Chapter 3 : HansArthur & GretLinda

17 1 0
                                    




Every adventures requires a first step

-Alice in Wonderland-

KAMI TERJEBAK DI DALAM RUMAH KUE BERSAMA NENEK SIHIR KANIBAL. Nenek sihir itu terus – terusan menyunggingkan senyum lebar hingga matanya menyipit. Dia terlihat begitu ramah ketika mempersilakan kami untuk masuk ke dalam rumah kuenya.

Laki – laki bodoh yang baru saja melubangi tembok rumah seseorang itu malah dengan mudahnya mengekor di belakang nenek sihir mengerikan itu hanya karena diiming – imingi oleh cookies kering dan segelas susu.

Heh, dia kira dirinya bocah !

Aku menarik lengannya ketika ia akan melewati pintu yang terbuat dari cokelat itu dan masuk ke dalam rumah si nenek sihir.

"What ?" Tanyanya agak berbisik saat melihat jari telunjukku di bibir, mengisyaratkan agar ia tidak berbicara dengan keras.

"Kau mau mengikuti nenek sihir ini ke dalam rumahnya ? Kau gila atau apa ?" Tanyaku dengan suara yang tak kalah kecilnya.

"Dia menawariku cookies," ucapnya, seolah – olah cookies adalah harta karun yang tidak bisa ditolak di dunia ini. "Ayolah, kita bisa makan cookies sepiring atau dua piring, lalu pergi dari sini." Pikiran laki – laki itu sepertinya telah digelapkan dengan sesuatu semacam cookies.

" Kau kira gampang ?!" Aku nyaris saja berteriak kesal. Ck, dia selalu saja menganggap enteng semuanya. Entah ini yang dinamakan polos, lugu atau bodoh. Oh, untuk kasus yang satu ini, aku rasa laki – laki di sampingku ini memiliki ketiga hal tadi.

"Kita pikirkan cara keluarnya nanti oke ? Perutku benar – benar perlu makan, kau tahu."

Dan dengan begitu, kami berdua masuk ke dalam jebakan si nenek sihir dengan mudahnya.

...

Sungguh, aku sendiri juga tidak mengerti dengan diriku sendiri yang mau – maunya mengikuti laki – laki narsis dan tidak waras ini. Oh, harusnya aku memilih naik pegasus atau unicorn saja. Mungkin mereka akan membawaku ke tempat yang lebih baik, dan bukannya berakhir di sarang nenek sihir bersama laki – laki yang tergila – gila dengan cookies.

Aku menghela nafas. Tidak ada gunanya menyesal. Yang penting adalah masa kini dan masa depan. Ya, yang terpenting sekarang adalah mengisi perut, mandi, dan melarikan diri dari sini.

Aku memperhatikan bagian dalam rumah kue ini yang terlihat sama dengan rumah biasa. Ada meja, kursi, rak, dan tangga menuju lantai dua. Perbedaannya adalah semua bahan – bahan yang membuat rumah ini adalah kue. Ya, meja bundar dari biskuit, kursi empuk berbentuk lingkaran dari roti, rak yang terbuat dari krim dan tangga ke atas yang terbuat dari kue spons. Ah, semuanya terlihat lezat. Tanpa sadar, aku menelan air liurku sendiri.

Laki – laki di sampingku juga sama terpesonanya. Ia tak henti - hentinya mendaratkan telunjuknya di setiap benda yang ia lewati dan mencicipinya. Sesekali, ia mengernyit atau tersenyum senang. Dasar maniak kue.

"Silakan duduk anak – anak manis," ucap nenek sihir itu, "aku akan menyiapkan kue yang enak untuk kalian berdua." Suara khas nenek – nenek yang terdengar senang dan licik sekaligus.

Nenek sihir itu berdiri di ambang pintu cokelat yang terbuka, menampilkan sisi dalamnya yang berupa ruangan dengan meja kotak dari biskuit dan kursi – kursi tinggi berjejer yang terbuat dari marshmallow dengan baguette sebagai tiangnya.

7 Things That I Called Nonsense!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang