Memulas lisptik merah di bibirnya, Airin melirik sekilas ke arah Sean dari balik cermin. Lelaki itu baru saja berpakaian rapi ala kantoran dan berdecih karena sedikit kerepotan memakai dasinya.Airin sendiri tengah mengepas diri, mengikat rambutnya ke atas kemudian melangkah ke arah suaminya untuk membantu Sean memakaikan dasi.
"Begini saja tidak bisa, dasar manja..." sengaja Airin membuat ikatan dasi dengan lebih erat hingga Sean merasa tercekik dibuatnya. Airin hanya tertawa kecil melihat ekspresi suaminya yang berubah jadi masam. "Maaf, tidak sengaja."
"Untung kau cantik...," Sean melepas diri dari Airi yang lantas berdiri di depan cermin untuk menyisir rambutnya.
"Aku tidak sempat membuat sarapan, kau makanlah di kantor karena hari ini aku mungkin akan pulang larut malam. Aku pergi dengan mobil Mirae, jadi jika kau ada waktu, jemput aku ya," Airin meraih tas jinjingnya sambil menunggu jawaban apa yang akan Sean katakan.
"Cium aku, disini," pinta Sean dan ketika dia menoleh, Airin langsung mengecup bibirnya singkat. "Itu jika aku tidak lupa karena sepulang dari kantor nanti, aku juga akan pergi dengan adikmu. Dia memintaku mengajarinya bermain bowling."
"Taeyong?" satu alis Airin terangkat tinggi-tinggi. "Jangan mengajari adikku macam-macam, awas saja kau!"
"Ini kan urusan laki-laki, kau tidak berhak tahu," Sean sempat mendengar Airin menggumam entah apa sebelum akhirnya wanuta itu menghilang dari pandangan.
Sean kembali menghadap pada cermin, dia menyentuh permukaan dasinya sambil tersenyum karena sikap Airin pagi ini cukup membuatnya senang. Setidaknya tidak ada pertengkaran kecil yang biasa terdengar begitu mereka bangun tidur.
Sean lantas segera turun ke lantai bawah dan berjalan ke arah meja makan. Airin kerap mengatakan dia tidak sempat membuat makanan tapi selalu ada setangkup roti isi selai coklat yang tersaji di piring bersama segelas susu. Dan itu menjadi menu sarapan andalan Sean akhir-akhir ini. Rasa bosan mungkin sudah dia utarakan ribuan kali namun tetap saja Sean berusaha untuk menghabiskannya.
Sibuk menikmati sarapannya, suara dering telepon tiba-tiba berbunyi nyaring. Sean menjejalkan potongan terakhir rotinya ke dalam mulut sambil berjalan ke arah meja kecil di dekat ruang tamu.
"Hallo..."
[Kutunggu kau hari ini di kantor. Tidak ada lagi alasan untuk membolos atau ayah akan menyeretmu kemari] suara Kai kali ini terdengar tegas.
"Iya, iya, aku berangkat," Sean langsung menutup kembali horn telepon secara kasar.
Hanya berselisih usia dua tahun membuat Sean dan Kai selalu dibedakan. Kai yang pintar, Kai yang baik, Kai yang rajin dan Kai-Kai lainnya yang selalu ibu dan ayah elu-elukan. Awalnya Sean masa bodoh dengan hal itu, namun setelah memutuskan untuk menikah terlebih dahulu, rasa-rasanya Kai justru semakin disayang sementara dirinya malah semakin diabaikan.
Dulu, hubungan Sean terbilang cukup dekat dengan kakaknya. Tapi sekarang, untuk berbicara berdua saja dia merasa enggan. Sean selalu menolak ajakan Kai pergi dengan alasan dia sedang sibuk atau memilih bermain bersama Byun maupun Dio. Sean benci karena Kai- kakaknya itu- benar-benar lelaki super baik.
Sean mengunci pintu rumah. Matanya langsung menyipit begitu sinar matahari pagi menyambutnya. Lelaki itu berdoa semoga hari ini semua urusan pekerjaannya akan berjalan dengan lancar. Dia juga berharap sore nanti dirinya masih memiliki sedikit waktu untuk berkumpul bersama teman temannya, selain pergi bersama Taeyong tentunya.
----
"Tebak, siapa aku?"
Airin baru saja selesai bermake-up, tapi mendadak seseorang menutup kedua matanya dengan telapak tangan dari arah belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/109172870-288-k743969.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranjang Bergoyang (proses edit)
Fanfiction"Ranjang Bergoyang" Apa yang kalian pikirkan tentang dua kata itu? Daripada terus bertanya-tanya, bagaimana kalau kalian baca saja isinya, yuk! Welcome to the garingest ff in the world😊