Lama tak Berjumpa Katamu? Siapa Kau? Aku Bahkan tak Mengenalmu

125 51 0
                                    

"Bella!" Teriakku memanggil gadis pelayan kurang ajar itu.

"Maaf nona. Ada perlu apa?" Ucapnya yang tergopoh-gopoh menghampiriku.

"Apa yang kau lakukan pada pakaianku? Lihat ini!" Bentakku sambil menunjukan bagian gaunku yang hangus.

"Maaf nona. Ketika saya menyetrikanya tak sengaja gaun itu hangus." Ucapnya lirih.

Tentu saja aku mendengus kesal mendengar jawaban itu.
"Apa kau bisa memperbaiki gaun ini? Atau kalau tidak bisa kupotong saja gajimu bulan ini."

"Tidak nona! Jangan! Baiklah, akan saya perbaiki, akan saya jahit sampai terlihat rapi tak berbekas." Kata Bella yang langsung menyambar gaunku dari tanganku.

"Oh ya, kalau begitu harus kau selesaikan sebelum sore. Karena aku akan memakainya malam ini. Aku mau dinner bareng teman-temanku nanti malam." Kataku sambil berlalu pergi.

Aku berjalan menuju perpustakaan rumahku. Di sana aku mendapati ayah sedang asyik berbicara lewat handphonenya.

Belakangan ini kuperhatikan ayah memang sering menelpon diam-diam kemudian akan bersikap seolah-olah beliau sedang bahagia sekali dan setelah itu beliau pergi ke luar rumah dengan alasan untuk menemui seseorang yang aku tidak kuketahui. Mencurigakan, apa mungkin ayah sedang jatuh cinta. Oh no! Jangan sampai itu terjadi. Bisa-bisa aku memiliki ibu tiri yang sok mengatur hidupku. Tapi buru-buru kutepis kecurigaanku itu karena tidak mungkin ayah berkhianat pada ibu. Ya, bukankah ayah pernah berjanji pada ibu untuk tetap setia pada beliau hingga akhir hayat walaupun ibu telah tiada.

"Cindy! Di situ kau rupanya. Kemarilah ayah ingin bicara padamu." Panggil ayah yang tidak sengaja membuyarkan lamunanku.

"Ya, ada apa ayah?" Tanyaku penasaran.

"Begini nak, sebenarnya ayah memiliki seorang sahabat yang sangat baik. Beliau seorang janda yang memiliki dua orang anak gadis. Ayah ingin dia tinggal menumpang di rumah kita, tapi..." ayah tak melanjutkan kata-katanya.

"Tapi kenapa ayah?" Tanyaku semakin penasaran.

"Ayah tidak ingin tetangga membicarakan ayah yang tidak-tidak dengan sahabat ayah itu. Jadi ayah akan menikahinya terlebih dahulu sebelum mempersilahkannya tinggal di sini." Ucap ayah lirih.

Sontak aku terkejut dengan ucapan ayah berusan. Apa beliau mabuk?

"Ayah sedang sehat kan? Tidak sakin kan?" Tanyaku sambil menjapai dahi ayah. 

Ayah tak bergeming.

"Ayah jawab aku!" Ucapku sedikit berteriak.

"Ayah serius nak. Lagipula orang yang akan ayah nikahi itu ibumu." Kata ayah mengeracau.

"Apa-apaan sih. Pokoknya Cindy gak bakal terima kalu ayah nikah lagi. Ayah sudah pernah janji untuk setia sama ibu sampai akhir hayat. Kenapa ayah tidak menepatinya sekarang hanya karena seorang wanita janda bekas pakai?" Kataku sedikit terisak.

"Jaga ucapanmu Cindy. Dia sahabat ayah sejak lama. Dia itu juga ibumu." Kata ayah yang agak membentakku.

"Ibuku?" Ucapku sambil memunculkan senyum smirk.

