"Bruuk!"
Tiba-tiba semua buku berjatuhan dari tanganku. Bukan karena tak mampu membawanya ataupun tak bisa menjaga keseimbangan diri di dalam bis yang sedang melaju, namun ada sesuatu yang menghantam tubuhku. Dengan refleks langsung aku punguti buku-buku psikologi yang berjatuhan itu. Tanpa aku sadari, ternyata seseorang telah memungutnya lebih cepat dari gerakan tanganku.
"Kamu nggak terluka kan? Maafkan teman saya tadi, ya? Dia sedang terburu-buru." Ucap lelaki itu sambil menyodorkan tiga buku psikologi milikku, namun wajahnya ia tundukkan, seperti tak mau menatapku. Bahasa formalnya membuatku sedikit risih.
"Ya, nggak apa-apa. Sudah saya maafkan." Jawabku seperti orang linglung.
Entah mengapa, ketika aku melihat wajah lelaki itu meskipun sekilas, aku seperti mengenalinya. Tapi dimana? Apa dia mengenaliku? Batinku semakin menduga-duga.
Setelah berada di kursi penumpang bus Nayasari, pikiranku masih tak bisa terlepas dari pemuda itu. Pemuda itu kini berdiri di samping kursiku setelah ia mempersilahkan seorang wanita yang tengah hamil tua untuk menempati kursinya semula. Hatiku semakin berdegup, ada rasa aneh yang menjalari tubuhku. Terlebih ketika mengetahui kemuliaan hatinya.
Lima menit kemudian bus yang aku tumpangi telah tiba di terminal Aur Kuning, Bukittinggi. Seluruh penumpang turun di sini, termasuk aku dan lelaki itu. Setelah membayar ongkos pada cingkariak, aku bergegas berjalan ke toko buku yang berada di pusat perbelanjaan Ramayana karena cuaca mulai tak bersahabat. Saking terburu-burunya, aku sampai tak melihat lelaki itu. Entah kemana perginya. Sudahlah, mungkin aku salah orang. Bisikku dalam hati.
Toko buku di dalam Ramayana ini memang cukup lengkap, setidaknya bisa memenuhi kebutuhan kuliahku. Aku kini tengah menjalani kuliah di Universitas Andalas, Padang. Tepatnya di jurusan Psikologi. Meskipun tak berlatar siswa jurusan IPA, namun aku bisa lulus di jurusan ini. Dua tahun setengah sudah aku hidup di kota Padang. Meskipun sesekali aku sering pulang ke kota kelahiranku di Bukit Tinggi ini, namun tetap saja jarak yang cukup jauh kerap mengurungku bersama rindu.
Jujur saja, awalnya ibuku tak merestui keputusanku untuk kuliah di sini, meskipun waktu ke Padang hanya memakan waktu lebih kurang tiga jam. Aku cukup mengerti akan hal itu, maklum saja Ibu sangat khawatir padaku, terutama mengenai pergaulan. Tapi dengan tekad yang bulat dan pengertian yang kuberikan padanya, akhirnya ia merelakan keputusanku.
Tanpa sadar, sudah hampir dua jam aku mengelilingi toko buku ini, namun masih ada satu buku yang belum aku temukan. Perasaanku satu bulan yang lalu buku itu masih ada dan dalam jumlah stok yang banyak. Tapi aku sadar, itu satu bulan yang lalu. Sudah cukup lama untuk mempertahankan buku sejenis itu di toko ini. Kini aku merutukki diriku sendiri.
Dengan langkah kecewa aku berjalan ke meja kasir. Buku itu masih tidak bisa kutemukan. Hatiku sedikit dongkol karena antriannya cukup panjang, aku mengantri pembayaran sambil celingukkan. Dan tanpa sengaja, pandanganku tersita pada seseorang yang mengenakan jaket berwarna navy. Tidak, bukan jaketnya yang menjadi perhatianku, namun tangannya yang sedang menggenggam sebuah saputangan berwarna merah muda. Aku seperti mengenalnya, namun sayang, hanya punggungnya yang terlihat.
Tapi tidak mungkin. Dia tidak mungkin disini. Bukankah dia bilang akan ke Yogya atau Riau? Lagipula Ayahnya tidak menyetujui jika ia kuliah di sini. Tapi aku tidak mungkin salah lihat. Aku sendiri yang membuat saputangan itu. Tidak mungkin ada duplikatnya. Batinku berkecamuk. Rasanya dadaku sesak oleh udara yang ada. Badanku lemas. Aku benar-benar tidak percaya.
"Totalnya Rp. 124.300,00." Suara kasir membuat nyawaku seperti baru saja kembali.
Dengan tergesa-gesa, aku keluarkan dompetku dan membayar semuanya. Bergegas segera ku cari lelaki berjaket navy tadi.
TBC
.
Makasih buat yang sudah baca...
Maafkan keabstrakkan ceritanya. Kritik dan saran dari teman-teman sangat dinantikan... :)
Slow update ya...

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
EspiritualTidak ada seorang pun yang tahu rencana Allah. Dia-lah Maha segalanya, Maha pembolak-balik hati manusia. Yang mengubah rencana makhluknya sedemikian rupa, sebab Allah lebih mengetahui apa yang hambanya butuhkan, bukan yang hambanya inginkan~ Hanif s...