Bagian 4 Pisau

89 13 0
                                    

Tawa gadis itu merayap ke penjuru ruangan, kadang diselingi suara tubrukan dengan dinding dan suara ouch, hanya tidak terlalu keras. Anggota lain yang tidak bersabar dengan sangat antusias berlari ke dalam ruangan dan mendapati tubuh mereka melawan gravitasi. Satu persatu mulai menempati kapsul tidur mereka dan dinding atas menjadi bagian favorit untuk direbutkan. Tanpa memilih, aku bisa mengetahui jika aku akan tidur di kapsul barisan pertama di bagian bawah, setidaknya tempat yang jauh lebih bagus daripada harus berada di ketinggian dan tertumbuk segala macam benda di atas.

Aku menjadi gelagapan ketika tersadar jika semua anggota baru sudah berada di kapsul tidur mereka, tidak ada seorang pun yang melindungiku dari tatapan orang itu, ya, orang yang selama ini tak lain adalah ancaman tersendiri menurutku. Benedict memandangku sekilas kemudian membuang muka, dan itu membuatku lega. Ia masih berdiri di ambang pintu namun sorotan matanya hanya menatap kosong pada lorong, menembus kepalaku, sementara Christina memandangi para anggota baru-untuk mengingat nama mereka-dan Pete sedang bersenang-senang untuk bergabung serta melakukan beberapa gaya aneh saat ia melayang. Lalu sirine terdengar lagi, tidak jauh berisik daripada sebelumnya.

Benedict dan si wanita bengis itu saling menatap lalu Christina mengangguk. Ia melompat ke tengah ruangan dan menarik kerah Pete sehingga nyaris seluruh isi ruang kapsul tertawa. Mereka bertiga kembali berjejer seperti semula.

"Itu adalah tanda kalau waktu sudah berganti," Kata Christina sedikit galak sebab ia merasa kurang diperhatikan. "Gunakan waktu selagi masih luang, sirine berikutnya adalah jam makan malam. Nikmati waktu kalian, anak-anak." Lirihnya seraya melangkah pergi disusul oleh kedua rekannya.

"Semoga berhasil besok, nona Wreater." Desis si pemilik suara bariton ketika melintas di depanku, tentunya dengan sebuah kilas pandangan yang membuatku ingin mencungkil bola matanya.

"Kenapa kau tidak ikut merasakan sensasi terbang bersama yang lainnya?" Tanya sebuah suara yang rupanya Pete, kini dia sedang berhenti sejenak satu meter di depanku.

"Aku tidak suka dengan ketinggian." Lirihku, sampai-sampai orang itu mendekat.

"Maafkan aku, tapi sepertinya tekanan udara di S.P.E.A.R sudah distabilkan, atau telingaku sendiri mengalami masalah pendengaran sehingga aku tak bisa mendengarmu." Guraunya seraya menggaruk daun telinga.

"Aku takut pada ketinggian." Ulangku.

"Jika kau takut ketinggian, mungkin saat ini kau sudah mati ketakutan di sini, kau tahu seberapa tinggi kita dari bumi?" Katanya, namun aku terdiam. "Katakanlah sesuatu."

"Aku..." Kataku lamban dan sebenarnya aku sedang berpikir keras. "Aku tidak patut untuk berbicara dengan seorang senior-"

"-Kenapa?" Tukasnya.

"Karena seorang junior harus tunduk pada seniornya dan tidak boleh membangkang, itulah yang selalu ada di bumi." Kataku.

"Senior bukan majikan dan junior bukan bawahan, kau bisa jadi temanku dan aku bisa jadi temanmu, mudah, bukan?" Kata Pete, tiba-tiba ia seolah tersentak oleh sesuatu. "Oh, ya! Sepertinya obrolan terlalu singkat, ya? Aku akan pergi menemui pelatihku, sampai nanti." Ia berlari kecil dan tidak menoleh ke belakang lagi.

Aku merambatkan jemariku ke dinding di ruang kapsul seraya berusaha mengumpulkan keberanian untuk segera melayang. Aku merayap perlahan dan kurasa ini seperti berenang, hanya saja tanpa air kolam. Kucengkeram erat tepian kapsulku dan menarik badanku maju, lalu aku memeriksa keadaan di dalam sana yang ternyata tidak seburuk yang kukira. Kapsul ini berbentuk lonjong dengan lebar sekiranya 2,5 meter, setelah kuraba rupanya kantung tidur di dalam sangat empuk sehingga sangat minim untuk terbentur keras saat tertidur. Lalu, bagian atas kapsul diberi kaca berengsel untuk ditutup saat kami tidur dan dilengkapi pengatur suhu serta penutup telinga.

Outside from the EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang