1. Prologue

14.8K 1.4K 156
                                    

Di sebuah kamar yang luas dan mewah, terdengar pergerakan detik dari jam yang menempel di dinding. Pergerakan jarum detik itu terasa nyata karena hehingnya kamar itu. Tidak ada suara lain yang terdengar meski dari luar kamar.

Seorang pemuda tampan berperawakan tinggi berdiri di sisi ranjang. Kemeja putih dan jas hitam membalut tubuh kekarnya. Ia berdiri tegak sembari memperhatikan seseorang yang berbaring di atas ranjang.

Orang itu berbaring dengan memejamkan matanya. Wajahnya tampak begitu damai dan tenang. Cahaya dari balik tirai seolah menyorot kulit putih tanpa cela miliknya. Kulit itu terekspos dengan jelas karena hanya tertutup kemeja putih polos tanpa bawahan.

Pemuda dengan pakaian formal itu berdiri tanpa mengalihkan tatapan matanya. Makhluk indah itu masih tampak mengagumkan meski tengah terpejam. Bibir tipis kemerahan itu tertutup rapat seperti kedua matanya yang tepejam rapat.

Fokusnya teralihkan saat ponsel di saku jasnya bergetar. Saat melihat nama si pemanggil, ia kembali memperhatikan seseorang yang masih terlelap itu.

Jarinya tergerak untuk mengangkat panggilan. Menempelkannya di telinga dan berjalan menuju pintu.

"Mingyu, kau sudah berhasil keluar?" tanya seseorang di seberang sana.

Mingyu yang ditanya tidak langsung menjawab. Pandangannya kembali tertuju pada seseorang yang tengah tertidur di atas ranjang. Setelah mengamati sekali lagi dengan seksama, ia menutupnya perlahan. Sangat perlahan hingga tidak ada suara yang terdengar.

"Untuk satu jam lima puluh lima menit tujuh belas detik ke depan aku bebas," jawabnya pelan meski sudah menjauh dari kamar.

"Bagaimana dengan Seungcheol?" tanya Mingyu.

"Aku akan menghubunginya setelah ini karena aku harus memastikan kau bisa keluar dari rumah itu. Di antara kita bertiga, kau yang paling sulit untuk melepaskan diri dari tuan muda."

"Meski di rumah ini hanya aku pelayan yang tidak seperti kalian yang memiliki lusinan pelayan, tapi aku memang yang paling sulit pergi karena sifat tuan mudaku. Kalian juga tahu bagaimana dia."

Pemuda di seberang sana mengangguk. Walau tangannya sibuk memilih baju dari lemari, tapi telingnya masih tajam untuk mendengar ucapan Mingyu.

"Datang ke tempat biasa." Orang itu memutus sambungan secara sepihak. Tidak khawatir Mingyu akan merutuki perbuatannya. Ia harus memastikan penampilannya maksimal sebelum pergi keluar.

Pemuda dengan hidung mancung itu mengenakan kemeja putih yang dipadukan dengan parka bermotif kotak berwarna coklat. Membuat penampilannya terlihat elegan dan segar di saat bersamaan. Setelah memastikan semuanya sesuai rencana, ia melangkah dari kamarnya. Menaiki mobil yang sedari tadi terparkir manis di depan rumah.

"Bagaimana denganmu?"

Ia kembali menghubungi seseorang melalui telepon genggamnya. Menggenggamnya dengan tangan kiri dan menyetir mobil dengan tangan lainnya.

"Aku sudah sampai," jawab seseorang di seberang sana. Ia tidak memekik meski berita itu mengejutkan.

"Jauh lebih mudah dari pada Mingyu." Kalimat itu bukan pujian, tapi justru ledekan yang membuat pemuda lainnya tersenyum.

"Dia tidak akan membutuhkanku saat sudah berhubungan dengan perawatan kulitnya." Meski sudah menebak, ia tetap terkekeh mendengar jawaban Seungcheol. Rasanya tetap menggelikan meski bukan sesuatu yang asing lagi.

"Sepertinya Mingyu sudah sampai," ucap Seungcheol tiba-tiba. Kali ini ia tidak bisa menutupi keterkejutannya. Ia yakin belum sepuluh menit selesai menghubungi teman seprofesinya itu.

Three Butler'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang