

***

“Mas kenapa kamu beli buku gambar baru? Yang lama bukannya masih?” tanyaku polos pada Mas Kia.

“Udah habis, dan yang ini mau kuhabisin juga.” Jawabnya datar tanpa berpaling dari buku gambar barunya.

“Kamu ini, nggak boleh boros!” aku memukul lengannya.

Aku meraih buku gambar lamanya dan mendapati coretan namaku di seluruh  lembarannya.

“Mas kiaaaa. Kenapa bisa?!”

“Karena cuman itu inspirasi aku. Hanya nama kamu yang ada di otakku. Hehe,” jawabnya lalu nyengir aneh dan membuatku tertawa.

***

Dia selalu berhasil ada di sisiku. Dia selalu berhasil membuatku merasa nggak sendirian. Dia selalu berhasil membuatku bahagia. Entah bagaimana caranya. Aku menyayanginya, bukan! Mungkin rasa sayang masa kecilku telah berubah jadi cinta sekarang.

Apa pantas aku mencintai orang yang bahkan sekarang aku tak tau kabarnya… aku merindukannya. Aku ingin dia berada di sisiku seperti dulu.

Bel rumahku berbunyi. Aku langsung berlari ke pintu depan dan membukanya.

“Kak Marsha…”

“Hai Re. Kak Bryan ada?” tanyanya sumringah.

Aku mengangguk. “Ada kak. Masuk aja dulu.”

“Iya makasih.” Kak Marsha lalu duduk di ruang tamu sedangkan aku segera menuju ke kamar Kak Bryan. Kamar Kak Bryan adalah tempat yang selama ini nggak berani aku masuki. Karena kami bukan kakak adik normal menurutku. Bahkan kami sangat jarang bicara, padahal kami samasekali nggak berantem.

“Kak. Ada Kak Marsha diluar. Nyari lo.” Ujarku pendek lalu kembali menutup pintu kamarnya.

Aku berharap ada Kak Elma disini. Kak Elma yang selalu bisa membuat atmosfer di antara kami tidak canggung. Kak Elma selalu bisa mencairkan suasana rumah. Aku yakin pasti Mama dan Ayah juga merindukannya.

Sekali lagi kutatap jam dinding. Huaaa, sekarang jam setengah tujuh kurang lima. Pergi/enggak/pergi/enggak!!!

Mama lagi nggak ada di rumah, lagi ada latihan koor, iyaa Mama emang aktif di Gereja. So, di rumah hanya ada aku dan Kak Bryan, karena Ayahku hanya pulang seminggu sekali. 85% aku berani bertaruh, Kak Bryan dan Kak Marsha pasti akan pergi.

Childhood ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang