09; 2017 | Karma

5.8K 310 31
                                    

.
.
.
.
.

Tentu Ratnasih menyebut ini sebagai karma buruk, semua ada sebab-akibatnya. Penyebab ia seperti sekarang adalah akibat dari perbuatan di masa lalunya yang cukup buruk.

.
.
.
.
.

Sudah cukup dua malam Ratnasih habiskan untuk menangis. Nyatanya, itu tak membuat ia merasa lebih baik.

Lepas menyapa Tuhannya sebelum fajar tadi, sekarang ia tengah mempersiapkan diri untuk pergi belanja ke pasar.

Semalam ia tidur sendiri. Ratnasih cepat-cepat berdandan dan segera ke luar rumah sebelum Anaya terbangun di kamar sang ibu.

Setelah memanaskan motor, ia berpamitan pada Kinasih. "Ibu mau titip sesuatu?"

"Tidak. Hati-hati terus ke pasarnya jangan lama-lama. Pasti sebentar lagi Anaya bangun. Kalau pagi gini suka rewel, kemarin ge susah nenanginnya." Pesan sang ibu akan Ratnasih ingat baik-baik.

"Pergi dulu, Bu. Assalamualaikum." Ia menyalakan motornya dan melaju.

Satu jam kemudian ia sudah kembali ke rumah. Membawa belanjaan yang siap ia tata di teras tempat biasa ia berjualan seblak dan minuman.

"Asih." Sang ibu muncul di balik pintu rumah.

"Iya, Bu?" Ia menghentikan aktivitasnya menata bahan-bahan untuk berjualan.

"Ini kan jadwal Anaya ke posyandu."

Ratnasih mengkerut. "Ini hari apa Bu?"

"Rabu, Asih. Tadi ibu liat para tetangga bawa anaknya ke posyandu. Ibu juga baru inget ini teh jadwal Anaya ke posyandu."

"Oh iya. Terus Anaya mana Bu? Udah dimandiin kan?" Ratnasih berdiri menghampiri sang ibu.

"Udah, lagi di depan tipi tuh." Kinasih menunjuk ke dalam.

Benar saja, sang bayi tengah bersantai menyaksikan kucing yang mengejar tikus di layar kaca selebar 14" itu. Sesekali bayinya tertawa.

Ratnasih membawa masuk belanjaan untuk berjualan dan menyimpannya di dekat pintu. Kakinya melangkah mendekati Anaya.

Ibu muda itu duduk di lantai beralaskan tikar di samping Anaya dan mengusap lembut kepala sang bayi. "Seru banget nontonnya."

Anaya hanya menatapnya sekejap lalu mengalihkan pandangan lagi ke arah televisi seraya menunjuk-nunjuk objek yang berada di depan.

"Kita ke posyandu dulu, ya. Nontonnya nanti lagi." Tanpa menunggu lama, Ratnasih menggendong Anaya dan membawanya ke luar rumah.

Ia berpamitan lalu pergi menuju posyandu dengan berjalan kaki dan Anaya berada di gendongannya.

Jalan setapak yang ia lewati agak basah, terdapat jejak-jejak sepatu, sandal dan ban motor juga sepeda. Seraya mengajak Anaya berbincang, matanya tak lepas dari rerumputan yang meninggi di kedua sisi jalan ini. Tumbuhan lain pun tak ingin ketinggalan menempati sisi jalan. Setetes air jatuh dari dedaunan saat angin menggoyangnya.

Kesempatan Kedua [New Version] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang