Untitled Part 3

567 98 15
                                    

"Sayang, tidak ada salahnya kalau kau mencoba mempertimbangkan tawarannya, kan?" Madoka menyuap sepotong croissant dan mengunyahnya perlahan.

Wajah mendung Hitoka selama perjalanan tadi telah lenyap sepenuhnya. Berganti wajah ceria seperti biasa. Kalau boleh jujur, Hitoka ingin pergi melihat universitas yang ditawarkan perusahaan ibunya. Sayangnya ia terlalu takut, takut untuk pergi berkeliling Paris dan bertemu sosok dari masa lalunya itu. Hitoka tidak siap. Ia tidak akan pernah siap bertemu dengan Tooru yang menggandeng lengan gadis lain dan memandang gadis itu penuh puja seperti yang selalu dilakukannya jika mereka sedang bersama.

Katakanlah Hitoka melankolis dan berlebihan. Tapi toh itu kenyataannya, dan ibunya pun bilang itu bukan masalah, karena orang yang sulit jatuh cinta seringkali sulit untuk mencari cinta yang baru dan melupakan cinta lamanya. Seperti yang saat ini dilakukan Hitoka.

"Kebetulan lusa akan ada acara wisuda untuk mahasiswa magister, Hitoka. Bagaimana? Kau mau mencoba kesana?" Ajakan Madoka kembali menyadarkan Hitoka.

Madoka tidak mengharapkan Hitoka akan lulus dari sebuah universitas hebat dan ternama, yang diharapkan Madoka adalah putri kesayangannya lulus membawa ilmu yang banyak dan bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Hitoka sangat mengetahui hal itu. Ia juga tahu bahwa ibunya takkan memaksanya masuk ke universitas manapun selama itu sesuai dengan keinginan Hitoka dan tidak akan berdampak buruk padanya. Namun sebagai anak yang berbakti pada orang tuanya, tentuya gadis bersurai pirang itu sungkan untuk menolaknya. Biarlah ia datang ke acara kelulusan itu, hanya untuk mengamati, siapa yang tahu kalau kemudian Hitoka tertarik, kan?

Seulas senyum lebar hadir di wajah manisnya. Hitoka menatap ibunya semangat. "Uhm, tidak masalah. Tapi apa boleh orang luar datang?"

Wajah khawatir Madoka hilang dan berganti wajah ceria. "Mama bukan orang luar, kau tahu? Kalau mama mau, kita bisa masuk dengan mudah. Toh kalau kau menerima tawaran mereka, kau akan menjadi mahasiswa mereka juga, kan?" Ujarnya riang sambil menyuapkan sepotong kue ke bibir mungil putrinya, yang menyambutnya dengan tawa kecil.

"Mama memang hebat!" Puji Hitoka tulus sebelum memakan kue yang disodorkan ibunya.

Kamisama, semoga aku tidak akan bertemu dengannya.

-w-

"Oi." Tooru menelengkan kepala, menoleh ke arah gadis yang kini menatapnya dingin. Ada apa dengannya?

"Apa yang akan kau lakukan setelah kelulusan?"

Mereka sering membahas ini, tidak begitu sering sih. Hanya saja, seharusnya Sera tahu apa yang akan dilakukan Tooru setelah kelulusan.

Melihat Tooru tak kunjung menjawab, Sera mendengus sebal. "Dengar, aku akan langsung kembali ke Korea setelah kelulusan. Ada sesuatu yang mendesak sehingga ibuku membatalkan kunjungan." Gadis itu berucap, nampak jelas raut kaget Tooru, dengan sedikit kecewa.

"Oh," Gumam pemuda jangkung itu. "Aku akan tetap pulang. Kapan-kapan kalau kau sempat mainlah ke Jepang. Aku akan menantikan pameranmu." Senyum hadir di wajah rupawan Tooru.

Sekali lagi, helaan nafas Sera terdengar. "Ya. Dan aku menunggu kabar baik darimu."

Tooru tertegun. Ia sangat paham apa maksud kabar baik itu. Hanya ada dua maksud dari kata itu; Tooru yang bahagia setelah kembali bersama Hitoka. Ataukah Tooru berhasil menemukan gadis yang mampu menyembuhkan hatinya dan menggantikan Hitoka seutuhnya.

