Pagi yang basah di Robin Bay. Banyak genangan air yang tertampung dalam tanah yang sedikit mencekung. Dari kejauhan tak nampak dari mata, rintikan embun mengalir turun, dari satu daun beralih ke daun yang yang lain. Dan cercahan cahaya halus matahari pagi merambat lurus membuat danau sedikit berkilap.
Hermione dan Ginny sibuk berkutat didapur. Mendengarkan suara langkah yang tergesa-gesa menuruni tangga, hingga langkah terseret-seret yang malas selagi menyiapkan sarapan. Dan setelah berbelok, muncul tiga kepala bersurai pirang platina dan satu kepala berambut merah.
"Pagi," Scorpius bergumam malas, menduduki kursinya yang menghadap langsung kearah danau berkilauan melalui pintu kaca—yang telah Hermione geser susah payah karena engselnya yang sedikit bermasalah. Pintu kaca besar yang memenuhi dinding.
Scanderus menduduki kursi disisi kiri Scanderus. Kepalanya bertumpu ditangan, mulutnya sibuk meracau, meracau tidak jelas tentang dirinya yang masih setengah sadar. Lain halnya dengan Harper dan Lily, keduanya terduduk dengan wajah berbinar yang bersemangat, menatap kearah mangkuk-mangkuk terisi oatmeal.
Mata Ginny kini sepenuhnya menaruh perhatiannya ke televisi yang menggantung didinding dapur. Mendengarkan patahan-patahan kata yang terlontar dari si pembaca berita. Terkadang keningnya berkerut-kerut menemukan hal-hal yang aneh.
"....disebuah pub sekitar timur kota London. Menurut salah satu pelayan dipub tersebut, ada seseorang yang mencurigakan, datang dalam keadaan mabuk. Meracau meminta sebuah minuman bernama 'Buttbeer' yang membuat semua orang kebingungan, dan keesokan paginya ketika sang pelayan sadar setelah dipukul pingsan, semua orang mati tak bernyawa. Polisi masih...."
"Buttbeer?" Kening Hermione mengeryit, matanya menatap Ginny penuh heran. "Maksudnya butterbeer?"
Ginny menatapnya khawatir. "Ini pertanda buruk. Aku sangat—sangat—sangat tidak menyukai ini," katanya cemas.
"Tidak ada yang menyukai ini, Gin. Lagipula, ini terlalu berat untuk obrolan meja makan, bukan?" kata Hermione berusaha terlihat berseri. "Jadi, ayo kita bicara tentang hal lain."
"Kau punya banyak televasi, aunt Hermione," kata Lily mengawali awal pembicaraan.
Hermione terkikik. "Televisi, Lily," katanya dengan dengusan tawa. "Memangnya kenapa? Apa ada yang salah?"
"Tidak, tentu saja," ujar Lily sambil menggelengkan kepalanya. "Hanya saja, dirumah tidak ada." Lily mengerling pada Ginny.
"Ya," Ginny setuju. "Harry dan aku sedang mempertimbangkan, maksudku James masalahnya. Dia pasti akan menghabiskan musim panas ini dengan televisi," katanya menjelaskan.
Hermione mengangguk. "Aku paham, Gin. Kau bisa membelinya dan sedikit melonggarkan aturan, kau tahu. Kau punya seseorang macam Harry," katanya tegas. "Tetapi aku tak punya, karena itu peraturanku sedikit agak ketat."
"Omong-omong kapan kau akan berangkat, Mum?"
"Tak lama lagi sweetheart, aku akan bersiap." Hermione bangkit. Menghilang ketika ia berbelok, lalu mulai terdengar suara langkah perlahan yang menaiki tangga.
Ginny tersenyum miring. "Jadi, apa yang akan kalian lakukan setelah ini?"
[]
Jalanan pagi ini tidak terlalu ramai, cukup senggang. Hanya beberapa orang yang akan berjalan-jalan di pertengahan pagi, mencari kopi dikedai yang sudah mulai sepi. Hermione adalah salah satu dari orang-orang yang berjalan di pertengahan pagi, sambil merapikan rambutnya kedalam satu gulungan, menyisakan beberapa untaian yang jatuh kebawah.
"Satu Macchiato dan tolong kurangi takaran gula jika kau tambahkan," katanya, dan pelayan itu mengangguk dan bergegas pergi ke pantry. Lalu pandangannya menjuru ke segala arah, dan menemukan satu meja kosong disudut ruangan. "Untuk Hermione."
Aroma biji kopi yang dihaluskan memenuhi kedai, Hermione bisa merasakan harumnya selain bau halaman-halaman tua dari buku yang tengah ia baca. Dari balik sampulnya, matanya bisa mengintip kearah pelayan laki-laki yang kini sedang sibuk berkutat dengan minumannya, merekatkan penutup plastik ke atas gelas plastiknya yang kaku.
Nama Hermione dipanggil dari balik meja pantry, lalu ia beranjak untuk mengambil minuman. Merobek kertas pembungkus sedotan dan menusuknya ke sela-sela penutup plastik.
"Yeah, yang Espresso," Hermione menoleh kearah sumber suara, lalu pemuda itu balas menatapnya dengan terkejut. "Oh, ya, untuk Draco."
Hermione buru-buru membuang muka dan berjalan bergegas ke mejanya untuk meninggalkan kedai secepat mungkin, tidak ingin berlama-lama. Kakinya berjalan dengan cepat, nafasnya memburu, dan ketika Hermione menemukan satu sudut yang sepi jauh dari pandangan para Muggle, ia ber-Apparate pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unwritten
Fanfic"Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua." [Update : slow]