#-#-#
#-#
#
"Mingyu, aku yang akan menjemput Wonwoo."
"Aku yang akan melakukannya. Aku akan menjemput tuan mudaku."
"Beberapa meter lagi aku akan sampai di sekolahnya. Kau bisa fokus dengan apa yang kau lakukan. Aku akan melakukan pekerjaan ini untukmu."
"Aku menolak! Aku yang akan menemui tuan muda."
"Ya Tuhan. Kenapa kau sangat keras kepala. Kau bisa mempercayaiku. Bukannya kau sudah lama mengenalku?"
"Justru karena aku mengenalmu."
Seungcheol langsung terdiam. Menepikan mobil yang dikendarai sembari menghela nafas. Setelah menarik nafas, ia kembali menempelkan ponsel hitam itu ke telinganya.
"Dengar Mingyu, kau pasti tahu Jeonghan akan membunuhku kalau terjadi sesuatu dengan Wonwoo."
"Aku yang akan melakukannya terlebih dulu." Di seberang sana Mingyu berujar mantap. Kalimatnya seolah-olah siap untuk membunuhnya detik itu juga.
"Lakukan semaumu. Aku akan membawa Wonwoo kembali secepatnya. Kau bisa percayakan semuanya padaku." Tanpa menunggu jawaban Mingyu, Seungcheol langsung menutup sambungan telfon mereka. Membuka pintu mobil untuk menunggu kehadiran Wonwoo.
Pandangannya teralihkan dengan beberapa siswa yang berlarian. Seragam yang terpasang tidak rapi membuatnya bisa menebak mereka lari dari jam belajar. Ia tersenyum melihat beberapa siswa itu.
"Penyusup dalam dunia pendidikan ya?" batinnya. Kembali teringat dengan kenangannya beberapa tahun yang lalu.
#-#-#
Nafasnya terdengar berat. Dengan mata menyipit sebelah, ia mengedarkan pandangannya. Menelisik beberapa manusia yang tergeletak di tanah. Seragam putih mereka ternodai warna merah berbau anyir. Sembari terkekeh, ia berdiri dari posisi duduknya. Terkekeh senang saat mereka semua terkapar tidak berdaya. Hanya ia satu-satunya yang masih bisa menegakkan kaki.
"Hanya ini kemampuan kalian? Panggil lebih banyak lagi! Aku masih ingin bersenang-senang," ucapnya diiringi tawa.
Setelah menyeka darah di sudut bibirnya, ia berjalan. Meninggalkan beberapa siswa yang tidak memiliki tenaga untuk sekedar mengangkat tangan.
Remaja berusia enam belas tahun itu berjalan tanpa memedulikan penampilannya. Seragam acak-acakan dan bercak darah yang tertinggal ia abaikan begitu saja. Hanya mendecih kesal saat berpapasan dengan pejalan kaki lainnya.
"Tatapan mereka memuakkan," batinnya. Mencoba mengabaikan tatapan takut beberapa pasang mata yang melihatnya.
#-#-#
Seungcheol menghentikan langkah di sebuah pekarangan rumah yang sangat luas. Ia berdiri tepat di sebuah bangunan berwarna coklat. Rumah bergaya tradisional yang tampaknya diisi beberapa orang di dalam sana. Dari tempatnya berdiri ia bisa mendengar gelak tawa.
Tawa di dalam sana terdengar bagai petir menggelegar. Suara yang sangat tidak ingin di dengar yang mampu menaikkan suhu. Membuat rahangnya mengeras untuk beberapa saat.
"Seungcheol-nim." Beberapa laki-laki berjalan tergesa ke arahnya. Mereka panik melihat penampilannya.
"Ya Tuhan, kenapa Anda kembali dengan penampilan seperti ini? Anda seharusnya ikut serta dengan tuan besar di dalam sana." Kalimat penuh kecemasan itu membuatnya terkekeh. Ia justru berjalan santai melewati beberapa orang di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Butler's
FanfictionKehidupan tiga pelayan tampan dengan tuan muda masing-masing yang memiliki sifat-sifat ajaib. Alasan mereka menjadi pelayan yang membuat mereka bertahan dengan sikap para tuan muda mereka.