Airin bangun satu jam lebih dulu dari suaminya saat jam dinding di kamar menunjukkan pukul 6 pagi. Wanita itu sebenarnya sudah berusaha membangunkan suaminya beberapa kali, tapi sayangnya Sean tidak mau menggubris. Dia rupanya baru tertidur pukul 3 pagi setelah menghabiskan waktu semalaman dengan menonton film anime seperti anak kecil. Bahkan terkadang Airin ingin sekali membuang semua mainan karakter milik suaminya yang berderet di pinggiran jendela kamar seperti barisan pasukan perang. Benda kecil-kecil itu cukup mengganggu karena Airin sering kali menjatuhkannya ketika sedang membuka tirai. Belum lagi Sean yang kerap marah-marah jika Airin tidak meletakannya kembali pada posisi semula.Sebenarnya Sean terpaksa menaruhnya disana karena sudah tidak ada tempat kosong lagi untuk menampung berbagai koleksi mainan karakternya. Dia dan Airin pernah bertengkar hanya karena satu mainan miniatur itu hilang entah kemana. Sean menuduh Airin yang menjatuhkannya tapi Airin mengelak habis-habisan karena dia bahkan sama sekali tidak peduli pada benda-benda yang baginya sangat tidak berguna itu.
"Sean, ayo bangun...sepertinya mainanmu ada yang hilang. Ah, aku tidak tahu yang mana yang tidak ada, tapi jumlahnya kenapa jadi berkurang begini ya?"
"Hah, menghilang? Karakter yang mana?" mendengar ada salah satu koleksinya yang raib, Sean langsung saja terduduk dengan panik. Sedetik kemudian dia turun dari tempat tidur untuk mengecek apakah yang dikatakan oleh istrinya itu benar.
"Kurasa kau tidak akan bangun jika aku tidak mengatakan hal-hal semacam itu."
Sean yang merasa tertipu memutuskan untuk berjalan kembali naik ke atas tempat tidur. Tapi baru sedetik dia terbaring, Airin tiba-tiba menarik belakang kerah piyamanya dan menyeret lelaki itu untuk segera menuju kamar mandi.
"Kau akan terlambat datang ke kantor, sadarkan dirimu dan jangan membantah!"
30 menit kemudian, Sean sudah duduk di meja makan dengan ekspresi malas. Di hadapannya tersaji beberapa menu sarapan sederhana buatan istrinya yang membuat suara hatinya berseru, 'untung bukan setangkup roti isi selai lagi.'
"Tidak ada yang menyuruhmu untuk begadang semalaman kan? Itu lah akibatnya jika kau tidak memikirkan bagaimana kau harus menghabiskan seharian waktumu untuk bekerja."
Omelan Airin sudah membatu di telinga Sean. Lelaki itu hanya dapat memasang wajah masam sambil terus menikmati jatah sarapannya dalam diam.
"Bagaimana masakanku, enak tidak?"
"Lelaki berselera makan tinggi akan mengatakan jika masakanmu hambar," balas Sean yang kemudian meneguk segelas susu putihnya sampai habis.
"Masih untung kan kalau pagi ini aku mau memasak sesuatu untukmu."
"Bukankah itu kewajibanmu sebagai seorang istri?"
"Sudahlah, jangan berisik. Jika kau merasa hari ini tubuhmu tidak enak, segera lah minum vitamin. Kau juga tidak boleh terlambat makan siang di kantor nanti, mengerti?"
"Kau pikir aku anak berusia 5 tahun apa? Iya...aku sangat mengerti."
"Hari ini mungkin aku akan pulang lebih awal karena mereka bilang hanya akan mengambil syuting beberapa adegan saja."
"Apa yang kau maksud itu termasuk adegan berciuman?" Sean seketika menatap istrinya penuh curiga. "Cukup kau tempelkan bibirmu di bibirnya selama satu detik saja. Setelah itu, basuh dan kumur mulutmu puluhan kali dengan air bunga tujuh rupa."
Mulut Airin menganga, bagaimana bisa Sean tiba-tiba mengatakan kalimat semacam itu padanya.
"Aku berangkat dulu."
Biasanya lelaki itu akan mengecup singkat bibir istrinya sebelum pergi. Tapi kali ini dirinya yang terbakar api cemburu karena ucapannya sendiri, langsung saja berlalu dan menutup pintu depan dengan keras.
![](https://img.wattpad.com/cover/109172870-288-k743969.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranjang Bergoyang (proses edit)
Fanfic"Ranjang Bergoyang" Apa yang kalian pikirkan tentang dua kata itu? Daripada terus bertanya-tanya, bagaimana kalau kalian baca saja isinya, yuk! Welcome to the garingest ff in the world😊