Chapter 3 : Roti Isi ibu-ibu kantin

73 8 20
                                    

"Dri cepetan woy, ntar kehabisan!" teriak Daniel yang sudah berlari keluar kelas.

Berbeda dengan Daniel, aku lebih memilih berjalan santai keluar kelas, karena ya... kalian tahu kan masih ada Pak Tua itu di kelas dan aku tidak mau dihukum berduaan dengan pria tua kekar berotot itu di kantornya. Membayangkannya saja sudah mengerikan.

Setelah ku rasa keadaan sudah aman, aku langsung berlari secepat mungkin menuju kantin. Kulihat Daniel sama sekali tidak mengurangi kecepatannya. Dia berlari sambil menjulurkan lidahnya sampai air liurnya berceceran di lantai. Apakah ini yang dinamakan cinta? Eh salah sorry, apakah ini yang dinamakan kelaparan.

"Dri cepetan, keburu antre nih,"

"Heh lo gak lihat gue lari, lagipula di sana juga kita bakal antre" balasku

Dugaanku ternyata benar, ku lihat antrean panjang dan berdesakan di depan kios roti itu. Sekitar lima puluh sampai enam puluh orang berdesakan di sana. Mereka memasang wajah singa kelaparan ketika mengantre roti itu.

Sama seperti Daniel, mereka mengeluarkan lidahnya sehingga dapat ku pastikan bahwa lantai itu licin karena ... ya okelah jangan bahas itu lagi, itu terdengar menjijikan

Untuk sesaat kami terdiam memandangi antrean desakan yang udah kayak Perang Shinobi ke-3 di anime sebelah. Aku paling tidak suka mengantri dengan penuh desakan seperti ini, apa mereka tidak bisa mengantri lurus dengan tenang.

"Bro antrinya rame banget nih. Beli yang lain aja ye, besok kita beli rotinya," kataku sambil menunjuk ke kios lainnya.

"Gak! Tanggung nih harta karun sudah di depan mata! Yuk cepet keburuan banyak yang dateng, " jawabnya sambil berlari ke antrean.

Kujamin ini tidak semudah mengucapkannya. Aku berlari ke arah kerumunan murid untuk menembus antrean tapi nyatanya aku terpental beberapa senti karena dorongan murid-murid itu.

Tiba-tiba muncul si cewek barbar berjalan di sebelahku dengan membawa roti isi itu. Dia menatapku yang jatuh di belakang antrean. "Cih lemah," katanya sambil memasang senyum merendahkan. Diapun lanjut berjalan sambil membuka roti itu dan memakannya.

Beberapa meter berjalan dia berhenti dan berbalik. Dia menatapku yang masih belum berdiri dari jatuhku tadi. Dia menjulurkan lidah ke arahku lalu kembali berjalan keluar kantin sembari mengunyah rotinya.

Sialan nih cewek, ngeledekin gue. Lihat aja ntar kalo dapet rotinya, gue makan di muka tuh cewek kataku dalam hati.

Aku bangun dengan semangat menggebu-gebu. Setelah melihat antreannya lagi, kusadari ini bukan soal mendapat banyak roti dari si cewek sialan itu, tetapi bagaimana cara melewati barisan manusia yang haus darah ini.

Ku dorong beberapa orang di depanku, tetapi tetap saja tidak bisa menembus kerumunan itu. Ku coba untuk menyempitkan badan dan bergerak maju layaknya ular di antara murid-murid itu. Akan tetapi, bukannya cepet buat maju malah sakit yang kurasakan akibat sikut-sikut liar di dalam kerumunan itu.

Akupun mundur kembali ke belakang kerumunan. Ku lihat tempatku barusan sudah terisi penuh lagi oleh murid-murid yang antri. He... kayak lumpur hisap aja kataku dalam hati.

"Gimana nih caranya, banyak banget nih antrean kayak mantannya si Daniel," kataku lirih

Ku tengok ke pinggir kerumunan, ternyata di sana ada lebih sedikit siswa dan tidak terlalu padat. Aku langsung berlari ke sana secepat yang aku bisa.

Setelah berada di pinggir, aku langsung menerobos para murid haus roti itu. Ku ingatkan ini berbeda dengan menerobos antrean biasa dan bahkan ini tidak bisa disebut antrean, ini perang!

The Night Without StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang