Langit biru tua yang berbintang mendadak kehilangan pancaran sinar sang rembulan. Tertutupi oleh gumpalan-gumpalan kapas kelabu gelap yang melayang-layang. Dan hujan beradu keras dengan sang bumi, menyapu bersih semua isi jalanan—orang-orang sibuk mencari tempat yang teduh.
Hermione Granger berdiri didepan pintu rumahnya. Bajunya kuyup, rambutnya yang tersanggul kini mencuat kemana-mana, sepatunya tergenangi air, dan maskaranya meleleh. Setelah memakai mantra pengering, dia melangkah masuk.
"Aku pulang," katanya. "Scan? Scorp? Harp? Kalian sudah tidur?" Hermione menggantung mantelnya dan melepas sepatu berhak lima senti nya.
"Belum, Mum!" satu suara menyahut dari ruang tamu. Semakin dekat dengan ruang tamu, Hermione bisa mendengar suara televisi yang menyala.
Hermione tertegun ketika melihat sahabatnya—Ginny dan putri bungsunya yang ikut nimbrung dengan ketiga anaknya. "Gin? Kenapa tidak mengabariku kalau kau akan berkunjung?"
Ginny menggelengkan kepalanya. "Buat apa? Seperti akan bertemu orang lain saja," katanya santai. Bersandar pada sofa dan ikut menikmati suasana. Hermione hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa kalian masih menonton tv sedangkan ini sudah tengah malam?" tanya Hermione geram pada ketiga anaknya. "Tentu saja Lily, aku tidak menyalahkan mu. Sekarang jawab aku."
"Mum kan belum pulang,"
"Kau pulang terlalu larut, Mum,"
"Kami kesepian," racau anak-anaknya.
Hermione hanya menghela nafasnya lelah dan mematikan telivisinya. "Kalian tahu waktu untuk menonton tv, my loves," katanya. "Tentang waktu pulang, jangan dijadikan alasan."
"Sori, Mum." Ketiganya berkata dengan tekukan diwajah masing-masing.
"Tidur," kata Hermione. "Sekarang." Ketiganya beranjak dan menghilang ditangga. Suaranya menggema keseluruh penjuru rumah karena langkah yang mereka ambil menggebu-gebu.
Hermione kembali menghela nafasnya, namun penuh kelegaan. "Sori, Gin. Mereka perlu pelajaran tentang kedisiplinan. Ngomong-ngomong ada apa?"
"Sepertinya kalau James dan Albus itu anak-anakmu, mungkin mereka akan kau cincang hidup-hidup," Ginny terkikik. "Aku kesini ingin menunjukkan ini." Ginny melempar benda panjang putih berwarna biru diujungnya.
Kening Hermione mengeryit heran. "Testpack?" katanya memastikan. "POSITIF?" Kali ini ia benar-benar tercengang. Matanya melotot dan mulutnya menganga.
"Aku tidak punya siapa-siapa untuk diceritakan, asal kau tahu saja," Ginny mendengus. "Mum dan Dad pergi ke Shell Cottage, Harry dan Ron punya kesibukan, dan James serta Albus sedang berlibur bersama paman-pamannya ke Maldives, ide dari Fred."
Hermione manggut-manggut mengerti. "Ini kabar yang bagus, Daily Prophet sudah tahu?"
"Ayolah jangan memancing ke-paranoidan ku. Mereka belum tahu dan tidak akan pernah tahu," kata Ginny, berusaha menyakinkan dirinya sendiri. Menyugestikan diri namun dirinya sendiri sebenarnya menolak untuk larut-larut dalam perkataannya.
"Tidak mungkin," Hermione terkekeh. "Kau penulis Quidditch Daily Prophet dan bayi dikandunganmu tidak akan selamanya sebesar kacang polong."
"Aku tahu," desah Ginny. Kini ia sedikit merinding entah karena semilir angin yang membuat bulu disekujur tubuhnya berdiri atau karena memang kecemasan itu sendiri.
"Tidak usah cemas. Harry kembali besok, bukan?"
Hermione beralih ke dapurnya dan membuat tiga gelas cokelat panas. Hal biasa, Hermione selalu menyajikan segelas cokelat panas hasil racikannya sendiri untuk orang-orang yang datang berkunjung ketika temperatur kota London sedikit atau memang dingin.
Lily mulai terkantuk-kantuk, Hermione menyadarinya ketika gadis itu mulai menguap dan mengerjapkan mata berulang kali. "Lily kau terlalu mengantuk," Hermione menyesap cokelat panasnya yang termantra agar tetap hangat. "Kau mau tidur dikamar tamu? Letaknya disebelah kamar Harper, dekat pintu balkoni yang menghadap ke danau," Ia memberi tahu pada Lily yang kini berjalan sempoyongan menaiki belasan anak tangga.
"Aku sangat menghargai itu kau tahu, trims." Ginny mengangguk mengapresiasi. Hermione hanya membalas dengan anggukan singkat.
"Omong-omong, Gin, kasus mana yang sedang diselidiki para auror? Kenapa mereka harus menginap sampai seminggu?" Hermione kembali membuka topik pembicaraan mereka.
Ginny menggeleng kebingungan. "Aku tidak tahu, Harry tidak pernah berkata apa-apa selain 'aku selalu sibuk dan aku lelah' setiap malam beberapa hari sebelum ia pergi menangani kasus ini."
"Aku mendapatkan laporan ada keluarga Muggle yang terbunuh, kalau tidak salah keluarga McFrost di Utara Inggris yang berbatasan langsung dengan Skotlandia. Tanpa bekas luka dan memar, tubuh mereka bersih," kata Hermione. "Aku berpikir bahwa mereka dibunuh dengan racun, tapi entahlah."
"Bisa jadi kasus itu, atau memang ada kasus lain yang jauh lebih mengkhawatirkan,"
"Ya," Hermione setuju. Merebahkan dirinya disofa dan mengambil posisi nyaman. "Bagaimana denganmu? Kau akan tidur dirumahku juga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Unwritten
Fanfiction"Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua." [Update : slow]