"Di dunia ini yang aku tahu ibuku hanya satu. Wanita yang melahirkan aku. Alexandra Style." Kataku dengan penuh penekanan.

Aku pun pergi meninggalkan ayah seorang diri menuju kamarku lalu merebahkan diri ke kasur. Rasanya pikiranku berkecamuk.

Melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul enam sore, aku pun beranjak dari kasur dan langsung mengenakan gaun yang baru saja selesai diperbaiki Bella karena kecerobohannya sendiri.
Aku menatap bayangan diriku di depan cermin. Ah, aku teringat saat ibu membelikan gaun ini padaku. Waktu itu aku membelinya saat ibu masih sehat dan tentunya masih hidup di dunia ini. Ingin rasanya kuulangi lagi waktu-waktuku bersama ibu.

"Roy!" Seruku memanggil supir pribadiku.

"Ya nona." Katanya yang menghampiriku.

"Antarkan aku ke Restoran Pearly Hill sekarang." Ucapku memerintahkannya.

"Baik nona."

Aku pun pergi melenggang masuk ke dalam mobil. Beberapa saat kemudian aku pun tiba di tempat tujuanku.

"Nona apa saya perlu menunggu?" Tawar Roy padaku.

"Tidak usah. Nanti kutelpon kau kalau aku minta dijemput." Kataku yang melenggang pergi meninggalkannya.

"Kalian! Hey! Lama tidak bertemu." Kataku sambil cipika-cipiki dengan beberapa temanku.

"Kau tampak lebih cantik Cindy. Apa kau menggunakan perawatan khusus?" Tanya temanku Elena.

"Ah! Tentu saja tidak. Sejak kapan aku rajin ke salon. Di pegang-pegang sama kalian aja aku gak mau apalagi dipegang-pegang sama tukang salon." Celetukku sedikit tertawa.

Teman-temanku pun ikut tertawa mendengar celetukkanku.

"Soalnya kamu putihan sih sekarang. Gak kayak dulu item dekil lagi." Timpal Elena yang wajahnya memerah.

"Oh ya, tunggu sebentar aku mau ke toilet cuci tangan dulu." Ucapku yang kemudia pergi meninggalkan mereka yang sedang asyik menikmati makanan.

Saat di toilet tanpa sengaja aku menabrak seorang wanita paruh baya yang berpakaian seragam seperti cleaning services di restoran ini.

"Maaf Bu." Ucapku meminta maaf pada wanita itu.

"Tidak papa. Apa nona baik-baik saja." Tanya wanita itu.

"Saya baik-baik saja." Kataku tak acuh dan hendak berlalu pergi.

Tapi belum sempat aku pergi tangan wanita itu justru menahanku untuk berbalik menatapnya.

"Tunggu!" Ucapnya dan aku berbalik menatapnya.

"Ya. Ada apa?" Tanyaku balik.

"Anting-antingmu....apakah kau Cindy?" Tanya wanita itu lagi.

Hey! Sejak kapan wanita itu tahu namaku. Apa aku pernah mengenalnya? Atau dia mata-mata yang menguntitku selama ini?

"Ya, saya Cindy. Maaf, Ibu siapa ya? Apa saya pernah kenal?" Tanyaku penasaran.

"Cindy! Jadi ternyata benar kamu Cindy. Sekarang kamu sudah besar, nak. Lama tak berjumpa anakku." Kata wanita itu yang langsung menyambar untuk memelukku.

Aku melepas pelukan itu, bingung harus mengatai wanita ini apa. Aku bahkan baru pertama bertemu dan tidak mengenalnya. Apa dia gila?

"Maaf nyonya, anda siapa? Lama tak berjumpa kata anda? Saya bahkan tak mengenal anda dan baru sekarang bertemu dengan anda." Ucapku dengan nada kesal.

"Kalau tidak ada sesuatu yang penting saya pergi dulu" kataku kemudian pergi meninggalkan wanita itu.

Bahagialah CinderellakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang