"Ayo, sekarang kita ke mall." Ajak Galan.
"Ngapain?"
"Beli dress buat kamu besok."
Aku mengangkat kedua alisku. "Nggak perlu."
"Perlu," sahutnya cepat. "Soalnya kamu pergi sama saya. Saya yang ngajak kamu dan saya bilang soal ini mendadak. Jadi, saya bertanggung jawab soal kamu tentang apapun itu yang berkaitan sama acara ini."
Sudah beberapa dress yang kucoba tetapi tidak ada satupun yang diiyakan oleh Galan. Aku sudah menolak untuk mencobanya. Tapi, Galan seolah kekeuh dengan pendiriannya. Aku keluar dari ruang ganti untuk menunjukkan dress berwarna hitam ke Galan.
"Ini yang terakhir. Kalo kamu masih nggak setuju, terserah. Saya nggak mau nyoba lagi."
"Bagus." Seolah tidak mendengar kalimatku. Galan berujar cepat. Matanya memandang dari atas sampai bawah. Satu senyum simpul tercetak di wajahnya. "Saya ambil yang itu." ujarnya pada sang pramuniaga.
"Laper nggak?" tanyanya setelah keluar dari butik.
"Laper."
"Mau makan dimana?"
"Dimana aja deh yang cepet. Udah laper banget." Galan menertawai keluhanku. Melihat rait wajahku juga yang benar-benar menunjukkan seseorang yang sedang lapar.
"Yaudah, ayo." Aku dan Galan baru berjalan beriringan selama beberapa saat ketika sebuah suara membuat langkah kami berhenti dan sontak menoleh untuk melihat si empu suara.
"Halo, Mocha, kebetulan sekali ketemu disini." Seseorang bernama Firas Saputra tengah berdiri tepat dihadapan aku dan Galan.
"Eh, halo, iya kebetulan ya?" aku berusaha membawa suasana agar mencair. Kulirik Galan disebelahku, dia tidak bersuara sama sekali. Aku jadi pesimis untuk membuat Galan ikut mencairkan suasana diantara kami bertiga.
"Udah pada makan? Kebetulan saya lagi mau makan. Mungkin kita bisa bareng." Aku baru akan membuka mulut ketika suara Galan memenuhi gendang telingaku.
"Kita berdua udah makan barusan. Lagi buru-buru. Mungkin lain kali? Maaf, permisi." Tangan Galan sudah merenggut tanganku untuk mengikuti langkahnya yang cepat. Bahkan aku belum sempat mengucapkan apapun pada Firas. Diluar, Galan baru melepas pegangan tangannya.
"Apa-apaan sih?" keluhku. "Nggak sopan ninggalin orang kaya tadi."
"Maaf."
"Saya nggak perlu maaf kamu. Tapi, dia, Firas." Mendengar nama Firas disebut-sebut rahang Galan mengeras meski ia berusaha untuk menutupinya. "Kamu kenapa? Dua kali kamu ketemu Firas. Kelakuan kamu aneh tau gak?"
"Iya, maaf. Lain kali kalo ketemu sama Firas. Saya bakal minta maaf. Lupain kejadian tadi. Sekarang, kamu mau makan dimana? Ada restoran seafood deket sini yang enak. Kamu mau?"
Aku menunda membicarakan masalah tadi dan mengikuti Galan berjalan ke mobilnya. Sampai di restoran seafood yang Galan bilang, tidak ada pembicaraan lain diantara kami selain menanyakan pesanan. Seolah kita berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Besok saya jemput kamu jam 7 ya." Kalimat pertama Galan yang memecah suasana hening diantara kami.
"Oke." Aku menjawab cepat dan tidak ingin bertanya lebih lanjut. Pandanganku terfokus pada aquarium yang ada didalam restoran.
"Saya tau kamu pasti bingung sama sikap saya." Aku hanya melirik Galan. "Yang kamu harus tau. Semua yang saya lakuin itu pasti punya alasan."
"Alasan apa?"