Reno yang tertidur dengan posisi duduk di lantai, dengan kepala bersandar dikasur milik Rena, tangan yang menggenggam erat tangan Rena. Sedangkan sang pemilik kasur baru saja terbangun, dan melihat Reno di sampingnya yang tertidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Rena mengusap pelan kepala Reno dengan tangan satunya, ia tersenyum. Ia sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Reno, walaupun lelaki itu selalu bersikap tak acuh padanya, selalu bersikap jutek dan cuek, tetapi tanpa sadar ia sangat perhatian dan sangat mengkhawatirkan Rena.
"Hmm," gumam Reno.
Lelaki itu membuka matanya, dan menatap Rena yang menyunggingkan senyum di depannya. "Good morning, Sir!" Pekik Rena.
Reno mendengus. "Jangan petakilan, tadi malam aja lo udah sekarat gitu."
Rena tersenyum, ia sadar tadi malam rasanya semua badannya sangat sakit, bahkan ia berfikir kalau ia tak akan membuka matanya lagi pagi ini. Tetapi ternyata Tuhan masih berbaik hati padanya, ia masih bisa menghirup udara segar. Sudah sering sekali Rena berfikiran seperti itu, rasanya ia sudah lelah sakit dan terus-terusam meminum obat yang harus dirinya minum.
"Rena," panggil Reno. "Maaf."
Rena tersenyum. "Untuk? Biasa aja kali ah," ucapnya.
"I'm sorry for my words and action, I'm so sorry, Na."
Rena mengangguk, lalu gadis itu berdiri dari tidurnya, berjalan turun ke bawah dan meninggalkan Reno dikamarnya. Rena bersenandung kecil, hingga pada anak tangga kedua paling bawah, kakinya terpeleset. Dengkulnya terhantup dengan ujung pagar tangga, dan langsung memar.
"Aw!" Pekiknya.
Reno yang sedang menuju tangga langsung cepat-cepat turun untuk melihat keadaan sahabatnya itu, ketika sudah melihat Rena, yang dilakukan Reno hanya menggeleng pelan dengan wajah datar.
"Makanya jangan pecicilan kenapa, sih?"
Rena merengut kesal, ia menatap dengkulnya yanh bisa terbilang putih sekarang memar.
"Badan gue makin hari, makin lemah ya," ucapnya.
Reno menatap Rena, lalu ia melihat dengkul Rena, dan menggendong gadis itu menuju sofa.
"Gue ambil obat lo, lo diam di sini jangan ke mana-mana." Reno meninggalkan Rena yang terdiam menatap dengkulnya miris.
"Baru kepentok dikit, memar," cibirnya. "Gimana kalau sengaja diiris pakai pisau, ke mana-mana dah darah gue," omelnya lagi.
"Nggak ada gunanya lo ngomel sendiri." Reno menaruh obat Rena di meja beserta dengan airna. "Dari pada lo ngomel nggak jelas, mending lo minum."
Rena menggeleng, ia membuang arah pandangnya. Reno yang melihat itu langsung menghadapkan wajah Rena pada wajahnya, sehingga mereka berdua bertatapan. Di manik mata Rena terpancar jelas kalau gadis itu kaget, dan sudah bisa Reno tebak kalau gadis itu sedang spot jantung sekarang.
Karena ia tau, dan ia paham bagaimana Rena, tingkah laku, sifat, terkecuali perasaan Rena. Tak pernah terbesit di pikiran Reno tentang siapa yang sahabatnya itu cintai, tentang siapa yang ada di hati gadis itu.
"Reno ih!" Pekik Rena.
Gadis itu menjauhkan wajahnya dari wajah Reno, dan langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia malu.
"Kenapa?" Tanya Reno.
"Masih di tanya kenapa? Tadi tuh kita persis di sinetron-sinetron tau, nggak?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ren
Teen FictionReno Aditya, lelaki dingin, yang sangat susah memberikan ekspresi tersenyum pada semua orang. Renata Amanda, perempuan ceria, yang selalu mempunyai cara membuat Reno tersenyum. Rena dan Reno, dua orang sahabat yang di pertemukan, di sebuah tempat le...