Tidak akan semudah itu, Rae. Tooru membatin, akan tetapi tetap memendamnya dalam hati. Bisa habis dia jika mengucapkannya dan membuat Sera kesal.

"Kau tidak ingin mencari makan? Mungkin kita bisa makan siang di Klaussia," Ajak Tooru dengan memaksakan senyum lebar. "Kau suka makan disana, kan? Lagipula aku juga merindukan pasta disana."

Kali ini Sera menggeleng. "Maaf, pergi saja sendiri. Aku harus menyiapkan banyak hal. Kau lupa aku diminta mencari pihak yang akan mendokumentasikan wisuda kita?"

Ah, Tooru lupa dengan hal itu. Persiapan untuk wisuda mereka seharusnya sudah selesai jika pihak yang disewa oleh universitas mereka mengundurkan diri karena sebuah kecelakaan yang membuat mereka terpaksa tutup sementara. Beruntunglah mereka karena memiliki Sera, yang memilki koneksi dengan banyak orang yang bekerja dalam bidang tersebut, mengingat fokus utama gadis itu.

"Kalau begitu aku pergi dulu," Tooru mengacak surai kelam gadis itu gemas. "Jangan sampai terlalu lelah, oke?" Ucapnya sayang.

Senyum manis hadir di wajah Sera, "Mm-mm, kau juga, bro." Sahutnya santai sebelum berbalik dan pergi meninggalkan Tooru.

Sepeninggal Sera, senyum di wajah Tooru lantas menghilang. Ia melangkahkan kaki dengan malas menuju pemberhentian metro terdekat, sebelum masuk dan melamun.

-w-

Gerimis berganti menjadi hujan deras ketika panekuk dan moccachino pesanan Tooru diletakan di mejanya. Tooru mendesah pelan, memandangi langit mendung dan tetesan air yang membasahi kaca bening di sampingnya. Kenapa harus hujan di siang bolong seperti ini? Jam makan siang pekerja kantoran sudah akan berakhir saat hujan menjadi deras, bagaimana cara mereka pulang

Baiklah, itu semua hanyalah pengalihan perhatian Tooru dari kenangannya saat ia dan Hitoka berdua di kafe dekat kampus, ketika hujan lebat mengguyur Tokyo dan menyebabkan mereka tidak bisa pulang karena mobil Tooru terparkir cukup jauh dari pintu keluar kafe, membuat keduanya kembali masuk dan memesan minuman hangat lagi.

"Mama, kita tidak bisa melihat kampusnya sekarang."

Pasti Tooru benar-benar menyedihkan saat ini, begitu merindukan sosok mungil bernama Hitoka Yachi hingga membuat imajinasinya terasa nyata. Suara itu terdengar begitu jelas di belakangnya, seolah gadis kesayangannya itu sedang duduk di belakangnya dan berbincang dengan ibunya.

"Kalau begitu kita bersantai dulu disini, sayang."

Telinga Tooru menajam sekarang, bahkan suara wanita yang sangat dihormatinya setelah ibu kandungnya dan ibu dari Hajime terdengar jelas. Jantung Tooru berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia berharap, mengharapkan sosok di belakangnya itu memang mereka, sekaligus berharap itu semua hanyalah suara-suara dalam kepalanya yang terasa bergitu nyata dan membuatnya gila.

"Baiklah, kalau begitu aku ingin pesan susu stroberi hangat lagi, boleh, kan?"

Kali ini Tooru tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh. Iris cokelatnya melebar mendapati wanita cantik yang pernah begitu berharap Tooru akan menjadi menantunya sedang tersenyum damai dan mengangguk, sebelum matanya bersinggungan dengan Tooru dan melebar kaget.

"Okaasan." Tooru mengucap dengan suara tercekat, seolah ada sesuatu yang menyangkut dan menahan setiap kata yang tertahan.

Gadis yang duduk tepat di balik punggung Tooru menoleh perlahan, lalu menatap Tooru dengan pandangan rumit. Terdapat banyak perasaan dalam sebuah pandangan. Rindu, kekagetan, dan rasa sakit.

"Oikawa-san."

Dan Tooru tahu betapa menyakitkannya perasaan dari pemilik manik yang kini menatapnya nanar itu.

-TBC-


Avec la PluieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang